WHO Serukan Penangguhan Vaksin Covid-19 Penguat, AS Pilih Menolak
Tingkat kesenjangan cakupan vaksinasi Covid-19 secara global itu nyata. Di saat setengah dari populasi Uni Eropa telah divaksinasi penuh, tingkat vaksinasi di Benua Afrika baru mencapai kurang dari 2 persen.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, Rabu (4/8/2021), menyerukan moratorium atau penangguhan pemberian suntikan vaksin Covid-19 penguat hingga setidaknya akhir September tahun ini. Langkah ini dilakukan guna mengatasi kesenjangan distribusi dosis antara negara-negara kaya dan miskin. Seruan itu ditolak Pemerintah Amerika Serikat dengan alasan mampu untuk menyediakan kebutuhan bagi warganya sekaligus negara-negara lain yang membutuhkan.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mendesak negara-negara dan perusahaan yang mengendalikan pasokan dosis vaksin untuk segera mengubah arah dan memprioritaskan negara-negara yang cakupan vaksinasinya masih rendah. WHO selama berbulan-bulan mengamuk melawan ketidakseimbangan pasokan vaksinasi yang semakin mencolok. WHO menyebut dan mengingatkan tanggung jawab moral dalam keadilan vaksinasi.
Negara seperti Israel bulan lalu mulai menggelar vaksinasi penguat bagi warga yang berusia di atas 60 tahun. Adapun Jerman, Selasa (3/8/2021), menyatakan siap-siap menggelar vaksinasi penguat itu pada September. Dosis ketiga vaksin Covid-19 yang ditawarkan Pemerintah Jerman bagi warganya adalah vaksin yang dikembangkan Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Lewat konferensi pers, Tedros mengatakan dapat mengerti alasan negara-negara ingin melindungi warganya dari varian virus Delta yang lebih menular. Namun, ia tetap mengingatkan soal keadilan vaksinasi secara global. ”Kami tidak dapat menerima negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin global menggunakannya lebih banyak lagi, sementara orang-orang yang paling rentan di dunia tetap tidak terlindungi,” katanya. ”Kita perlu segera membalik situasi ini, dari sebagian besar vaksin masuk ke negara-negara berpenghasilan tinggi menjadi ke negara-negara berpenghasilan rendah.”
WHO ingin setiap negara telah memvaksinasi setidaknya 10 persen dari total populasinya pada akhir September tahun ini. Cakupan itu kemudian diharapkan meningkat hingga setidaknya 40 persen pada akhir tahun dan 70 persen pada pertengahan 2022 di setiap negara.
WHO ingin setiap negara telah memvaksinasi setidaknya 10 persen dari total populasinya pada akhir September tahun ini. Cakupan itu kemudian diharapkan meningkat hingga setidaknya 40 persen pada akhir tahun dan 70 persen pada pertengahan 2022 di setiap negara. Menurut perhitungan kantor berita AFP, setidaknya 4,27 miliar dosis vaksin Covid-19 kini telah disalurkan secara global.
Di negara-negara yang dikategorikan berpenghasilan tinggi oleh Bank Dunia, sebanyak 101 dosis per 100 orang telah disuntikkan. Angka itu turun menjadi 1,7 dosis per 100 orang di 29 negara berpenghasilan terendah. ”Oleh karena itu, WHO menyerukan moratorium vaksin penguat hingga setidaknya akhir September,” kata Tedros. ”Untuk mewujudkannya, kita membutuhkan kerja sama semua orang, terutama segelintir negara dan perusahaan yang mengendalikan pasokan vaksin global.”
Tedros mengatakan, negara-negara anggota Kelompok 20 (G-20) merupakan produsen, konsumen, dan sekaligus pendonor vaksin Covid-19 terbesar. Dia mendesak para produsen vaksin untuk memprioritaskan Covax, skema global yang coba mengamankan vaksin untuk negara-negara dengan pengaruh finansial yang lebih kecil, yang sejauh ini baru mengirimkan 177 juta dosis secara penuh. ”Perjalanan pandemi Covid-19 bergantung pada kepemimpinan G-20,” katanya.
Penasihat Dirjen WHO, yang juga salah satu implementator Covax, Bruce Aylward, mengatakan, tingkat kesenjangan cakupan vaksinasi Covid-19 itu nyata. Di saat setengah dari populasi Uni Eropa atau sekitar 250 juta orang telah divaksinasi penuh, tingkat vaksinasi di Afrika baru mencapai kurang dari 2 persen atau kurang dari 500.000 orang. Dia menegaskan, moratorium vaksin penguat bakal membantu memperbaiki ”ketidakadilan yang luar biasa dan meningkat”.
Diingatkan Aylward, dengan kondisi saat ini, target cakupan vaksinasi secara global pada September dikhawatirkan meleset alias tidak tercapai. Ia mengatakan, dunia tidak akan bisa mencapai kondisi keluar dari pandemi jika negara dengan cakupan tinggi mulai menggunakan dosis vaksin Covid-19 yang tersedia untuk suntikan ketiga atau keempat. Bahkan, menurut Kepala Urusan Vaksin WHO Kate O’Brien, belum ada gambaran yang meyakinkan apakah dosis baru vaksin sebagai vaksin penguat benar-benar diperlukan. ”Kami tidak memiliki bukti lengkap apakah ini diperlukan atau tidak,” katanya.
Dari Washington dilaporkan, Pemerintah AS menolak seruan WHO itu. ”Kami benar-benar merasa bahwa itu adalah pilihan yang salah. Kami dapat melakukan keduanya,” kata juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, kepada wartawan. Ia menegaskan, AS telah menyumbang lebih banyak daripada negara lain mana pun dan meminta negara lain untuk bertindak lebih.
”Juga di negara ini (kami) memiliki persediaan yang cukup untuk memastikan bahwa setiap warga Amerika memiliki akses ke vaksin,” katanya. ”Kami akan memiliki persediaan yang cukup jika FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) memutuskan vaksin penguat direkomendasikan untuk sebagian penduduk. Kami yakin kami dapat melakukan keduanya dan kami tidak perlu membuat pilihan (penangguhan vaksin).”
Di Berlin, Jerman, juru bicara Kementerian Kesehatan Jerman mengatakan, Berlin memberikan setidaknya 30 juta dosis untuk Covax pada akhir tahun. ”Kami ingin memberikan vaksinasi ketiga sebagai tindakan pencegahan kepada orang-orang yang rentan di Jerman. Pada saat yang sama, kami memberikan dukungan untuk vaksinasi jika memungkinkan bagi semua populasi di dunia,” katanya. (AFP/REUTERS)