26 WNI Berhasil Dievakuasi dari Afghanistan dengan Pesawat TNI AU
Pemerintah Indonesia berhasil mengangkut pulang 26 warga negaranya dari Afghanistan. Meski demikian, Indonesia berkomitmen untuk tetap menjalankan misi KBRI di Kabul dengan tim esensial terbatas.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 26 warga negara Indonesia berhasil dievakuasi dengan selamat dari Afghanistan, Jumat (20/8/2021). Mereka terdiri dari staf Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kabul dan warga negara Indonesia yang bekerja di sejumlah lembaga di negara itu.
”Alhamdulillah, Pemerintah Indonesia telah berhasil mengevakuasi WNI dari Kabul, Afghanistan, dengan pesawat TNI AU. Pesawat saat ini sudah berada di Islamabad (Pakistan) untuk melanjutkan penerbangan ke Indonesia,” cuit Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi melalui media sosial Twitter, Jumat pukul 12.00 WIB.
Retno menyebutkan, bersama dengan 26 WNI itu, turut dievakuasi juga 5 warga negara Filipina dan 2 warga negara Afghanistan. Kedua warga negara Afghanistan tersebut masing-masing adalah suami WNI dan seorang staf lokal KBRI di negara itu.
Dalam pernyataan tentang perkembangan situasi di Afghanistan yang diunggah di laman Kementerian Luar Negeri per 16 Agustus, Pemerintah Indonesia memantau secara dekat dinamika di Afghanistan. Indonesia berharap penyelesaian politik dilakukan oleh pihak-pihak terkait di Afghanistan dengan inisiasi internal Afghanistan sendiri.
Terkait dengan WNI di Afghanistan, pemerintah berkomitmen mengangkut mereka pulang ke Tanah Air. ”Keselamatan WNI, termasuk staf KBRI di Kabul, merupakan prioritas Pemerintah Indonesia,” sebut pernyataan itu.
Masih mengutip pernyataan yang sama, Pemerintah Indonesia juga berkomitmen tetap menjalankan misi KBRI di Kabul dengan tim esensial terbatas. Pemerintah Indonesia terus berkomunikasi dengan semua pihak di Afghanistan serta perwakilan PBB dan perwakilan asing di Afghanistan.
Hari-hari ini, hampir semua negara yang memiliki kegiatan atau perwakilan diplomatik berebut untuk secepat mungkin mengeluarkan warganya dan orang-orang yang pernah bekerja dengan mereka keluar dari Afghanistan. Amerika Serikat (AS) adalah negara yang warganya paling banyak di negara itu. AS memiliki sekitar 15.000 warga yang tinggal dan bekerja di Afghanistan. Angka ini di luar personel militer yang bertugas di negara tersebut.
Hiruk pikuk terjadi di kota Kabul sejak Minggu (15/8/2021). Jalanan macet. Warga mengaku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah Taliban menguasai Kabul dan Afghanistan. Sebagian merasa ketakutan sehingga ingin cepat keluar dari ibu kota dan atau meninggalkan negara itu secepatnya. Kekacauan memuncak di Bandara Kabul pada Minggu malam. Ratusan warga Afghanistan yang putus asa berusaha melarikan diri dari negara itu menunggu penerbangan.
Banyak orang Afghanistan khawatir Taliban akan kembali ke praktik represif sebagaimana mereka terapkan di masa lalu dalam penerapan syariat Islam. Selama pemerintahan Taliban era 1996-2001, misalnya, perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah. Aneka hukuman yang keras, seperti rajam, cambuk, dan gantung, dipertontonkan kepada khalayak.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan, mereka memiliki batas waktu hingga 31 Agustus untuk mengevakuasi seluruh warganya dan juga warga Afghanistan yang pernah bekerja dengan mereka. Persoalannya, ketika Taliban telah menguasai Kabul, AS tidak memiliki keleluasaan bergerak menjangkau mereka yang berada di luar Bandara Kabul, apalagi yang masih berada di pelosok.
Pada saat yang sama, Taliban mendirikan pos-pos pemeriksaan yang membuat warga AS ataupun warga Afghanistan yang akan dievakuasi sulit mencapai bandara. Seorang pejabat senior militer AS di Afghanistan mengatakan, pihaknya tengah mengupayakan agar semua warga negara AS dan warga Afghanistan yang bekerja untuk AS bisa lolos dari pos-pos pemeriksaan Taliban.
Meski bandara bukan wilayah eksklusif AS, arogansi militer AS terjadi dalam situasi yang tidak terkendali. Seorang warga Belanda mengaku mendapat ancaman akan ditembak jika tidak menjauh meski dia telah menunjukkan paspor Belanda miliknya.
”Dua penjaga gerbang bandara adalah militer AS. Saya sudah menunjukkan paspor saya dan mengatakan saya orang Belanda. Tiga kali saya mengatakan begitu, tetapi mereka menyuruh saya menjaga jarak. Kalau tidak, dia akan menembak,” kata seorang pria kepada media Belanda, NOS.
Menteri Luar Negeri Belanda Sigrid Kaag mengatakan, militer AS hanya memberi waktu pesawat mereka 30 menit di landasan sebelum memerintahkan untuk segera lepas landas. ”Kami butuh waktu lebih banyak,” kata Kaag. Sementara Pemerintah Inggris telah menerbangkan lebih dari 300 warganya dan sekitar 2.000 warga Afghanistan yang bekerja untuk Inggris.
Pemerintah Jerman mengatakan telah membawa sekitar 500 orang, termasuk 202 warga Afghanistan, dalam proses evakuasi mereka. Menlu Jerman Heiko Maas mengakui adanya gesekan antara militer AS dan Jerman pada malam pertama proses evakuasi dimulai, terutama karena AS memprioritaskan warga mereka untuk bisa mengakses bandara. (AP/AFP)