Industri Mata-mata Tak Sebatas Pegasus dan NSO Group
NSO Group tidak sendirian dalam dunia industri mata-mata. Banyak perusahaan sejenis di banyak negara, terutama negara-negara maju. Tidak mudah mengaturnya karena pemerintah mendapatkan keuntungan politik darinya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
Pegasus kini menjadi pusat perhatian dunia setelah liputan kolaboratif beberapa media internasional mengungkap penyadapan terhadap 50.000 orang di sejumlah negara. Namun, perangkat lunak yang digunakan untuk menyadap telepon selular itu ternyata bukan satu-satunya dalam dunia sadap-menyadap. Terdapat sejumlah perangkat lunak lainnya.
Baru-baru ini terungkap penyadapan terhadap sekitar 50.000 orang menggunakan Pegasus. Pengguna dan targetnya beragam, mulai dari pemerintah yang memata-matai para aktivis dan jurnalis sampai perusahaan dan entitas bisnis yang memata-matai pejabat pemerintah. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, tak sedikit yang targetnya level pemimpin negara, seperti presiden dan raja.
Pegasus adalah peranti lunak buatan perusahaan teknologi yang berbasis di Israel, yakni NSO Group. NSO diambil dari nama pendirinya, yaitu Niv Carmi, Omri Lavie, dan Shalev Hulio. Namun, dalam pengembangan teknologi industri mata-mata dunia yang pesat dalam beberapa tahun terakhir, NSO tidak sendirian.
”Alat-alat ini menjadi lebih murah,” kata Allie Funk, analis riset senior bidang teknologi dan demokrasi di Freedom House, Amerika Serikat (AS). Kini, perangkat lunak untuk memata-matai tidak hanya didominasi lembaga intelijen dari negara kaya dan maju, tetapi juga pemerintah negara yang lebih kecil atau lembaga kepolisian dan militer di negara miskin bisa memilikinya.
Sejumlah negara miskin dan berkembang yang cenderung dikuasai oleh pemerintahan otoriter, misalnya, memilih menggunakan teknologi penyadapan untuk membungkam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi warganya.
Direktur Pusat Penelitian Citizen Lab Universitas Toronto Ron Deibert menyatakan, semakin terjangkaunya teknologi mata-mata memungkinkan pemerintah atau bahkan entitas bisnis membeli dan memiliki kemampuan memata-matai warganya sendiri, seperti yang diungkap oleh Edward Snowden atas lembaga National Security Agency (NSA) di AS melalui pengawasannya yang sangat ekstensif dan cenderung melanggar hukum.
Pekan lalu, Citizen Lab menerbitkan hasil penyelidikannya yang menunjukkan bahwa perusahaan teknologi mata-mata Israel, Candiru, menjual perangkat lunak kepada berbagai entitas pemerintahan. Misalnya adalah Turki dan Singapura. Perangkat lunak ini digunkan untuk menargetkan para pembangkang, musuh politik negara, hingga jurnalis.
Selain NSO Group dan Candiru, Citizen Lab pada 2017 menemukan bahwa pemerintah Etiopia telah menggunakan teknologi mata-mata yang dikembangkan Cyberbit untuk menyadap para pembangkang dan musuh politik pemerintah yang berada di pengasingan.
Mengapa banyak perusahaan teknologi Israel berada di balik teknologi mata-mata ini? menurut Deibert, ada banyak faktor berperan. Salah satunya dorongan badan spionase dunia maya Israel, Unit 8200, agar lulusannya mengembangkan perusahaan baru setelah usai masa dinas militer mereka.
Dugaan lainnya, menurut Deibert, adalah militer dan badan intelijen Israel mendapatkan keuntungan strategis dari penyebarluasan perangkat lunak mata-mata tersebut. Salah satunya adalah mereka bisa menyedot informasi dari pengguna perangkat lunak itu sendiri.
Mencuatnya kasus yang melibatkan NSO Group dan beberapa perusahaan Israel lainnya membuat banyak pihak menyerukan agar pemerintahan Israel melarang ekspor teknologi mata-mata. Namun, selain Israel, ada beberapa negara lain yang sebenarnya juga mengekspor teknologi mata-mata.
Sebut saja FinFisher, teknologi mata-mata yang dikembangkan perusahaan Lench IT Solutions Plc yang bermarkas di Munich, Jerman. Teknologi yang dikembangkan perusahaan ini telah digunakan oleh mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak serta Turki dan Bahrain untuk memata-matai aktivis prodemokrasi dan para jurnalis.
Perusahaan Italia, Hacking Team, juga pernah berada di pusaran masalah, seperti halnya Pegasus sekarang. Pada 2015, Hacking Team diketahui telah menjual perangkat lunak mata-mata mereka ke sejumlah negara. Sejak informasi itu mencuat, Hacking Team mengganti namanya menjadi Memento Labs.
Masing-masing perusahaan teknologi mata-mata mengembangkan teknologi yang berbeda-beda. Beberapa perusahan menggunakan teknologi yang meniru cara kerja menara telepon seluler (BTS) untuk membantu pemerintah dan aparat keamanan menguping panggilan telepon yang dilakukan oleh target mereka. Cellebrite, perusahaan mata-mata Israel, menggunakan teknologi ini untuk membantu polisi AS hingga Botswana membobol ponsel yang terkunci.
Versi terbaru Pegasus yang dikembangkan NSO Group diyakini masuk ke gawai pintar orang-orang yang menjadi target melalui hal yang dipandang remeh- temeh. Pegasus diyakini membobol gawai pintar melalui layanan pesan singkat (SMS) dan bahkan panggilan telepon yang tidak terangkat (missed calls) di luar program jahat (malware) yang ditanam melalui aplikasi atau bahkan melalui surat elektronik. Ketika target membuka SMS, pesan melalui platform percakapan (Whatsapp) atau aplikasi dan surat elektronik secara otomatis para operator Pegasus bisa mengendalikan gawai pintar orang yang ditarget.
Bagaimana perusahaan teknologi mata-mata itu bisa mengembangkan kemampuannya? Menurut pakar keamanan siber Perancis, Loic Guezo dan Deibert, hal itu dilakukan melalui dua cara, yaitu intersepsi yang sah atau melalui para peretas. Namun, keduanya yakin, perusahaan-perusahaan seperti ini menyandarkan kemampuannya pada para peretas.
”NSO telah melakukan banyak penelitian dan pengembangan, tetapi juga bergantung pada pasar gelap untuk informasi kerentanan perangkat lunak,” kata Guezo.
Guezo mencontohkan Zerodium, perusahaan asal AS, yang membeli akses informasi soal kerentanan perangkat lunak dari para peretas dan kemudian menjualnya ke pemerintah negara bagian atau entitas bisnis, seperti NSO.
Saat skandal Pegasus menyeruak ke permukaan dan menimbulkan seruan agar ada moratorium teknologi mata-mata ini, termasuk untuk mempersiapkan regulasinya, dalam pandangan Deibert, adalah sebuah hal yang ideal. Namun, para pihak juga harus menyadari bahwa pemerintah sudah pasti memiliki kepentingan untuk menjaga industri ini apa adanya karena sifat kerahasiaannya dan ketidakteraturannya. Apalagi, pemerintah diuntungkan dengan adanya teknologi itu sendiri.
”Akan butuh waktu lama untuk membuat hal-hal itu menjadi kenyataan,” ujarnya. (AFP)