Butuh rata-rata 500 juta dollar AS per bulan untuk operasional Pemerintah Afghanistan. Sementara Taliban saat ini hanya mempunyai akses pada dana paling banyak 18 juta dollar AS.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
Beberapa jam sebelum pasukan Taliban masuk Kabul, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menelepon Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken. Ia meminta Washington mengirimkan uang tunai ke Kabul.
Pada Sabtu (14/8/2021) sore, Ghani mendapat laporan penjabat Gubernur Bank Sentral Afghanistan Ajmal Ahmady soal cadangan kas di negara mereka. Ahmady datang ke Istana Kepresidenan setelah mendapat laporan bahwa tidak akan ada lagi pasokan dollar AS. Padahal, Afghanistan terbiasa mengandalkan pasokan dollar AS dari Washington.
Kabul tidak bisa mengandalkan perdagangan internasional atau investasi untuk mendapat devisa. Pada 2019 saja, defisit neraca perdagangannya lebih dari 6 miliar dollar AS atau setara dengan APBN Afghanistan 2021. Di tengah negara yang kacau, sulit mengharapkan investasi asing yang mendatangkan devisa.
Bahkan, Kamar Dagang dan Industri Afghanistan mengungkapkan, sebanyak 1.500 badan usaha memindahkan modal senilai 1,5 miliar dollar AS ke luar Afghanistan sepanjang tahun 2020. Mereka merasa tidak aman berusaha di tengah korupsi yang parah dan ketidakpastian keamanan.
Setelah mendapat laporan Ahmady, Ghani menelepon Blinken. Menurut Ahmady, Blinken pada prinsipnya setuju akan mengirim dollar AS pada 15 Agustus siang. Pengiriman itu tidak pernah terjadi karena Kabul jatuh. Pada Minggu (15/8/2021), pasukan Taliban memasuki Kabul dan mendudukan Istana Kepresidenan. Ghani lari dan kini berada di Uni Emirat Arab.
Duta Besar Afghanistan untuk Tajikistan, Muhammed Zahir Agbar, menuding Ghani membawa 169 juta dollar AS kala melarikan diri dari Kabul. Sebelum tudingan Agbar, diplomat Rusia di Kabul juga menyebut helikopter dan pesawat pengangkut Ghani membawa uang amat banyak. Ghani menyangkalnya lewat pernyataan pada Kamis (19/8/2021).
Uang yang dituding dilarikan Ghani hanya sebagian dari masalah finansial Afghanistan. Pada Februari 2021, parlemen Afghanistan sudah mengungkap masalah lebih serius, yakni 54 persen APBN mengandalkan sumber dana luar negeri. Washington menjadi salah satu sumber utama dengan janji 630 juta dollar AS untuk bantuan kemanusiaan pada 2021. AS juga menjanjikan banyak dana untuk berbagai program di Afghanistan.
Pembekuan
Pendudukan Kabul oleh Taliban membuat semua sumber dana itu dibekukan. Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengumumkan pembekuan aset Afghanistan di AS senilai sedikitnya 7 miliar dollar AS. Ahmady membenarkan jumlah itu lewat pernyataan pada Kamis.
Washington tidak perlu dasar hukum baru untuk pembekuan itu. Sejak 2001, Washington menetapkan Taliban sebagai organisasi teroris dan, karena itu, dapat menjatuhkan sanksi kepada kelompok itu, termasuk larangan mengakses sistem keuangan AS.
Bukan hanya AS, Dana Moneter Internasional (IMF) juga membekukan hak Kabul untuk menarik dana talangan. Akhir Agustus 2021, IMF mengumumkan alokasi baru dana talangan dan Kabul bisa menarik hingga 460 juta dollar AS.
Pada 18 Agustus 2021, IMF mengumumkan penangguhan hak Kabul atas dana itu. Belum diketahui kapan hak Afghanistan akan dipulihkan IMF. ”Karena tidak ada kejelasan pengakuan Pemerintah Afghanistan oleh komunitas internasional, maka negara itu tidak bisa mengakses sumber daya IMF,” kata juru bicara IMF, Gerry Rice.
Sehari sebelum Kabul jatuh, menurut Ahmady, total cadangan devisa Afghanistan bernilai 9 miliar dollar AS. Dari seluruh dana itu, menurut Ahmady, Taliban hanya bisa mengakses paling banyak 18 juta dollar AS. Padahal, setiap bulan Afghanistan butuh rata-rata 500 juta dollar AS untuk mendanai aneka aktivitas di negara itu.
Dalam hampir 20 tahun ini, Kabul bisa mendapat kucuran dollar AS dari berbagai donor. Proyek keamanan, infrastruktur, hingga bantuan kemanusiaan bernilai sedikitnya 8 miliar dollar AS per tahun. Sebagian masuk ke APBN, sebagian dikelola masyarakat.
Pendudukan Taliban atas Kabul membuat berbagai donor menangguhkan aneka bantuan itu. ”Mereka sangat butuh ekonom,” kata Ahmady soal kondisi pemerintahan yang dihadapi Taliban sekarang.
Hampir sepekan sejak menduduki Kabul, Taliban belum menjelaskan rencana mengelola Afghanistan. Para juru bicara Taliban bolak-balik menyatakan cara pengelolaan saat mereka berkuasa pada 1996-2001 tidak akan diulangi. Walakin, banyak pihak masih ragu dan karenanya belum mau bekerja sama lebih lanjut dengan Taliban.
Padahal, Taliban membutuhkan kerja sama internasional untuk mengelola Afghanistan. Fakta bahwa mereka hanya mempunyai akses pada 3,6 persen kebutuhan dana bulanan menjadi alasan utama kerja sama itu dibutuhkan.
Alasan lain, pada 2019, sebanyak 55 persen warga Afghanistan hidup di bawah garis kemiskinan atau berpendapatan tidak sampai Rp 14.000 per hari. Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut, Afghanistan membutuhkan paling tidak 1,3 miliar dollar AS untuk mengurus warga miskin pada 2021. Sampai Juni 2021, baru tersedia tidak sampai 200 juta dollar AS.
Kemiskinan parah terutama karena perekonomian Afghanistan tidak terbangun, dan Taliban ikut andil menciptakan kondisi itu. Dana rekonstruksi banyak sia-sia karena Taliban dan pasukan pendukung Kabul bolak-balik menghancurkan aneka infrastruktur dan bangunan. Padahal, biaya pembangunan aneka fasilitas itu menelan miliaran dollar AS selama bertahun-tahun.
Kegiatan ekonomi tidak berjalan karena korupsi, pemerasan, dan tentu saja perang. Pelaku usaha setiap saat bisa jadi sasaran pungutan liar, pemerasan, hingga pengeboman oleh Taliban, milisi lain, maupun pasukan pemerintah. Di daerah yang dikendalikannya, Taliban mengendalikan penambangan liar yang menghasilkan hingga 1 miliar dollar AS per tahun.
Kelompok yang memperjuangkan negara berbasis hukum agama itu juga dituduh mengelola bisnis narkotika. Pemerasan, dengan dalih uang keamanan dan pajak, juga menjadi sumber pendapatan Taliban di daerah yang dikuasainya.
Lewat semua sumber dana itu, Taliban menjadi salah satu kelompok teroris terkaya dengan penghasilan rata-rata 1,5 miliar dollar AS. Kala masih menjadi milisi, jumlah itu bisa jadi besar. Sementara untuk mengelola Afghanistan, jumlah itu jelas tidak cukup. Sebagai gambaran, APBN 2021 saja tercatat 6 miliar dollar AS. (AFP/REUTERS)