Rusia terus mengembangkan teknologi militernya. Salah satu produk mutakhirnya adalah rudal hipersonik dengan kecepatan melebihi kecepatan suara. Setelah sukses uji coba dari darat, uji coba berikutnya dari kapal selam.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
ST PETERSBURG, SENIN — Rusia menggunakan peringatan hari jadi ke-325 angkatan lautnya untuk unjuk kekuatan laut dan darat. Kegiatan itu juga dipakai untuk menebar kegentaran di antara pesaing Moskwa.
Peringatan hari jadi Angkatan Laut (AL) Rusia dipusatkan di St Petersburg dan Kronshtadt, Minggu (25/7/2021). Parade kapal perang dan pesawat serta helikopter tempur juga dilakukan di Severomorsk, Caspiisk, Baltiisk, Sevastopol, dan Vladivostok. Tentara Rusia di Tartus, Suriah, juga membuat perayaan sendiri.
Di St Petersburg, Presiden Rusia Vladimir Putin meninjau parade 50 kapal perang dan kapal selam Rusia serta kapal perang sejumlah negara mitranya. Moskwa juga mengerahkan 50 pesawat tempur dalam parade itu. Seluruh peralatan perang dan parade melibatkan 4.000 tentara. Kapal perang India, Iran, dan Pakistan terlihat pula dalam parade itu.
Putin menyebut, parade itu menunjukkan kekuatan AL Rusia di kancah global. Rusia selama ini telah membangun AL besar-besaran, dari hanya punya kapal perang biasa menjadi armada yang antara lain dilengkapi kapal selam peluncur rudal nuklir dan kapal perang samudra. AL Rusia juga diperkuat dengan pesawat tempur, pertahanan pesisir, dan senjata hipersonik yang belum ada tandingannya di dunia. ”Kita terus meningkatkan kemampuan,” katanya.
Menurut Putin, AL Rusia memiliki semua yang dibutuhkan untuk melindungi tanah air dan kepentingan Rusia. ”Kita mampu mendeteksi ancaman bawah air, permukaan, dan udara serta mampu menyerang tanpa balas jika diperlukan,” ujarnya.
Putin mengungkap itu hampir sebulan setelah insiden di Laut Hitam. Kala itu, sejumlah pesawat tempur dan kapal perang Rusia memantau kapal perang Inggris, HMS Defender. Bahkan, Moskwa menembakkan meriam dan menjatuhkan bom di dekat kapal perang London itu sebagai peringatan kepada kapal perang yang dianggap masuk ke wilayah Rusia.
Perairan yang dimaksud adalah laut di dekat Semenanjung Crimea. Wilayah itu diduduki Rusia pada 2014. Pada 1954, Uni Soviet menyerahkan wilayah itu kepada Ukraina. Setelah Uni Soviet bubar pada 1991 dan mayoritas wilayahnya dikuasai Rusia, Semenanjung Crimea yang sebagian penduduknya etnis Rusia itu tetap dikuasai Ukraina. Atas insiden Juni 2021, Putin menyebut Inggris dan Amerika Serikat mencoba memprovokasi ketegangan di kawasan.
Tudingan memprovokasi ketegangan di kawasan bolak-balik dilontarkan Moskwa kepada Washington dan sekutunya. Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut, upaya itu, antara lain, berupa penempatan Aegis, sistem pertahanan antirudal, di Eropa Timur. Penempatan produk pertahanan AS itu bagian dari pelanggaran Washington. Sistem Aegis bisa meluncurkan, antara lain, rudal jelajah Tomahawk.
Sebagai tanggapan atas penempatan itu, Moskwa memacu pengembangan rudal hipersonik. Juru bicara Kremlin, Dmitry Preskov, menyebut bahwa Moskwa mengembangkan rudal hipersonik guna menjamin keamanan dan keselamatan domestik.
Pada 19 Juli 2021, kapal fregat Rusia sukses menguji tembak rudal hipersonik yang dikenal sebagai Tsirkon. Rudal itu melaju dengan kecepatan 7 kali kecepatan suara. Pada Agustus 2021, Moskwa berencana menguji tembak Tsirkon dari kapal selam.
