Negara-negara melanjutkan evakuasi dari Afghanistan. Warga dicekam ketakutan meski Taliban berjanji memberikan pengampunan dan mengundang perempuan bergabung dalam pemerintahan.
Oleh
kris mada dan fransisca romana ninik
·5 menit baca
KABUL, SELASA – Setelah Taliban menguasai Kabul, sekitar 73.000 warga Afghanistan menanti visa untuk kemudian dievakuasi ke Amerika Serikat. Mereka terdiri dari mantan pekerja untuk pemerintah dan tentara AS serta keluarga mantan para pekerja itu.
Washington Post dan NPR dalam laporan pada Selasa (17/8/2021) menyebut ada 20.000 warga Afghanistan yang pernah bekerja bagi pasukan dan pemerintah AS. Para pekerja itu punya total 53.000 anggota keluarga. Selama operasi AS, mereka terutama menjadi penerjemah dan pengemudi. “Saya masih menanti visa (dari AS),” kata seorang mantan penerjemah tentara AS di Afghanistan kepada NPR.
Pria yang hanya disebut sebagai Reggie itu ketakutan sejak milisi Taliban masuk Kabul pada Minggu pagi. Fotonya bersama tentara AS tersebar luas. Sampai sekarang, ia dan ribuan mantan pekerja AS tidak kunjung mendapatkan visa. Di sisi lain, kedutaan AS di Kabul sudah ditutup dan seluruh stafnya mulai dievakuasi. “Saya ketakutan, tidak bisa tidur sama sekali,” kata pria itu.
Sejumlah perwira dan pejabat Departemen Pertahanan AS marah atas kelambanan pemberian visa dan evakuasi untuk mantan pekerja dan keluarga mereka. Para perwira dan pejabat itu merasa Washington mengabaikan orang-orang yang dinilai berperan penting dalam 19 tahun operasi AS di Afghanistan. “Ada waktu berbulan-bulan untuk mengurus ini, kita baru mengurusnya beberapa pekan ini,” kata salah seorang pejabat Dephan AS yang menolak namanya diungkap.
Upaya evakuasi oleh militer AS dimulai lagi, Selasa, setelah landasan pacu bandara Kabul dikosongkan. Sehari sebelumnya, ribuan orang yang hendak pergi dari Afghanistan menyusul jatuhnya Kabul ke tangan Taliban, menyesaki landasan. Setidaknya 12 pesawat militer telah lepas landas.
Sejumlah negara mulai mengirimkan pesawat ke Kabul untuk mengevakuasi warga masing-masing dan kolega Afghanistan. Jerman, Kanada, Ceko, Australia, Polandia, dan Belanda termasuk negara-negara yang sudah mengirimkan pesawat ke Kabul.
Dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri, Indonesia memprioritaskan keselamatan warga negara Indonesia, termasuk staf KBRI di Kabul. Persiapan evakuasi terus dimatangkan, antara lain melalui komunikasi dengan berbagai pihak terkait di lapangan. Misi KBRI di Kabul akan tetap dijalankan dengan tim esensial terbatas.
Selain dengan AS, Indonesia juga berkomunikasi dengan Qatar yang menjadi lokasi kantor perwakilan Taliban. Bersama Indonesia, Qatar aktif mendorong perundingan damai di antara faksi-faksi Afghanistan, termasuk Taliban. Doha menjadi lokasi perundingan damai AS-Taliban pada Februari 2020.
Janji Taliban
Dalam pernyataan pada Selasa, Taliban meminta milisinya tidak mendekati kompleks perwakilan asing. Perintah itu dianggap bagian upaya Taliban untuk mendapatkan pengakuan internasional atas pemerintahan mereka.
Mantan Menteri Pendidikan di masa kekuasaan Taliban, Amir Khan Muttaqi, dilaporkan berada di Kabul untuk berunding dengan mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan ketua juru runding Afghanistan, Abdullah Abdullah. Mereka membahas pembentukan pemerintahan nasional yang melibatkan semua pihak.
Juru bicara Taliban, Suhail Shaheen, meminta warga tetap tenang. "Jangan bingung, kami memastikan warga Afghanistan di Kabul, bahwa hak milik dan hidup mereka aman. Tidak akan ada balas dendam pada siapa pun. Kami adalah abdi masyarakat dan negara ini," ujarnya.
