Qin Gang, salah satu pencetus diplomasi ”pendekar serigala” China, ditunjuk jadi Duta Besar China untuk AS. Untuk pertama kali China menunjuk diplomat yang bukan pakar AS atau berpengalaman di negara itu jadi dubes AS.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Presiden China Xi Jinping menunjuk salah satu orang kepercayaannya, Qin Gang, menjadi Duta Besar China untuk Amerika Serikat. Para pengamat politik internasional menilai, penunjukan Qin tersebut menarik untuk dicermati. Diplomat berusia 55 tahun itu terkenal sebagai salah satu pencetus gerakan diplomasi ”pendekar serigala” yang agresif membela China di media sosial.
Qin tiba di Washington DC pada Rabu (29/7/2021). Sesuai dengan protokol kesehatan, ia harus menjalani karantina selama dua pekan. Sebelum ditunjuk menjadi duta besar, ia menjabat Wakil Menteri Luar Negeri China periode 2018-2021. Duta Besar China untuk AS periode 2013-2021 Cui Tiankai ditarik pulang dan belum ada informasi untuk penugasan berikutnya.
Qin pernah menjadi diplomat di beberapa negara Eropa, termasuk Inggris. Selain itu, ia adalah salah satu orang kepercayaan Xi. Ia selalu menemani Presiden Xi, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Komunis China, tiap kali melakukan jawatan ke luar negeri. Dalam tugas kenegaraan bersama Xi, Qin baru satu kali mampir ke AS, yaitu pada 2015.
”China dan AS adalah dua negara dengan sejarah, budaya, sistem ekonomi, dan politik yang berbeda. Meskipun begitu, kita harus melihat bahwa ini era baru dalam hubungan bilateral. Kita harus mulai membangun komunikasi lagi agar bisa saling memahami,” kata Qin dalam pidato ketika baru tiba di AS. Ia juga mengatakan, semoga AS cepat berhasil menangani pandemi Covid-19.
Pada saat yang sama, Washington belum mengumumkan apa pun terkait dengan penunjukan duta besar baru untuk Beijing. Terry Branstad, Duta Besar AS untuk China mengundurkan diri sejak awal tahun ini demi bergabung menjadi tim sukses Donald Trump untuk pemilu presiden AS 2024.
Hubungan China-AS memburuk sejak masa kepemimpinan Trump sebagai presiden AS periode 2017-2021. Trump menjatuhkan berbagai sanksi ekonomi kepada China, terutama sejak skandal perusahaan teknologi Huawei yang mengirim berbagai produk mereka dari AS ke Iran. Iran juga dikenai sanksi ekonomi oleh pemerintahan Trump setelah AS menyatakan keluar dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2018.
Ketika Joe Biden menjabat Presiden AS sejak awal tahun 2021, hubungan AS dengan China tidak membaik. Justru, terlihat semakin memburuk. Hal ini karena AS melalui kelompok tujuh negara terkaya di dunia (G-7) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengecam berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia oleh China. Beberapa di antaranya adalah tuduhan genosida terhadap warga etnis Uighur di Xinjiang dan penangkapan para pegiat prodemokrasi di Hong Kong.
Mantan ahli China untuk Pentagon yang kini mengajar di Universitas Nasional Singapura, Drew Thompson, berpendapat bahwa ini situasi yang menarik. ”Selama 20 tahun terakhir semua duta besar China untuk AS pernah menjadi diplomat di sana dan memiliki kepakaran terhadap isu AS. Ini pertama kalinya diplomat yang selama ini tidak dikenal sebagai pakar AS ataupun pernah bertugas di AS ditunjuk menjadi perwakilan di Washington. Kemungkinan ini taktik Beijing agar langkah mereka tidak bisa ditebak,” tuturnya kepada harian AS, TheNew York Times.
Agresif
Sementara itu, Direktur Urusan China Dewan Keamanan Nasional AS Ryan Hass, yang pernah bertemu dengan Xi dan Qin di Washington DC pada 2015, mengungkapkan bahwa Qin bukan diplomat yang pasif. Ia berani mengambil tindakan agresif demi melancarkan misi Partai Komunis China dan tidak takut berhadapan dengan pihak-pihak yang menentangnya.
Menurut Hass, tampaknya Qin ditunjuk menjadi duta besar karena bisa menjadi lawan tanding AS. Isu yang menjadi kesamaan bagi China dan AS adalah pemanasan global dan krisis iklim. Selain hal itu, AS dan China bertolak belakang, apalagi AS juga agresif menekan China membuka data asal-usul Covid-19.
Analisis terhadap karakter Qin itu masuk akal karena ia adalah salah satu pencetus gerakan diplomasi ”pendekar serigala”. Ini adalah taktik diplomasi yang dipraktikkan oleh sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China. Saat ini, ”pendekar” yang paling terkenal adalah Juru Bicara Kemlu China Zhao Lijian dan Wang Wenbin.
Dalam praktik diplomasi ”pendekar serigala”, para pejabat China merespons semua pemberitaan ataupun unggahan negatif tentang China secara agresif, bukan dengan data dan analisis. Salah satu contoh ialah ketika G-7 mengeluarkan komunike agar China menghentikan genosida terhadap kaum Uighur, China membalas dengan mengatakan bahwa AS munafik, sibuk ikut campur urusan orang lain, tidak menangani kasus HAM di dalam negeri, dan menumpuk vaksin Covid-19. Perilaku ini semakin merenggangkan hubungan kedua negara.
”Ini adalah cara diplomasi yang sah dan dibutuhkan untuk melawan semua fitnah terhadap China. Kita harus menunjukkan bahwa 1,4 miliar rakyat China tidak akan menerima tindakan pihak luar yang berusaha merusak reputasi kita,” kata Qin, dilansir dari Nikkei, ketika ditanya mengenai filosofi diplomasi ”pendekar serigala”.
Bahkan, salah satu pernyataan Qin yang paling kontroversial ialah ketika menyamakan invasi Partai Komunis China ke Tibet, sama seperti Abraham Lincoln membebaskan para budak di AS. Banyak pihak bertanya-tanya, apakah ia akan memakai pendekatan serupa dalam menanggapi berbagai komentar dari politisi dan media di AS. (AFP)