Misi perang tentara Amerika Serikat di Irak akan selesai pada akhir 2021. Namun, sekitar 2.500 tentara akan tetap berada di Irak untuk latihan, membantu Pemerintah Irak, dan menangkal perluasan pengaruh Iran.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Amerika Serikat memastikan akan terus mempertahankan ribuan tentaranya di Irak. Perang melawan sisa milisi Negara Islam di Irak dan Suriah serta mencegah dominasi Iran jadi alasan utamanya.
Saat menyambut Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi, Senin (26/7/2021), di Washington, Presiden Amerika Serikat Joe Biden hanya menyebut misi perang di Irak akan berakhir pada akhir 2021. Biden juga memastikan 2.500 tentara AS yang kini di Irak akan terus bertugas di sana.
”Saya telah berkomunikasi dengan Kadhimi. Peran kami di Irak hanya untuk melanjutkan pelatihan, membantu (Irak), dan terkait dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Akan tetapi, pada akhir tahun, kami tidak akan terlibat dalam pertempuran lagi,” ujarnya selepas menjamu Kadhimi.
Dalam pernyataan resmi selepas pertemuan, Biden-Kadhimi sepakat bahwa stabilitas Irak penting bagi seluruh kawasan. Oleh karena itu, Washington-Baghdad sepakat meneruskan kerja sama guna memastikan NIIS tidak bangkit lagi. AS-Irak juga akan terus bekerja sama membangun ulang Irak dan memulihkan masyarakatnya dari dampak perang.
AS dan sekutunya menyerbu Irak pada 2003. Pada 2011, di bawah komando Jenderal Lloyd Austin yang kini meniadi Menteri Pertahanan AS, Washington pernah berencana menarik pasukan dari Baghdad.
Rencana itu tidak terwujud. AS justru menambah pasukan untuk memerangi NIIS yang diproklamasikan pada 2014. Pada 2018, NIIS dinyatakan kalah walau sisa sel dan milisinya masih tersebar di berbagai penjuru Irak dan Suriah. Sejumlah laporan dari militer AS menaksir, masih ada 16.000 milisi NIIS di berbagai penjuru Irak dan Suriah.
Keberadaan mereka menjadi alasan AS untuk terus mempertahankan lebih dari 3.000 tentara di Irak dan Suriah. Di Irak, tentara AS terutama ditempatkan di sekitar Baghdad dan daerah produsen utama minyak. Sementara di Suriah, tentara AS dipusatkan di sekitar ladang minyak utama.
Pengumuman Biden-Kadhimi menguntungkan kedua negara. Kadhimi bisa menyatakan bahwa Irak tidak lagi banyak bergantung pada kekuatan asing. Sementara Biden bisa menunjukkan bahwa AS mengurangi keterlibatan militer di Timur Tengah dan daerah konflik lain.
Pemerintahan Biden berusaha menunjukkan bahwa AS mengurangi pengerahan pasukan ke luar negeri. AS akan memfokuskan aset militernya pada perang melawan teror yang kini tersebar di sejumlah negara. Pengiriman unit-unit kecil pasukan khusus yang didukung informasi intelijen dan diperkuat teknologi mutakhir akan diprioritaskan dibandingkan pengerahan pasukan dalam jumlah besar.
NIIS bukan satu-satunya alasan AS mempertahankan pasukan di Irak. Mantan Duta Besar AS untuk Irak James F Jeffrey menyebut bahwa mempertahankan pasukan di Irak penting untuk membantu menghadang perluasan pengaruh Iran di kawasan. ”Tentara AS di Iran membantu penyeimbangan atas Iran,” katanya.
Direktur Kajian Timur Tengah United States Institute of Peace Sarhang Hamasaeed berpendapat senada. ”Jika (AS) meninggalkan Irak, Iran akan semakin masuk dan mendominasi negara itu. Mereka akan pegang kendali atas cadangan energi. Tidak bagus untuk ekonomi global dan stabilitas kawasan,” ujarnya.
Bersama Iran, Irak masuk dalam lima besar pemilik cadangan minyak bumi terbesar di dunia. Jika Iran bisa mengendalikan Irak, Teheran punya kontrol atas hampir 19 persen cadangan minyak bumi dunia. Sebagai pembanding, Venezuela sebagai negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia, depositnya adalah 18 persen dari cadangan global. Sementara Arab Saudi dan Kanada yang berada di urutan kedua dan ketiga masing-masing memiliki cadangan sebesar 16 persen dan 10 persen.
Hamasaeed mengatakan, Biden mengindikasikan sisa pasukan AS di Irak akan melanjutkan tugas mereka selama ini. Mereka akan membantu pasukan Irak meningkatkan kemampuan. Mereka tidak akan lagi terlibat dalam misi pertempuran. Pasukan AS tidak akan lagi turun ke lapangan dan ikut memburu sisa milisi NIIS.
Kesepakatan Biden-Kadhimi juga menunjukkan perbedaan kebijakan AS di Afghanistan dan Irak. Di Afghanistan, AS bisa disebut benar-benar menarik seluruh pasukannya.
Pangkalan udara Bagram kosong dalam semalam pada 2 Juli 2021. Aneka persenjataan ringan dan artileri ringan serta kendaraan tempur ditinggalkan di berbagai penjuru Afghanistan. Sebagian kendaraan itu dijarah milisi Taliban dan sebagian lagi dikuasai pasukan pemerintah. (AFP/REUTERS)