Cerita Menlu Retno Tak Bisa Tidur Nyenyak Saat Evakuasi WNI
Waktu terasa berjalan sangat lamban bagi Menlu Retno Marsudi selama beberapa hari proses evakuasi WNI dari Afghanistan. Koordinasi dan rapat pun digelar seakan tanpa jeda agar evakuasi berhasil.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Pesawat Boeing 737-400 milik TNI Angkatan Udara yang mengevakuasi 26 warga negara Indonesia dari Kabul, Afghanistan, mendarat dengan selamat di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, sekitar pukul 03.09 WIB dini hari, Sabtu (21/8/2021). Kedatangan rombongan itu bersama tim evakuasi disambut dengan penuh rasa syukur di Tanah Air.
Dinamika di Kabul secara umum di bawah kendali kelompok Taliban dan secara khusus Bandara Hamid Karzai, Kabul, sangat terasa hari-hari ini. Hiruk-pikuk terjadi di kota Kabul sejak Minggu (15/8/2021) lalu. Mayoritas warga yang ada di Afghanistan tidak tahu apa yang akan terjadi setelah Taliban menguasai Kabul dan Afghanistan. Sebagian merasa ketakutan sehingga ingin cepat keluar dari negara itu.
Di luar warga Afghanistan, pada hari-hari ini hampir semua negara yang memiliki kegiatan atau perwakilan diplomatik pun berebut untuk secepat mungkin mengeluarkan warganya dan orang-orang yang pernah bekerja dengan mereka dari Afghanistan. Amerika Serikat (AS) adalah negara yang warganya paling banyak di negara itu. AS memiliki sekitar 15.000 warga yang tinggal dan bekerja di Afghanistan. Angka ini di luar personel militer yang bertugas di negara tersebut. AS pula yang sejauh ini memegang otoritas di Bandara Hamid Karzai.
Dalam situasi pelik itulah proses evakuasi para WNI dari Kabul itu dirancang, disiapkan, dan dilaksanakan. Tim khusus yang melakukan semua itu terdiri dari tim Kementerian Luar Negeri RI, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN). Kepada Kompas pada Jumat (20/8) malam atau beberapa jam sebelum kedatangan tim evakuasi dari Kabul, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi mengaku tidak bisa tidur nyenyak selama empat malam terakhir. Waktu terasa bergerak sangat lamban.
Lantaran tidak bisa tidur, Menlu Retno pun memanfaatkan waktu untuk terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak. Teleponnya tidak henti digunakan untuk kontak dengan sejumlah pihak. Rapat-rapat bergulir seakan tanpa jeda demi kelancaran evakuasi semua WNI dari Afghanistan.
Semua kehati-hatian ini harus dilakukan demi keselamatan WNI dan orang-orang yang dievakuasi lainnya serta demi kelancaran pelaksanaan misi evakuasi secara keseluruhan.
”Rencana evakuasi ini dirancang dan dipersiapkan dengan matang selama beberapa hari secara hati-hati dan low key. Kehatian-hatian dan sifat low key ini diperlukan mengingat adanya dinamika lapangan yang sangat tinggi dan situasi yang sangat cair,” kata Retno dalam penyambutan di Halim Perdanakusuma. Low key diartikan bahwa operasi evakuasi para WNI itu digelar secara diam-diam atau rahasia.
Semua kehati-hatian ini harus dilakukan demi keselamatan WNI dan orang-orang lain yang dievakuasi serta demi kelancaran pelaksanaan misi evakuasi secara keseluruhan. Hasilnya 26 WNI berhasil dievakuasi dengan selamat. Turut dievakuasi juga lima warga negara Filipina dan dua warga negara Afghanistan. Kedua warga negara Afghanistan tersebut masing-masing adalah suami seorang WNI dan seorang staf lokal KBRI di Kabul. Lima warga Filipina itu ikut dievakuasi sehubungan dengan permintaan bantuan oleh Pemerintah Filipina.
Awalnya evakuasi itu direncanakan dilakukan menggunakan pesawat sipil. Sebuah jadwal keberangkatan pesawat sipil sempat beredar di media sosial pada Kamis (19/8). Tertera jadwal pesawat sipil RI dari Jakarta menuju Kabul. Kemlu menolak berkomentar atas hal itu karena sifat kerahasiaan operasi evakuasi itu. Rupanya belakangan diketahui bahwa rencana tersebut harus dibatalkan. Dalam keterangan Menlu RI, hal itu harus disesuaikan karena kondisi lapangan yang berubah. Maka, sesuai koordinasi Menlu Retno dengan Panglima TNI, diputuskan evakuasi menggunakan pesawat militer.
Pesawat evakuasi TNI AU berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma pada 18 Agustus 2021 pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB. Rute yang ditempuh pesawat adalah Jakarta-Aceh-Colombo-Karachi-Islamabad-Kabul. Disebutkan bahwa sejak awal keberangkatan pesawat memang dirancang untuk bermalam di Islamabad. ”Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa penerbangan Islamabad-Kabul sangat pendek, yaitu sekitar 1 jam atau kurang dari 1 jam dan pesawat dapat bergerak cepat jika kesempatan landing (mendarat) diberikan sewaktu-waktu,” kata Retno.
Retno beberapa kali menjalin komunikasi dengan pejabat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Belanda, AS dan sejumlah menlu negara lain, yakni Menlu Turki dan Menlu Norwegia dengan pihak Belanda. Hal itu semata untuk mendapat izin dan memastikan waktu pendaratan bagi pesawat TNI AU di Bandara Hamid Karzai. ”Sempat sudah dikasih waktu untuk mendarat, tapi kemudian ditunda karena terjadi kekacauan di bandara itu,” kata Retno dalam penuturannya kepada Kompas, Jumat malam.
Di tengah waktu pendaratan yang terbatas, koordinasi tim evakuasi di Jakarta dengan tim Kedutaan Besar RI di Kabul berlansung intens. Sebuah kebetulan yang menguntungkan terjadi ketika waktu pendaratan yang sebelumnya diizinkan selama 30 menit, kemudian diperpanjang menjadi dua jam. Diperoleh informasi bahwa Taliban memberikan jaminan keamanan pada tim dan proses evakuasi RI.
Hal-hal itu turut memuluskan proses evakuasi WNI dari Kabul ke Jakarta. Pesawat TNI AU pun lepas landas dari Kabul pada Jumat pukul 07.10 waktu setempat. Sempat mendarat di Islamabad sekitar satu jam kemudian untuk mengisi bahan bakar, pesawat itu pun lalu melanjutkan perjalanannya hingga sampai dengan selamat di Jakarta.
Kini, praktis operasional KBRI di Kabul ditutup. Semula direncanakan untuk tetap mengoperasikan misi KBRI Kabul dengan tim kecil atau tim esensial yang terbatas. Namun, pada saat-saat terakhir evakuasi, terjadi perkembangan baru. Untuk sementara operasi KBRI Kabul dilakukan dari Islamabad dengan satu Kuasa Usaha Sementara dan tiga staf misi.