Junta Militer Myanmar Janjikan Pemilu Dua Tahun Lagi
Enam bulan setelah kudeta militer, junta mengumumkan akan memulihkan demokrasi dengan menggelar pemilu dua tahun lagi. Kini komunitas internasional menanti penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·4 menit baca
NAYPYIDAW, MINGGU — Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, Minggu (1/8/2021), menjanjikan digelarnya pemilihan multipartai. Dia juga menyatakan siap untuk bekerja dengan utusan khusus ASEAN.
Jenderal Min menyatakan, pemilu akan digelar pada Agustus 2023, bersamaan dengan dicabutnya keadaan darurat di Myanmar. ”Kita akan menyelesaikan status keadaan darurat pada Agustus 2023. Saya berjanji mengadakan pemilu multipartai tanpa kegagalan,” katanya dalam pidato yang disiarkan televisi.
Rencana penyelenggaraan pemilu itu molor dari waktu semula yang disebutkan junta saat menggulingkan pemerintahan pimpinan Aung San Suu Kui enam bulan lalu. Ketika itu junta menetapkan waktu satu tahun pascakudeta untuk menggelar pemilu.
Militer mengklaim hasil pemilu pada November 2020 yang dimenangi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi penuh kecurangan. Itulah alasan yang disebutkan militer saat melakukan kudeta.
Junta mengancam akan membubarkan NLD. Pekan lalu, junta juga membatalkan hasil pemilu sembari mengungkap ada 11 juta contoh kecurangan pemilu.
Terus mengalir
Enam bulan berlalu setelah kudeta militer pada 1 Februari 2021 menuntun Myanmar pada kondisi krisis. Rakyat yang menentang kudeta turun ke jalan dalam gelombang unjuk rasa yang terus mengalir hingga hari ini. Junta meredam aksi warganya dengan kekerasan yang menewaskan tak kurang dari 900 orang.
Di sejumlah wilayah Myanmar, kelompok-kelompok kecil pengunjuk rasa turun ke jalan, Minggu. Pengunjuk rasa di kota Kale, Myanmar sebelah utara, membawa spanduk bertuliskan ”Kekuatan untuk Revolusi”. Di Yangon, para demonstran menyalakan petasan saat turun ke jalan.
Puluhan ribu pegawai negeri sipil dan pekerja lainnya telah dipecat karena bergabung dengan pengunjuk rasa. Sebagian di antaranya masih mogok untuk mendukung kampanye pembangkangan sipil.
Sekelompok kecil mahasiswa menggelar protes terhadap junta, Sabtu, di Mandalay. Mereka mengendarai sepeda motor keliling kota sambil melambaikan bendara merah dan hijau serta menyerukan penolakan terhadap dialog apa pun dengan militer.
Human Rights Watch di New York menyatakan, kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan penangkapan atas penentang kudeta termasuk melanggar konvensi HAM internasional. ”Serangan terhadap warga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Siapa pun yang bertanggung jawab harus diadili,” kata Brad Adams, Direktur Human Rights Watch Asia, dalam pernyataan.
Junta balik menuding para pemimpin Myanmar yang digulingkan dan para diplomat asing menyebarkan informasi yang dibuat-buat, diputarbalikkan, dan satu sisi saja.
Kerangka ASEAN
Dalam pidatonya, Jenderal Min menyatakan negara dalam keadaan stabil, kecuali adanya ”serangan teroris”, merujuk pada lawan-lawannya. Dia juga menyatakan siap bekerja sama dengan ASEAN. ”Myanmar siap bekerja sama dengan ASEAN dalam kerangka ASEAN, termasuk dialog dengan utusan khusus ASEAN di Myanmar,” kata Min.
Pada Senin (2/8/2021), para menteri luar negeri ASEAN akan menggelar pertemuan. Mereka akan menyepakati penunjukan utusan khusus yang ditugasi mengakhiri kekerasan di Myanmar dan menggelar dialog antara junta dan lawan-lawannya.
Komunitas internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, China, dan Amerika Serikat, mengandalkan ASEAN sebagai pihak terbaik untuk memimpin upaya diplomatik guna memulihkan stabilitas di Myanmar. Para menteri luar negeri kini berada di bawah tekanan untuk segera menunjuk utusan khusus tersebut.
Penunjukan utusan khusus ini sudah dimulai pada April saat para pemimpin ASEAN merumuskan lima butir konsensus untuk menangani krisis di Myanmar. Menteri Kedua untuk Urusan Luar Negeri Brunei Darussalam Erywan Yusof, Jumat malam, mengatakan, dirinya berharap keputusan final sudah dibuat pada Senin.
”Tanpa utusan yang memimpin, akan sangat sulit untuk menyelesaikan situasi di Myanmar,” katanya.
Sumber diplomatik di ASEAN menyebutkan, Erywan difavoritkan menjadi utusan dengan didampingi penasihat. Namun, pertemuan para pejabat senior ASEAN, Kamis, gagal mencapai kesepakatan. Sebagai anggota ASEAN, Myanmar juga harus menyetujui utusan yang ditunjuk.
Erywan secara terbuka mengonfirmasi dirinya salah satu dari empat kandidat utusan. Tiga lainnya adalah Wakil Menteri Luar Negeri Thailand Weerasak Footrakul, mantan Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda, dan diplomat veteran Malaysia, Razali Ismail.
Selain mengumumkan utusan khusus untuk Myanmar, ASEAN juga akan meluncurkan proposal untuk memberi bantuan bagi Myanmar, termasuk dukungan untuk mengatasi pandemi. Kasus infeksi Covid-19 di Myanmar melonjak sejak akhir Juni di tengah mogoknya tenaga medis prodemokrasi dan warga menghindari rumah sakit milik pemerintah.
Masyarakat mengabaikan aturan jam malam yang diterapkan junta demi mengantre untuk mengisi oksigen bagi keluarga. Para sukarelawan juga mengambil alih pekerjaan untuk membawa korban Covid-19 untuk dikremasi. (AFP/REUTERS)