Organisasi Kesehatan Dunia akan kembali menyelidiki asal-muasal Covid-19 karena kekurangan data. Akan tetapi, China tidak setuju.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS — Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO berencana kembali menyelidiki asal-muasal Covid-19 di China untuk tahap kedua, termasuk mengaudit laboratorium dan pasar yang ada di kota Wuhan, China. Untuk itu, Pemerintah China diminta transparan. Namun, Pemerintah China menolak rencana penyelidikan WHO itu karena hipotesis WHO menyebutkan China melanggar protokol laboratorium hingga menyebabkan Covid-19 bocor dan menyebar ke mana-mana.
Bagi China, rencana WHO itu menunjukkan arogansi dan tidak menghargai sains. ”Kami tidak bisa terima rencana melacak asal-usul virus karena mengabaikan akal sehat dan menentang sains,” kata Wakil Menteri Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) Zeng Yixin, Kamis (22/7/2021).
Zeng juga menegaskan, pihaknya tidak bisa membagikan sebagian informasi yang dibutuhkan dalam penyelidikan karena alasan kerahasiaan. Ia berharap WHO mempertimbangkan saran masukan dari para pakar China dan menelusuri asal-muasal Covid-19 berdasarkan landasan ilmiah serta mengesampingkan campur tangan politik. Pada awal Juli lalu, Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menilai perlu ada penyelidikan lebih lanjut soal ini karena tim ahli WHO belum mendapatkan data saat awal-awal penyebaran Covid-19.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti asal-muasal virus. Kasus Covid-19 pertama kali muncul di kota Wuhan pada Desember 2019. Virus itu diduga kemudian berpindah ke manusia dari hewan yang dijual sebagai sumber makanan di pasar Wuhan. Sebaliknya, China menduga Covid-19 itu datang dari makanan beku yang diimpor. Zeng mendorong WHO untuk memperluas cakupan pelacakan asal-muasal Covid-19 ke negara lain, seperti laboratorium penelitian militer Amerika Serikat di Fort Detrick, Maryland.
Rencana WHO ini seiring dengan permintaan Presiden AS Joe Biden untuk mencari jawaban soal asal-muasal Covid-19. Badan-badan intelijen AS sudah mengantongi sejumlah teori, termasuk kemungkinan adanya kecelakaan atau kebocoran di China.
Pemimpin tim China di tim ahli gabungan WHO, Liang Wannian, meyakini tidak ada kebocoran dari laboratorium sehingga tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk membuktikan hipotesis itu. Seharusnya, WHO menyelidiki negara-negara lain yang juga memiliki populasi kelelawar atau hewan lain yang diduga sebagai penyebar virus. ”Namun, hipotesis kebocoran laboratorium memang tak bisa diabaikan. Hanya, bisa saja terjadi kebocoran laboratorium di negara lain,” ujarnya.
Di dalam hipotesis WHO itu disebutkan, kebocoran Covid-19 diduga terjadi di Institut Virologi Wuhan. Tim WHO menemukan, pada 2019 China memutuskan mengambil urutan gen dan sampel bank datanya secara daring.
Ketika ditanya mengenai hal ini, Direktur Laboratorium Keamanan Hayati Nasional di Institut Virologi Wuhan Yuan Zhiming mengatakan, bank data itu hanya dibagikan secara internal karena adanya kekhawatiran serangan siber. ”Tidak pernah ada kebocoran patogen atau staf yang terinfeksi sejak 2018 dan tidak pernah dilakukan penelitian pembuatan virus,” ujarnya. (REUTERS)