Bergeming di Tianjin, AS-China Melanjutkan Rivalitasnya
Pertemuan pejabat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dan China di Tianjin, Senin (27/7/2021), mengukuhkan pertentangan kedua negara adidaya. China punya pragmatisme dan AS berupaya membendung pertumbuhan rivalnya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TIANJIN, SELASA — Pemerintah China mendesak Amerika Serikat untuk lebih rasional dan berhenti menekan posisi Beijing dengan cara pandang Washington. China mengaku tidak dalam posisi dan atau berminat untuk mengalahkan atau melawan AS. Sementara AS bersikukuh menerapkan standar-standarnya untuk membendung pertumbuhan dan perluasan pengaruh China di dunia.
Hal itu disampaikan China seusai pertemuan antara Penasihat Negara sekaligus Menteri Luar Negeri (Menlu) China, Wang Yi, dan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Wendy Sherman di Tianjin, China, Senin (26/7/2021). ”Pembangunan China bukan untuk menantang atau mengambil alih AS. Kami tidak berkeinginan mengalahkan atau melawan Amerika. Pembangunan China bukanlah berarti kemunduran bagi AS,” kata juru bicara Kemenlu China melalui media sosial Twitter.
Kunjungan Sherman ke China itu menyusul pertemuan awal kedua pemerintah pada Maret lalu. Pertemuan itu berakhir dengan kekacauan lewat adu mulut petinggi kedua negara. Selain ke China, Sherman juga akan melawat ke Jepang, Korea Selatan, dan Mongolia.
Para pejabat AS menyebutkan, Sherman tegas pada persoalan hak asasi manusia (HAM) dan masalah-masalah lain. Ditegaskan bahwa Washington sedang mencari ”pagar pembatas” dalam hubungan yang telah memburuk di antara kedua negara. Washington-Beijing bertentangan dalam sejumlah persoalan, mulai dari keamanan siber dan supremasi teknologi hingga persoalan HAM di Hong Kong dan Xinjiang.
Wang mengatakan, kedua negara harus mengelola perbedaan mereka dengan lebih baik. Namun, ia memperingatkan bahwa langkah dan upaya AS untuk menghalangi modernisasi China pasti akan gagal. ”Diharapkan pihak AS akan memiliki pemahaman yang obyektif dan benar tentang China, meninggalkan kesombongan dan prasangka, berhenti bertindak sebagai pengkhotbah dan kembali ke kebijakan China yang rasional dan pragmatis,” kata Wang, seperti dikutip oleh kantor berita yang dikelola Pemerintah China, Xinhua.
Wang juga memperingatkan AS untuk tidak melanggar kedaulatan China lewat pernyataan-pernyataan soal dugaan pelanggaran HAM. Ia juga mendesak Washington untuk mencabut semakin banyak sanksi dan pembatasan transfer teknologi.
Wakil Menlu China Xie Feng sebelumnya mengatakan kepada Sherman bahwa AS harus berhenti melihat China sebagai musuh imajiner. ”Harapannya, mungkin dengan menjelekkan China, AS entah bagaimana bisa menyalahkan China atas masalah strukturalnya sendiri,” kata Xie seperti dikutip Kemenlu China.
Harapannya, mungkin dengan menjelekkan China, AS entah bagaimana bisa menyalahkan China atas masalah strukturalnya sendiri.
Bahasa seperti itu mengingatkan pada kritik pedas pejabat senior China, Yang Jiechi, saat ia bertemu dengan Menlu AS Antony Blinken, Maret lalu, di Alaska. Kali ini, AS mencoba menanggapi dengan lebih tenang. Washington berharap untuk bekerja dengan tenang demi stabilitas yang lebih mapan dalam hubungan kedua negara, bahkan jika kemajuan dirasa belum segera tercapai.
Dalam unggahan pernyataannya melalui Twitter, Sherman mengatakan berbicara dengan Wang tentang komitmen AS untuk persaingan yang sehat serta melindungi HAM dan nilai-nilai demokrasi.
”Kami pikir penting bagi kami untuk mengatakan langsung kepada pejabat China secara pribadi apa yang kami katakan di depan umum. Adalah kepentingan kami untuk menjadi sangat jelas bagi Beijing tentang di mana kami berdiri dan menjelaskan kekhawatiran kami secara rinci,” kata Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan di Washington seusai pertemuan Sherman-Wang.
Para pejabat AS sebelumnya telah menekankan bahwa kunjungan Sherman ke Tianjin adalah kesempatan untuk memastikan bahwa persaingan yang semakin ketat antara kedua rival geopolitik itu tidak mengarah ke konflik. Namun, dengan nihilnya indikasi rencana konferensi tingkat tinggi antara kedua pemimpin atau hasil apa pun yang diumumkan dari pembicaraan diplomatik tersebut, hubungan antara Beijing dan Washington tetap tidak berubah. Kedua pihak bersikeras dengan cara pandang dan posisi masing-masing.
”Saya pikir akan salah untuk mengartikan AS, entah bagaimana, sedang mencari atau meminta kerja sama dengan China,” kata seorang pejabat senior Pemerintah AS kepada wartawan setelah pembicaraan. Ia mengacu pada kekhawatiran global, seperti perubahan iklim, Iran, Afghanistan, dan Korea Utara. ”Terserah kepada pihak China untuk menentukan seberapa siap mereka untuk mengambil langkah selanjutnya,” ucap pejabat Pemerintah AS lainnya.
Kementerian Luar Negeri China baru-baru ini mengisyaratkan kemungkinan AS yang mendasari kerja samanya dengan Beijing pada sejumlah prasyarat. Akibatnya, setiap jenis kerja sama akan bergantung pada sikap kedua pihak yang bersikeras dengan sikap masing-masing. Kondisi ini memberikan prospek suram untuk hubungan yang lebih baik.
Bonnie Glaser, pakar Asia di German Marshall Fund AS, mengatakan, penting bagi kedua belah pihak untuk mempertahankan beberapa bentuk kerja sama. Pada saat yang sama, tampaknya tidak ada kesepakatan di Tianjin untuk pertemuan lanjutan atau mekanisme untuk dialog yang sedang berlangsung.
”Itu mungkin akan membuat sekutu dan mitra AS tidak nyaman. Mereka berharap stabilitas dan prediktabilitas yang lebih besar dalam hubungan AS-China,” kata Glaser. (AP/AFP/REUTERS)