Kunci Bekerja di Jerman, Kerja Sama Tim dan Jangan Pernah Takut Bertanya
Saat pertama kali bekerja di Jerman pada 2012, Putri Kusumaningtyas sempat takut, khawatir, dan deg-degan. Seiring berjalannya waktu, ia bisa adaptasi. Yang penting, bisa bekerja sama dalam tim dan jangan takut bertanya.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
Terjun ke dunia industri untuk langsung bekerja, terutama ketika masih berstatus mahasiswa, tidak mudah bagi Putri Kusumaningtyas (34), warga berdarah Indonesia yang kini bekerja di perusahaan Panasonic Automotive System Europe di kota Darmstadt, Jerman. Ada perasaan takut, khawatir, dan deg-degan ketika ia pertama kali bekerja di perusahaan Airbus di Jerman pada tahun 2012. Apalagi karena hampir semua rekan kerjanya adalah laki-laki dan orang bule.
”Enggak ada orang Asia-nya dan saya cewek sendirian. Dulu saya takut kalau berbuat salah atau salah paham karena masalah bahasa karena bahasa Jerman kan bukan bahasa ibu kita. Pernah juga diam-diam nangis sendirian. Tapi, itu dulu,” tutur Putri, lulusan SMA Santa Ursula Jakarta itu.
Beruntung, meski ia satu-satunya warga Asia dan perempuan di perusahaan itu, Putri tidak pernah mengalami perlakuan yang direndahkan, baik dari rekan-rekan kerjanya maupun dari atasannya. ”Orang sini enggak merendahkan atau rasis. Mereka tidak peduli juga asal kita dari mana. Yang penting kita bisa berguna buat perusahaan,” ujarnya.
Bahkan, banyak rekan kerjanya yang mengira ia berasal dari China, Korea Selatan, atau Jepang hanya karena ia berkulit putih. Setelah berkali-kali menjelaskan ia berasal dari Indonesia, banyak rekan kerjanya yang malah gencar menanyakan seperti apa Indonesia itu. Selama ini, yang mereka kenal hanya Pulau Bali.
”Mereka malah sering tanya, kalau mau jalan-jalan ke Indonesia itu sebaiknya ke mana saja. Mereka malah enggak mau ke Bali karena dianggap sudah mainstream,” kata Putri yang mahir berbahasa Jerman, Inggris, dan Jepang itu.
Selama di Airbus, Putri terlibat dalam pembuatan radar dan menciptakan multicore atau memungkinkan koneksi internet di dalam pesawat tanpa mengganggu komunikasi antara pilot dan menara pengawas. Kini, di Panasonic, sejak 2018, Putri ikut terlibat mengerjakan proyek kerja sama antara Panasonic dan perusahaan otomotif BMW untuk membuat baterai mobil listrik yang lebih kuat dan tahan lama serta baterai yang proses pengisiannya lebih cepat.
Jika sebelumnya di Airbus, semuanya rekan kerja Putri adalah orang bule, di Panasonic lebih beragam dan banyak rekan kerja dari Asia, seperti Jepang, China, dan India. Seperti halnya di Airbus, Putri tidak merasa ada kesulitan untuk beradaptasi dan bisa dengan mudah bekerja sama dengan siapa saja. Yang penting harus bisa bekerja sama dalam tim dan harus selalu bertanya jika ada yang tidak jelas.
”Jangan pernah takut bertanya dan berpendapat. Enggak apa-apa dianggap bego, daripada salah. Kalau bahasa Jermannya masih jelek ya hajar aja. Toh, kalau salah-salah ngomong kan enggak apa-apa karena bahasa Jerman toh bukan bahasa ibu kita,” kata Putri sambil tertawa.
Putri pertama kali datang ke Jerman tahun 2007 kemudian masuk sekolah bahasa selama dua bulan. Selesai sekolah bahasa, ia harus mengikuti kelas persiapan selama satu tahun sebelum masuk perguruan tinggi pada tahun 2008. Selama bekerja di dua perusahaan di Jerman itu, Putri mendapat pelajaran penting.
”Kita harus bisa menerima kritik dan masukan dan juga bisa terima kalau kita salah. Dulu saya pernah down karena merasa tidak bisa memenuhi harapan. Bagusnya di sini, kalau atasan salah, kita bisa langsung bilang mereka salah; dan kalau salah, mereka mau minta maaf,” ujar Putri.
Putri berharap anak-anak muda di Indonesia berani mewujudkan mimpinya dan jangan pernah takut menjalani mimpinya. ”Kalau memang mau mewujudkan mimpinya, jalani aja. Mimpi boleh, tapi harus dijalani,” ujarnya.