Ho Chi Minh Karantina Total, Tentara Dikerahkan Bantu Warga
Pemerintah Vietnam mengerahkan tentara untuk mendukung penerapan karantina wilayah di Ho Chi Minh. Pemerintah juga membantu memberikan makanan untuk warga. Perpanjangan masa pembatasan juga dilakukan oleh Selandia Baru.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar dan B Josie Susilo Hardianto
·4 menit baca
HO CHI MINH, SENIN – Mulai Senin (23/8/2021), kota terbesar di Vietnam, Ho Chi Minh menjalani karantina total sampai tanggal 15 September guna menangani pandemi Covid-19. Militer diturunkan untuk membantu satuan tugas penanganan Covid-19 dan relawan memastikan tidak seorang pun warga meninggalkan rumah.
Penguncian wilayah untuk kota berpenduduk 10 juta jiwa ini dikeluarkan oleh Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh Jumat pekan lalu. Warga diberi waktu tiga hari untuk berbelanja makanan dan kebutuhan sehari-hari. Meskipun demikian, militer bekerja sama dengan satuan tugas Covid-19 lokal juga akan mendatangi setiap rumah untuk mengantar makanan dan melakukan tes cepat berbasis antigen.
Pemerintah pusat mendistribusikan 130.000 ton beras untuk Ho Chi Minh dan kota-kota di sekitar. Menurut pengakuan warga, mereka menerima paket nasi bungkus dengan lauk daging, ikan, dan sayur. Warga sama sekali tidak diperkenankan belanja. Apabila mereka memiliki kebutuhan khusus, harus melapor kepada ketua satgas di area masing-masing.
Vietnam berhasil mengendalikan pandemi di tahun 2020, akan tetapi merebaknya galur Delta mengakibatkan jumlah kasus melonjak. Negara ini telah mengalami 348.000 kasus positif dan 8.277 kematian akibat Covid-19. Setengah dari jumlah itu terjadi di Ho Chi Minh. Dari 98 juta penduduk Vietnam, baru 1,8 persen yang telah memperoleh imunisasi lengkap Covid-19.
Dilansir dari kantor berita pemerintah, Vietnam News Agency, selain tentara, pemerintah pusat juga mengirimkan 14.600 dokter, perawat, dan tenaga kesehatan ke Ho Chi Minh untuk membantu di rumah sakit yang hampir ambruk akibat kelebihan pasien. Universitas Kedokteran Militer turut mengirim 1.096 tenaga medis militer dan mahasiswa. Mereka dibagi menjadi 341 unit medis berjalan yang akan berkeliling kota melakukan tes usap, imunisasi Covid-19, dan merawat pasien isolasi mandiri.
Warga juga diminta agar rutin melakukan tes cepat antigen di kediaman masing-masing. Pemerintah kota Ho Chi Minh telah melakukan pelatihan di setiap distrik. Terdapat relawan yang umumnya mahasiswa untuk memantau pelaksanaan tes tersebut. Peralatan tes antigen disediakan oleh suku dinas kesehatan di setiap distrik.
“Kendala utama ialah warga tidak semuanya bisa memasukkan alat usap dalam-dalam di hidung, sehingga sampel lendir yang diambil tidak akurat,” kata salah satu relawan, Nguyen Huu Dat yang merupakan mahasiswa semester tiga di Universitas Nguyen Tat Than.
Terlepas dari permasalahan tersebut, Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat Distrik 3 Ho Chi Minh, Pham Thi Bich Hanh berpendapat, masyarakat melakukan sendiri tes antigen ini sangat membantu tenaga kesehatan. Meskipun begitu, memang perlu ada pengawasan lebih lanjut untuk memeastikan metode pengetesan dilakukan dengan benar.
Surat kabar Vietnam News melaporkan, selain di Ho Chi Minh, penguncian wilayah juga dilakukan di Vinh, yaitu ibu kota Provinsi Nghe An. Selama tujuh hari ke depan, warga tidak diizinkan meninggalkan rumah untuk urusan apapun. Mereka telah diminta meyiapkan makanan untuk jangka waktu karantina. Sektor-sektor esensial tetap buka dengan kuota bekerja di kantor 10 persen dari kapasitas maksimum.
“Bagi warga yang membutuhkan keperluan pokok, silakan hubungi satuan tugas wilayah masing-masing,” kata Ketua Mejelis Rakyat Vinh, Tran Ngoc Tu.
Sementara itu, ibu Kota Vietnam, Hanoi, melanjutkan pembatasan wilayah untuk 15 hari ke depan. Hanoi tidak menerapkan penguncian total seperti di Ho Chi Minh dan Vinh. Pertokoan barang-barang keperluan esensial masih boleh buka hingga pukul 18.00.
Selandia Baru
Upaya lebih ketat untuk menahan laju penularan Covid-19 juga dilakukan Pemerintah Selandia Baru. Pada Senin (23/8), Perdana Menteri Jacinda Ardern memperpanjang penerapan pembatasan wilayah. Penguncian wilayah secara nasional tetap diberlakukan hingga Jumat (27/8). Sementara itu, kebijakan serupa diberlakukan lebih lama untuk wilayah Auckland yang saat ini menjadi episentrum penularan Covid-19 di Selandia Baru. Di Auckland, kebijakan penguncian wilayah diberlakukan hingga Selasa (31/8).
”Pemerintah belum meyakini bahwa kita telah berada di puncak pandemi ini, atau bahkan ujungnya,” kata Ardern dalam konferensi pers di Wellington. ”Itu berarti pilihan teraman bagi kita semua saat ini adalah mempertahankan langkah itu lebih lama,” tambahnya.
Menurut dia, pemerintah solid saat mengambil keputusan itu.
Menurut pemerintah, langkah memperpanjang masa penguncian wilayah merupakan pilihan teraman. ”Seiring hal itu, pemerintah terus memvaksinasi warga,” kata Ardern.
Selandia Baru memang perlu mengambil langkah optimal karena sekitar 80 persen dari 5,1 juta penduduknya belum sepenuhnya mendapatkan vaksin Covid-19. Lambannya proses vaksinasi di negara itu mendapatkan kritik dari kubu oposisi dan sejumlah pemerhati.
Bryce Edwards, analis politik di Victoria University of Wellington, mengatakan, kesigapan pemerintah dalam menanggapi gelombang Covid-19 pada tahun 2020 berbeda dengan kesigapan pemerintah saat menghadapi gelombang baru Covid-19 pada 2021. ”Kali ini, masyarakat jauh lebih skeptis tentang bagaimana pemerintah menangani semua masalah terkait Covid-19, terutama peluncuran vaksin yang dinilai terlalu lambat,” kata Edwards.
Namun, Ardern juga menegaskan pihaknya tidak menutup kemungkinan warga Selandia Baru akhirnya harus hidup berdampingan dan terus beradaptasi dengan virus Covid-19. Hal serupa juga ditegaskan Perdana Menteri Australia Scott Marrison. Australia juga tengah menghadapi tantangan serupa sebagaimana dihadapi oleh Selandia Baru. Selain peningkatan kasus, vaksinasi juga terlambat dilakukan.