Pejabat Taliban di Kabul, Enamullah Samangani, malah membuat pernyataan lebih mengejutkan. Ia menyebut Taliban akan mengampuni seluruh pegawai dan aparat pemerintah. Karena itu, mereka diminta segera kembali bekerja.
Samangani juga mengundang perempuan untuk terlibat dalam pemerintahan yang akan dibentuk Taliban. “Emirat Islam tidak mau perempuan menjadi korban. Mereka harus di struktur pemerintahan menurut hukum syariah,” ujarnya menggunakan sebutan Taliban menurut versi mereka.
Ia tidak menjelaskan apa yang dimaksud hukum Islam. Sejak 1996 sampai sekarang, Taliban dikenal punya penafsiran keras atas hukum Syariah. Mereka tidak segan membunuh warga sipil yang dinilai melanggar hukum Syariah versi mereka. Pada awal Agustus 2021, sejumlah milisi Taliban di Herat memaksa beberapa perempuan keluar dari tempat kerja. Mereka dilarang kembali bekerja sejak saat ini.
Pernyataan Samangani berseberangan dengan perkembangan di Kabul. Sejumlah milisi Taliban menggeledah rumah para pegawai dan aparat pemerintah. Mereka punya daftar sasaran penggeledahan. Mereka juga menyasar para pendukung pemerintahan Ashraf Ghani, mantan Presiden Afghanistan yang melarikan diri ke Oman.
Terpisah, Presiden AS Joe Biden berkeras keputusan menarik pasukan AS dari Afghanistan sudah tepat. “Pemimpin Afghanistan menyerah dan melarikan diri. Militer Afghanistan menyerah, bahkan kerap tanpa perlawanan. Tentara AS tidak bisa dan tidak boleh berperang dalam peperangan di mana pasukan Afghanistan sudah tidak mau mempertahankan diri lagi,” ujarnya.
Tambahan masa penempatan tentara AS di Afghanistan selama beberapa tahun lagi pun tidak akan menyelesaikan masalah. “Kita sudah memberi semua kesempatan bagi mereka untuk menentukan masa depan. Hal yang tidak kita sediakan adalah semangat juang. Semua itu tergantung mereka,” kata dia.
Biden menegaskan, AS tidak pernah berniat membantu Afghanistan membina bangsa. Tujuan AS ke Afghanistan adalah menyerang Al Qaeda dan memburu pemimpinnya, Osama Bin Laden. Semua tujuan itu dinilai sudah tercapai sehingga tidak ada alasan pasukan AS harus tetap di sana.
Ia kembali mengingatkan, Kesepakatan Doha hanya memberi waktu pasukan AS dan sekutunya keluar tanpa diserang Taliban dan pendukungnya paling lambat 1 Mei 2021. Setelah itu, tidak ada jaminan pasukan dan pendukung pasukan AS serta sekutunya tetap aman. Selama perundingan Doha, jaminan selepas 1 Mei 2021 tidak dibahas dan disepakati.
Kanselir Jerman Angela Merkel menyalahkan keputusan AS menarik pasukan secara mendadak. Penarikan itu menjadi alasan Taliban mampu bergerak cepat dan menguasai lagi Afghanistan.
Sementara Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace dan Menlu Jerman Heiko Maas menyebut perkembangan di Afghanistan akibat kesalahan bersama. “Komunitas internasional salah menilai situasi,” kata Maas.
Merkel dan Wallace sama-sama menyebut, Berlin dan London terpaksa menarik pasukan karena Washington sudah memutuskan. Bukan karena mereka patuh, melainkan karena AS menempatkan tentara paling besar di antara pasukan pendudukan Afghanistan. Kehilangan porsi terbesar pasukan membuat koalisi mau tidak mau ikut menarik tentara mereka.
Di Moskwa, Menlu Sergei Lavrov menyatakan, Rusia tidak terburu-buru mengakui Taliban sebagai otoritas yang sah di Afghanistan. Lavrov menyerukan pembentukan pemerintahan yang inklusif. “Kami melihat sinyal positif dari Taliban yang mengatakan ingin memiliki pemerintah yang melibatkan kekuatan politik lain,” katanya.
Adapun Turki tengah berkomunikasi dengan semua pihak di Afghanistan, termasuk Taliban. Menlu Mevlut Cavusoglu mengatakan, Ankara melihat secara positif pesan dari Taliban sejak mengambil alih Afghanistan. (AFP/REUTERS)