Taliban Pun Bergandengan dengan China
Seiring dengan serangan demi serangan mereka untuk memperluas wilayah cengkeraman di Afghanistan, kelompok Taliban juga mulai menggandeng negara-negara di kawasan.
Keinginan Taliban berkuasa di Afghanistan membuat kelompok militan itu bergandengan dengan Iran, India, Rusia, dan China. Guna memuluskan hubungan, Taliban tak mau ikut campur persoalan di sebagian negara-negara itu, seperti persoalan Uighur di China dan masalah Kashmir di India.
Pada awal Juli ini, juru bicara Taliban, Suhail Shaheen, secara terbuka menyebut China sebagai teman. Taliban siap menyambut China di Afghanistan sebagai teman pembangunan. Taliban tak sabar untuk segera berbicara dengan Beijing soal pembangunan di Afghanistan.
Baca juga: Perundingan di Iran, Perang di Afghanistan
Dilanda perang nyaris tanpa henti sejak kudeta raja terakhirnya pada 1973, Mohammed Zahir Shah, Afghanistan disebut sebagai pemilik cadangan besar beberapa bahan tambang dan mineral. Negara itu disebut mempunyai banyak cadangan tembaga, batu bara, besi, gas bumi, timah hitam, emas, litium, torium, hingga minyak. Seluruh sumber daya alam itu bernilai triliunan dollar AS.
Pada 2011, perusahaan minyak dan gas asal China, China National Petroleum Corporation (CNPC), memenangi kontrak bernilai 400 juta dollar AS untuk menambang minyak di beberapa lokasi di Afghanistan. Kontrak selama 25 tahun untuk menambang hingga 87 juta barel minyak itu tidak berjalan mulus sampai sekarang. Beijing juga mendapat konsesi tambang tembaga di Provinsi Logar yang tengah diperebutkan Taliban dengan pasukan pemerintah.
”Kami sudah ke China bolak-balik dan hubungan kami baik. China negara bersahabat, dan kami akan menyambutnya dalam upaya pembangunan dan pemulihan Afghanistan. Jika ada investasi, tentu akan kami jamin keamanannya,” kata Shaheen, sebagaimana dikutip South China Morning Post.
Ia juga mengungkapkan, Taliban rutin berkomunikasi dengan Rusia. Salah satu forum itu, antara lain, terjadi pada Juli ini. Taliban mengutus beberapa pejabatnya ke Moskwa. Kerja sama ekonomi dinyatakan menjadi prioritas.
Sementara India pada November 2020 mengumumkan rencana aneka investasi bernilai 80 juta dollar AS di Afghanistan. Seperti dilaporkan Indian Expres, Hindustan Times, The Hindu, dan NDTV, pengumuman itu dibuat setelah New Delhi ikut perundingan damai Afghanistan, September 2020.
Menteri Luar Negeri India S Jaishankar menghadiri pertemuan itu secara virtual. Beberapa pejabat tinggi India lainnya hadir di lokasi perundingan di Doha, Qatar. Beberapa pejabat tinggi sektor keamanan India juga diketahui terus berkomunikasi dengan Taliban.
Bukan hanya dengan China dan India, Taliban pun berkomunikasi intensif dengan Iran dan Rusia. Pilihan itu mengejutkan banyak pihak. Sebab, dengan bantuan Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah dan Asia Selatan, Kabul menghabiskan lebih dari 10 tahun untuk mengakhiri pendudukan Moskwa yang dimulai pada Desember 1979.
Baca juga: Jika Terancam, AS Isyaratkan Siap Serbu Lagi Afghanistan
Adapun Iran merupakan negara berpenduduk mayoritas penganut Syiah dan menampung jutaan warga etnis Hazara yang mengungsi dari Afghanistan. Etnis Hazara, yang mayoritas warga Syiah, kerap menjadi sasaran Taliban.
Sejak beberapa tahun ini, Teheran terus mendorong Kabul berunding dengan Taliban. Bahkan, pada Juli ini, Teheran menjadi tuan rumah perundingan perwakilan Taliban dan pemerintah Afghanistan. Teheran mengindikasikan dukungan pelibatan Taliban dalam pemerintahan Afghanistan.
Tinggalkan pola lama
Pembangunan ulang Afghanistan memang membutuhkan biaya besar. Sementara pemanfaatan sumber daya alamnya bisa menghasilkan triliunan dollar AS. Meski aspek ekonominya menggiurkan, bukan hanya itu alasan China, India, Iran, dan Rusia berkomunikasi intensif dengan Afghanistan.
Setelah 20 tahun dikeroyok AS dan sekutunya, Taliban tidak menunjukkan tanda kekalahan. Kala AS dan sekutunya meninggalkan Afghanistan, Taliban meningkatkan serangan dan kendali atas sebagian wilayah di Afghanistan. Meski diragukan banyak pihak, Taliban mengklaim telah mengontrol lebih dari separuh Afghanistan.