Moskwa mempunyai tiga jenis persenjataan hipersonik, yakni rudal udara ke darat Kinzhal alias dagger, peluncur Avangard yang dipasang pada rudal balistik antarbenua (ICBM), dan rudal laut Tsirkon.
Kinzhal dinyatakan dapat melaju hingga 10 kali kecepatan suara dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer (km). Rudal itu bisa dilengkapi hulu ledak nuklir ataupun bom biasa. Dalam sejumlah latihan, tentara Rusia dilaporkan sudah memakai Kinzhal sejak 2018.
Sementara Avangard, yang diumumkan Putin mulai beroperasi pada 2019, dilaporkan bisa meluncur sampai 27 kali kecepatan suara. Avangard diluncurkan dengan terlebih dulu dipasangkan di rudal balistik antarbenua (ICBM). Dalam penerbangan ICBM, peluncur itu dilepaskan, lalu bergerak dengan laju hingga 27 kali kecepatan suara. Dengan dipasangkan pada ICBM Rusia yang kini berdaya jangkau bisa melebihi 15.000 km, Avangard bisa menyasar lokasi mana pun di bumi.
Moskwa juga tengah mengembangkan Sarmat, ICBM jenis baru dengan jangkauan hingga 18.000 km dan dirancang untuk mengangkut Avangard. Sarmat bisa mengangkut beban hingga 10 ton. Sementara bobot Avangard dilaporkan hanya 2 ton.
Adapun Tsirkon berupa rudal laut yang bisa diluncurkan dari kapal selam ataupun kapal permukaan. Tsirkon bisa melaju hingga tujuh kali kecepatan suara. Seperti Avangard dan Kinzhal, Tsirkon juga bisa dilengkapi hulu ledak nuklir. Jangkauan Tsirkon dilaporkan bisa mencapai 500 km dan sedang diupayakan bisa sampai 1.500 km. Penempatan di kapal-kapal Rusia, secara teoretis, membuat Tsirkon juga bisa menyasar apa pun dan di mana pun.
Moskwa kini, antara lain, mengembangkan dua jenis kapal selam nuklir untuk mengangkut Tsirkon, yakni proyek Yassen untuk kapal selam berawak dan Poseidon untuk kapal selam tanpa awak. Dengan digerakkan tenaga nuklir, Poseidon bisa berlayar sampai 10.000 km.
Keunggulan tiga persenjataan hipersonik Moskwa tidak hanya kecepatannya. Dalam laporan per Maret 2020, Kongres AS mengakui, persenjataan hipersonik nyaris mustahil ditangkal dengan semua jenis sistem pertahanan udara dan antirudal masa kini.
Sebab, semua sistem pertahanan itu dibangun untuk menangkis rudal-rudal balistik dan rudal lain yang pergerakannya bisa dijejak sejak ribuan km. Sistem pertahanan dibuat berdasarkan prinsip balistik atau memperkirakan benda bergerak di lintasan yang dipengaruhi gravitasi. Pergerakan itu sulit berubah, dan karena itu bisa diperkirakan akan dicegat di mana.
Sementara persenjataan hipersonik bisa berbelok-belok selama menuju sasaran. Selain itu, rudal-rudal hipersonik bisa terbang di bawah ketinggian minimum yang dibutuhkan untuk pelacakan radar.
Hal lain, secara teoretis, kecepatan rudal-rudal hipersonik membuat rudal akan menciptakan gelembung plasma selama bergerak. Gelembung itu menyerap semua jenis gelombang radio yang dipantulkan radar dan pelacak apa pun. Akibatnya, rudal nyaris tidak bisa dikunci sebagai target selama masih bergerak. Tanpa pelacakan, sistem antirudal tidak bisa mencegat rudal hipersonik.
Kalaupun bisa dicegat, pecahan rudal hipersonik tetap membahayakan. Itu karena daya hantam yang dihasilkan dari energi gerak rudal hipersonik ditaksir 50 kali lebih tinggi dari rudal biasa. Hal itu membuat sasaran apa pun tetap rusak meski rudal hipersonik bisa dicegat. (AFP/REUTERS)