Pacu Produksi Vaksin untuk Asia Tenggara, AstraZeneca Tambah Pasokan Bahan Baku
Rekanan AstraZeneca di Thailand berencana memproduksi 180 juta dosis. Dari produksi itu, hingga 61 juta dosis direncanakan untuk didistribusikan di Thailand. Sisanya untuk negara Asia Tenggara lain, termasuk Indonesia.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
BANGKOK, MINGGU -- Salah satu produsen vaksin Covid-19, AstraZeneca, mengumumkan penambahan jalur pemasok bahan baku untuk memacu produksi di Asia Tenggara. Perusahaan farmasi Inggris-Swedia itu mengakui produksi selama ini terkendala bahan baku.
Perwakilan AstraZeneca di Thailand, James Teague, mengungkap rencana itu pada Sabtu (24/7/2021). Lewat surat terbuka kepada warga Thailand, Teague menyebut bahwa saat ini kesulitan bahan baku dan bahan pendukung menyulitkan produsen untuk memastikan berapa banyak vaksin bisa dibuat.
AstraZeneca menghadapi kendala itu, antara lain, untuk unit produksi di Thailand. Bekerja sama dengan Siam BioScience, AstraZeneca berencana memproduksi 180 juta dosis di Thailand. Dari seluruh rencana produksi itu, hingga 61 juta dosis direncanakan untuk didistribusikan di Thailand, sisanya akan diekspor ke negara-negara lain.
Kini, baru 9 juta dosis disediakan untuk Thailand. Sebanyak 2,3 juta lagi ditargetkan bisa tersedia sebelum akhir Juli 2021.
Teague menyebut, perusahaannya sedang mencari tambahan dari sedikitnya 20 jalur pasokan di luar Asia Tenggara. Dengan tambahan itu diharapkan, pasokan vaksin untuk Asia Tenggara bisa dipacu.
Dengan lonjakan kasus, terutama di Indonesia, Malaysia, dan Singapura, Asia Tenggara saat ini menjadi pusat infeksi baru Covid-19. Lonjakan terbaru terutama karena sebaran virus SARS-Cov-2 varian Delta yang pertama kali ditemukan di India.
Rendahnya jumlah penduduk yang telah divaksinasi disebut ikut berkontribusi pada lonjakan kasus itu. Di Thailand, belum sampai 4 juta orang divaksinasi. Fakta itu memicu kemarahan warga. Walakin, status sebagai perusahaan raja membuat Siam BioScience tidak menjadi sasaran kritik terbuka. Sebab, banyak warga khawatir ditangkap bila memprotes perusahaan milik raja Thailand itu.
Di Thailand, penghinaan terhadap raja dan keluarga kerajaan bisa berujung penjara hingga seumur hidup. Kritik terhadap Siam BioScience dikhawatirkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk penghinaan terhadap raja.
Sebelumnya, warga sudah marah karena ternyata pemerintah berbohong soal jumlah pasokan bulanan yang akan didapat dari AstraZeneca. Pemerintah mengklaim, AstraZeneca setuju memasok 10 juta dosis vaksin per bulan ke Thailand.
Sementara dalam surat AstraZeneca kepada pemerintah terungkap, perusahaan itu hanya akan memasok paling banyak 6 juta dosis. AstraZeneca menyebut jumlah itu melebihi kesepakatan yang dibuat dengan Bangkok pada September 2020. Kala itu, delegasi Bangkok disebut hanya meminta pasokan 3 juta dosis per bulan.
Tahun lalu kontrak AstraZeneca diberikan kepada Siam Bioscience, perusahaan milik Raja Thailand Maha Vajiralongkorn yang tidak memiliki rekam jejak memproduksi vaksin. Siam Bioscience semula dirancang memproduksi vaksin untuk sembilan negara, termasuk Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand sendiri.
Siam Bioscience belum mengeluarkan pernyataan mengenai laporan yang menyebut produksi vaksinnya yang tidak memadai atau terlambatnya penyaluran vaksin dari perusahaan itu. Bahkan, Thailand terpaksa mengubah strategi pemenuhi vaksin untuk warganya dengan mengimpor jutaan vaksin dari China.
Sumbangan
Dari Vietnam dilaporkan, Hanoi berharap tambahan sumbangan vaksin dari Amerika Serikat. Pada Minggu (25/7/2021), AS mengirimkan 3 juta dosis vaksin Moderna untuk Vietnam. Sementara dua juta dosis lagi akan segera menyusul. Duta Besar Vietnam untuk AS Ha Kim Ngoc menyebut, AS menjanjikan tambahan vaksin bagi negaranya.
Pada awal masa pandemi, Vietnam dipuji karena dinilai sukses mengendalikan keadaan. Belakangan, Hanoi juga mulai kewalahan seiring kehadiran sejumlah varian baru yang lebih menular dan mematikan. Karena itu, seperti negara lain, Vietnam berusaha mendapatkan vaksin.
Selain mengimpor, Vietnam berusaha mengembangkan sendiri vaksin Covid-19. Saat ini, ada beberapa calon vaksin sedang dikembangkan. Salah satunya adalah NanoCovax yang dikembangkan Nanogen dan sedang memasuki uji klinis tahap ketiga. Jika semua lancar, NanoCovax diharapkan bisa mulai diproduksi pada akhir 2021.
Sementara sejumlah calon vaksin lain masih dikembangkan dan belum memasuki tahap uji klinis. Hanoi juga diketahui menggandeng sejumlah negara untuk mengembangkan, bukan memproduksi, vaksin. Vietnam, antara lain, menggandeng AS, Rusia, Kuba, hingga Inggris untuk pengembangan calon vaksin. (AFP/REUTERS)