Terlepas dari benar tidaknya klaim itu, Taliban jelas kekuatan yang harus diperhitungkan di Afghanistan. Di sisi lain, Taliban juga sadar bahwa mereka tidak bisa mempertahankan pola lama jika ingin kembali berkuasa atau terlibat dalam kekuasaan di Afghanistan.
Shaheen memastikan Taliban tidak akan lagi menampung milisi asing yang membentuk pasukan untuk melancarkan serangan di negara lain. ”Kami tidak akan mengizinkan mereka, perseorangan ataupun kelompok, melawan negara lain, termasuk China. Ini komitmen kami dalam Kesepakatan Doha,” kata Shaheen.
Ia merujuk pada kesepakatan AS-Taliban di Doha pada Februari 2020. Inti kesepakatan itu adalah AS dan sekutunya keluar dari Afghanistan pada 2021. Sementara Taliban tidak lagi menampung milisi atau kelompok teror, seperti pernah dilakukan di masa lalu.
AS menyerbu Afghanistan pada 2001, yang kala itu dikendalikan Taliban, karena Taliban menampung Al Qaeda. Washington menuding Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden, bertanggung jawab atas sejumlah teror di AS pada September 2001.
Baca juga: AS Bersiap Evakuasi Penolong di Afghanistan
Afghanistan juga dituding pernah menampung sejumlah milisi dari Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM). Kelompok itu pernah digolongkan sebagai organisasi teror oleh AS dan masih ditetapkan sebagai organisasi teror oleh China. Beijing menyebut, ETIM adalah kelompok ekstremis yang mengacau keamanan di Xinjiang.
Tak mau campur tangan
Pernyataan Shaheen menunjukkan, Taliban tidak akan mendukung orang Uighur melepaskan Xinjiang dari China. Bagi orang Uighur, mereka adalah orang Turkistan yang berbeda dari etnis Han, warga mayoritas di China.
Rangkaian komunikasi dengan New Delhi juga menunjukkan Taliban tidak mau terlibat dalam konflik Kashmir antara India dan Pakistan. Kala Islamabad-New Delhi baku tembak di Kashmir pada 2019, tidak ada tanda keterlibatan Taliban.
Kashmir memang salah satu alasan India berkomunikasi dengan Taliban. New Delhi tidak mau Lashkar-e-Taiba dan Jaish-e-Muhammad (JeM), kelompok yang berulang kali melancarkan teror di India, memanfaatkan Afghanistan sebagai basis.
India juga tidak mengulangi pengalaman pahit beberapa tahun lalu. Salah satu faksi Taliban, kelompok Haqqani, menyerang kompleks diplomatik India di Kabul pada 2008 dan Herat pada 2014.
India juga tidak ingin Pakistan, tetangga sekaligus musuh bebuyutannya, memanfaatkan Taliban untuk menyerang New Delhi. Selama puluhan tahun, Islamabad mendukung berbagai faksi di Afghanistan. Bahkan, Osama bin Laden dan sejumlah petinggi Taliban diketahui bersembunyi di Pakistan.
Menlu China Wang Yi secara tersirat menyinggung dukungan Pakistan pada milisi di Afghanistan. Karena itu, Wang mengajak Islamabad menjaga keamanan kawasan dengan mewujudkan perdamaian di Afghanistan. ”Masalah Afghanistan adalah tantangan bagi China dan Pakistan,” ujarnya.
Wang mengatakan, Beijing sangat mendukung resolusi konflik dan perwujudan perdamaian di Afghanistan. Menlu Iran Mohammad Javad Zarif juga berpendapat senada. Sembari memuji ketangguhan Taliban melawan AS dan sekutunya, ia menekankan penting bagi Taliban menerima solusi politik dan mewujudkan perdamaian di Afghanistan. Meski pasukan masing-masing tetap baku serang di Afghanistan, perwakilan pemerintah dan Taliban sepakat perang tidak akan menyelesaikan masalah Afghanistan.
Baca juga: Mencegah Perang Kelima India-Pakistan
Iran mau menjadi penengah karena memiliki kepentingan atas perdamaian Afghanistan. Iran-Afghanistan berbagi perbatasan hampir 1.000 kilometer. Konflik di Afghanistan, seperti terjadi puluhan tahun ini, antara lain, menghasilkan jutaan pengungsi ke Iran.
Teheran termasuk salah satu pihak yang menyadari perdamaian di Afghanistan sulit dicapai tanpa melibatkan Taliban. Komunikasi dengan Taliban pun dilakukan Iran, juga Rusia, dilakukan untuk mencegah kebangkitan Negara Islam di Khurasan (ISK) di Afghanistan.
Dengan menyokong Taliban, ISK tidak punya peluang untuk berkembang. Meski pernah menampung Al Qaeda yang melahirkan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) serta berbagai wilayah lain, Taliban kini makin kerap saling serang dengan milisi lain.
Moskwa dan Teheran telah menghabiskan bertahun-tahun dan dana miliaran dollar AS untuk melawan milisi NIIS di Suriah dan Irak. Mereka tidak mau ada kelompok serupa di negara lain. (AFP/REUTERS)