Dilantik Jadi Presiden Iran, Raisi Bertekad Cabut Sanksi AS
Pemerintahan baru Iran menghadapi tantangan kembali ke kesepakatan nuklir 2015. Presiden Raisi juga harus berjuang memperbaiki perekonomian yang terpuruk akibat sanksi AS.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TEHERAN, SELASA — Tokoh ultrakonservatif Ebrahim Raisi secara resmi dilantik menjadi Presiden Iran di Teheran, Selasa (3/8/2021). Dalam pidato pelantikan, Raisi bertekad melanjutkan negosiasi kesepakatan nuklir Iran sekaligus mencabut sanksi Amerika Serikat tanpa harus kehilangan martabat dan kedaulatan.
Pembatasan lalu lintas diberlakukan di jalan-jalan di sekitar tempat pelantikan Raisi. Laporan media setempat menyebutkan, perjalanan udara domestik ke dan dari ibu kota Teheran juga diberhentikan selama dua jam. Raisi selanjutnya bakal diambil sumpahnya di depan parlemen pada Kamis (5/8). Dia sekaligus akan menyerahkan susunan pemerintahan.
”Mengikuti pilihan rakyat, saya menugaskan Hojatoleslam Ebrahim Raisi yang bijaksana, tak kenal lelah, berpengalaman, dan populer sebagai Presiden Republik Islam Iran,” tulis pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dalam dekrit yang dibacakan kepala stafnya. Raisi menggantikan Hassan Rouhani, presiden dari kalangan moderat yang mencatat sejarah berupa perjanjian nuklir 2015 antara Iran dan enam kekuatan besar dunia.
Di masa kepemimpinannya, Raisi harus berjibaku dengan negosiasi yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir itu. Sanksi ekonomi AS meningkat setelah pemerintahan Presiden Donald Trump pada 2018 menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 itu. Dalam pidato pelantikan, Raisi mengatakan, pemerintah baru Iran akan berusaha mencabut sanksi AS yang menindas rakyat Iran.
Raisi memenangi pemilihan presiden pada Juni lalu. Dia terpilih di tengah melorotnya jumlah pemilih, terutama setelah para calon penantang Raisi dalam pemilihan itu dilarang mencalonkan diri.
Raisi memenangi pemilihan presiden pada Juni lalu. Dia terpilih di tengah melorotnya jumlah pemilih, terutama setelah para penantang Raisi dilarang mencalonkan diri. Kepemimpinan Raisi akan mengonsolidasikan kekuasaan di tangan kaum konservatif setelah kemenangan pada pemilihan parlemen 2020, yang ditandai dengan diskualifikasi ribuan kandidat reformis atau moderat itu.
Raisi merupakan mantan kepala kehakiman Iran. Ia dikritik Barat karena catatan hitam terkait hak asasi manusia. Pria berusia 60 tahun itu juga menghadapi peringatan dari AS, Inggris, dan Israel kepada Iran atas serangan mematikan terhadap kapal tanker, pekan lalu. Tudingan itu dibantah Teheran.
Sebulan sebelum dilantik menjadi presiden, Raisi meminta parlemen bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan harapan rakyat Iran di masa depan. ”Saya sangat berharap untuk masa depan negara dan yakin bahwa kesulitan dan keterbatasan dapat diatasi,” katanya saat itu.
Clement Therme, peneliti di European University Institute di Italia, menilai tekanan atas ekonomi Iran yang diperburuk sanksi AS akan menjadi tantangan utama Raisi. ”Tujuan utamanya memperbaiki situasi ekonomi dengan memperkuat hubungan ekonomi Iran dengan negara-negara tetangga, serta Rusia dan China,” kata Therme.
Kesepakatan 2015 berisi penerimaan dan kesanggupan Iran atas pembatasan pada kemampuan nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi. Namun, sejak penarikan diri AS di bawah Trump, Teheran cenderung menarik kembali sebagian besar komitmen nuklirnya. Presiden AS Joe Biden telah mengisyaratkan kesiapan untuk kembali ke kesepakatan. Biden terlibat dalam negosiasi tidak langsung dengan Iran, di samping pembicaraan formal dengan pihak-pihak yang tersisa dari perjanjian itu, yakni Inggris, China, Perancis, Jerman, dan Rusia.
Sanksi AS telah mencekik Iran dan ekspor minyak sebagai komoditas vitalnya. Perekonomian Iran mengalami kontraksi lebih dari 6 persen pada 2018 dan 2019. Pada musim dingin 2017-2018 dan sekali lagi pada 2019, protes jalanan yang dipicu krisis ekonomi mengguncang negara itu. Terbaru, pada bulan lalu, para demonstran di Provinsi Khuzestan yang kaya minyak dan dilanda kekeringan turun ke jalan untuk melampiaskan kemarahan.
Kelesuan ekonomi telah diperburuk pandemi Covid-19. Data resmi Pemerintah Iran menyebutkan, pandemi telah menelan lebih dari 90.000 nyawa dan memukul lebih dalam ekonomi mereka. Dalam rapat kabinet terakhir pada Minggu (1/8), Rouhani membela rekam jejaknya, tetapi meminta maaf atas ”kesulitan” yang harus ditanggung warga Iran. Pada pertengahan Juli, Rouhani berharap penggantinya dapat mencapai kesepakatan untuk mencabut sanksi AS dan mengakhiri pembicaraan nuklir.
Ketegangan diplomatik juga meningkat setelah AS dan Inggris bergabung dengan Israel dalam posisi menyalahkan Teheran atas serangan kapal tanker di lepas pantai Oman, Kamis (29/7/2021). Serangan itu menewaskan seorang penjaga keamanan Inggris dan seorang awak kapal dari Romania. Washington berjanji akan memberikan ”respons yang tepat”, sementara Iran memperingatkan pada awal pekan ini bahwa mereka akan merespons balik aksi Barat. (AFP/REUTERS)