Tekanan China Kuat, Koalisi Gerakan Prodemokrasi Hong Kong Dibubarkan
Lebih dari 30 kelompok masyarakat sipil di Hong Kong, termasuk Front Hak Asasi Manusia Sipil (CHRF), telah dibubarkan karena kuatnya tekanan China.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
HONG HONG, SENIN — Koalisi pegiat prodemokrasi Hong Kong, Minggu (15/8/2021), dibubarkan karena kuatnya tekanan China untuk mengekang perbedaan pendapat di pusat keuangan Asia itu. Pembubaran terjadi ketika Beijing ingin menata kembali Hong Kong dan membersihkan wilayah tersebut dari orang atau kelompok yang dianggap tidak loyal atau tidak patriotik.
Front Hak Asasi Manusia Sipil (CHRF), koalisi pegiat prodemokrasi Hong Hong, adalah motor utama dalam mengorganisasi aksi protes jutaan massa prodemokrasi selama berbulan-bulan di Hong Kong tahun 2019. Kelompok ini selalu menyelenggarakan rapat umum tahunan setiap 1 Juli di Hong Kong.
CHRF memecahkan rekor dua tahun lalu karena berhasil mengorganisasi demonstrasi besar-besaran yang membuat Beijing marah. Mereka menghadapi tindakan keras dari aparat Hong Kong yang kini dikendalikan penuh oleh Beijing. Kelompok tersebut mengatakan, tindakan keras Beijing selanjutnya akan membuat mereka kehilangan masa depannya.
”Semua anggota kelompok telah ditekan dan masyarakat sipil menghadapi tantangan berat yang belum pernah terjadi sebelumnya,” tulis CHRF dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan alasan utama mengapa mereka dibubarkan.
”Aset CHRF yang tersisa 1,6 juta dollar Hong Kong (sekitar Rp 3 miliar) akan disumbangkan ke ’kelompok yang tepat’,” kata pernyataan itu.
Unjuk rasa tahun 2019 meletus sebagai respons atas UU Keamanan Nasional China yang dinilai sangat tidak populer. UU ini memungkinkan ekstradisi dari kota semi-otonom itu ke China daratan yang otoriter.
Namun, unjuk rasa itu berubah menjadi gerakan seruan menuntut demokrasi yang lebih besar dan mendesak adanya pertanggungjawaban polisi atas tindakan mereka membubarkan massa dengan kekerasan, termasuk dengan tembakan gas air mata dan peluru karet.
CHRF didirikan pada tahun 2002 dengan tujuan menyediakan wadah untuk mempromosikan pengembangan HAM dan kegiatan non-kekerasan. Koalisi itu juga secara rutin mengorganisasi rapat umum yang melibatkan ratusan ribu orang setiap 1 Juli, sejak tahun 2003.
Saat itu setengah juta orang turun ke jalan untuk memprotes RUU Keamanan Nasional, yang dikenal sebagai Pasal 23. Kala itu, RUU tersebut kemudian dibatalkan.
Tanggapan China terhadap pengunjuk rasa adalah mengabaikan tuntutan mereka. Beijing menggambarkan kelompok prodemokrasi sebagai bagian dari rencana asing untuk mengacaukan keamanan negara.
Itu sebabnya Beijing melalui aparat keamanannya di Hong Kong, kota berpenduduk 7,3 juta jiwa itu, selalu membubarkan setiap aksi protes dengan tindakan keras. UU Keamanan Nasional China akhirnya diberlakukan di Hong Kong tahun lalu. UU ini mengkriminalisasi banyak perbedaan pendapat dan telah menyebabkan banyak pemimpin demokrasi atau prodemokrasi di Hong Kong dipenjara atau melarikan diri ke luar negeri.
Bubar setelah 50 tahun
Lebih dari 30 kelompok masyarakat sipil telah dibubarkan di Hong Kong. Mereka takut bahwa polisi akan datang untuk menarget mereka berikutnya. Awal pekan ini serikat terbesar di kota itu, yakni Persatuan Guru Profesional (PTU), mengatakan bahwa PTU ditutup setelah hampir 50 tahun beroperasi.
Sebagian besar aktivis terkemuka CHRF, termasuk mantan pemimpin Jimmy Sham dan Figo Chan, sudah berada di balik jeruji besi karena mengorganisasi protes. Mereka dijerat dengan UU Keamanan Nasional China. Sekelompok kecil aktivis telah membuat organisasi tetap berjalan.
Polisi keamanan nasional memulai penyelidikan terhadap sumber keuangan kelompok payung CHRF dan apakah kelompok itu terdaftar. Awal pekan ini Kepala Kepolisian Hong Kong Raymond Siu mengatakan kepada sebuah surat kabar pro-Beijing bahwa CHRF mungkin telah melanggar UU Keamanan Nasional China pada saat aksi unjuk rasa di tahun 2019.
Komentar Raymond menimbulkan kekhawatiran karena UU Keamanan China tersebut—yang diundangkan pada 30 Juni 2020—tidak seharusnya berlaku surut.
Keputusan pembubaran CHRF dan PTU dikeluarkan setelah berita-berita di media Pemerintah China yang menyerang mereka dan menyerukan pihak berwenang Hong Kong untuk berbuat lebih banyak untuk menyelidiki organisasi mereka. ”Untuk kekuatan anti-China dan pembuat masalah, hanya soal waktu bagi mereka untuk mengadili kehancuran mereka sendiri," kata media Pemerintah China, People’s Daily, dalam komentar terkait PTU, Selasa pekan lalu.
Media pemerintah juga telah menarget dua organisasi lain dalam beberapa pekan terakhir. Kedua organisasi itu adalah Aliansi Hong Kong dalam Mendukung Gerakan Demokratik Patriotik China dan koalisi buruh pro-demokrasi terbesar di kota itu, Konfederasi Serikat Buruh.
Aliansi Hong Hong secara historis mengorganisasi acara peringatan di kota Hong Kong untuk menandai penumpasan di Lapangan Tiananmen, Beijing, yang terjadi pada Juni 1989. Otoritas setempat kini telah melarang acara tersebut. (AFP/REUTERS)