Industri Vaksin India Fokus ke Dalam Negeri, Pasokan untuk Covax Terkendala
Pemerintah India memesan lagi 660 juta dosis vaksin kepada SII dan Bharat Biotech untuk memvaksin rakyatnya. Pasokan vaksin asal India, untuk dunia, melalui mekanisme Covax kemungkinan bakal kembali tertunda.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
NEW DELHI, SABTU — Pemerintah India memesan 660 juta dosis vaksin untuk mempercepat vaksinasi warganya pada bulan Agustus-Desember mendatang. Inda menargetkan, memvaksin lebih kurang 1 miliar penduduknya di akhir tahun. India, negara produsen vaksin terbesar di dunia, hingga kini diperkirakan baru memvaksin 8 persen—sekitar 75,52 juta warga—dari total 944 juta warga yang menjadi target vaksinasi.
Untuk memenuhi kebutuhan vaksin di dalam negeri dan mengejar target tersebut, Pemerintah India telah memesan 375 juta dosis Covishield, nama lokal AstraZeneca yang diproduksi Institut Serum India, dan 285 juta dosis Covaxin yang diproduksi Bharat Biotech.
Jumlah pemesanan baru itu menyusul laporan dari pemerintah negara bagian tentang kurangnya pasokan vaksin. Banyak pusat vaksinasi di sejumlah negara bagian tutup karena kekurangan vaksin.
Kementerian Kesehatan India dan Bharat Biotech tidak menjawab permintaan konfirmasi atas informasi tentang pemesanan itu.
Rijo John, profesor bidang ekonomi kesehatan pada Rajagiri College of Social Sciences, mengatakan, kekurangan vaksin akan terus terjadi. Rata-rata harian vaksinasi di seluruh India akan berada di bawah 4 juta dosis per hari. Hanya sekali, pada 21 Juni lalu, 9,1 juta dosis vaksin disuntikkan kepada warga di India.
Untuk kebutuhan dalam negeri, dikutip dari laman BBC, Pemerintah India menargetkan dua produsen vaksin terbesar itu bisa memproduksi sekitar 2 miliar dosis vaksin hingga akhir 2021. Dengan perhitungan setiap orang yang wajib divaksin mendapatkan dua dosis vaksin, angka 2 miliar dosis vaksin dianggap mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Saat terjadi kenaikan kasus pada Mei lalu, Pemerintah India memesan vaksin yang diproduksi oleh SII dan Bharat Biotech sebanyak 356 juta dosis. Namun dengan kapasitas produksi yang terbatas, tidak semua permintaan itu bisa dipenuhi oleh keduanya.
SII, dikutip dari BBC, juga ditargetkan bisa menyediakan 500 juta dosis vaksin untuk didistribusikan ke negara-negara melalui platform vaksin Covax. Akan tetapi, melihat kondisi internal di India, mereka—dengan terpaksa—tidak bisa mengekspor vaksin. Sejak Maret lalu, tidak ada vaksin yang dikirimkan ke luar negeri. Apabila sesuai rencana, ada sekitar 190 juta vaksin mulai dikirim ke luar negeri pada Juni 2021.
”Sayangnya, kita berada pada situasi tidak mengetahui dengan pasti kapan keseluruhan vaksin itu akan terwujud,” kata Gian Gandhi, Koordinator Vaksin Covax Unicef.
Kepada Pemerintah India, SII baru-baru ini memberitahukan bahwa kapasitas produksi mereka akan menjadi 100 juta dosis per bulan Juni. Bharat Biotech juga mengindikasikan hal yang sama, naik menjadi 80 juta dosis per bulan mulai Agustus 2021. Untuk keperluan itu, manajemen Bharat Biotech mengakusisi sebuah fasilitas produksi vaksin di Gujarat, Ankleshwar, agar bisa memenuhi target angka produksi.
Akan tetapi, semua itu bergantung pada suplai bahan baku vaksin yang diimpor dari luar negeri, termasuk Amerika Serikat. Pada awal 2021, SII dan Bharat Biotech terpukul setelah Presiden AS Joe Biden menerapkan aturan Ketahanan Produksi AS (US Defense Production act). Aturan itu mengutamakan bahan baku vaksin hanya untuk kebutuhan dalam negeri AS. Negosiasi alot sempat terjadi dan Pemerintah AS memberikan lampu hijau untuk menyediakan bahan baku, khusus untuk produksi vaksin di India.
Hanya saja, kondisi itu tidak membaik. SII menyatakan masih menghadapi kendala kekurangan bahan baku pembuat vaksin. Kondisi itu membuat mereka tidak bisa mengekspor vaksin setidaknya hingga akhir tahun.
Dr Sarah Schiffling, pakar rantai pasok vaksin pada Universitas John Moores di Liverpool, mengatakan, kondisi sekarang sangat kompleks. ”Ketika permintaan (global) sangat tinggi, pemasok baru tidak dapat muncul secepat yang mereka lakukan di beberapa industri lain atau setidaknya pemasok baru itu tidak akan dipercaya,” katanya.
Data yang dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri India, pengiriman vaksin melalui mekanisme Covax terakhir dilakukan pada 16 April 2021 ke Suriah. Sebanyak 256.800 dosis vaksin dikirim ke negara itu. Belum ada data terbaru yang diunggah hingga saat ini.
Penularan di Afrika terus naik
Selain isu vaksin, angka kasus baru yang kembali menanjak membuat banyak pihak prihatin. Afrika kini tengah berhadapan dengan kemungkinan bencana yang lebih besar akibat kenaikan kasus infeksi Covid-19 dan kekurangan vaksin. Data Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) memperlihatkan, terjadi kenaikan hingga 43 persen laju kematian akibat infeksi Covid-19 di benua yang berpenduduk sekitar 1,3 miliar jiwa ini.
”Kematian meningkat tajam selama lima minggu terakhir. Ini adalah tanda peringatan yang jelas bahwa rumah sakit di negara-negara yang paling terkena dampak mencapai titik puncaknya,” kata Dr Matshidiso Moeti, Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Afrika, dikutip dari laman WHO Afrika.
Angka kematian akibat Covid-19 dalam sepekan terakhir mencapai 6.273 jiwa, naik hampir 2.000 kematian dibandingkan pekan sebelumnya, yaitu 4.384 jiwa. Lima negara, yaitu Namibia, Afrika Selatan, Tunisia, Uganda, dan Zambia, menyumbang 83 persen kasus kematian akibat Covid-19. Persentase kematian di benua ini adalah 2,6 persen atau lebih tinggi dari angka global, yaitu 2,2 persen.
Moeti mengatakan, peningkatan angka kematian disebabkan meluasnya serangan varian Delta yang tidak dibarengi dengan kesiapan sistem kesehatan yang memadai, termasuk di dalamnya masalah ketersediaan tenaga kesehatan hingga persediaan oksigen. WHO menyebut, varian Delta telah terdeteksi di 21 negara Afrika.
Jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit telah meningkat pesat. Menurut Moeti, peningkatan terjadi di enam negara dan mereka menghadapi kekurangan tempat tidur untuk perawatan intensif. Permintaan oksigen medis naik hingga 50 persen dibanding periode yang sama tahun 2020.
”Prioritas nomor satu untuk negara-negara Afrika adalah meningkatkan produksi oksigen untuk membantu pasien yang kritis,” kata Dr Moeti.
Untuk menahan laju infeksi, WHO berharap vaksinasi bisa berlangsung dengan cepat dan masif di Afrika. Namun, minimnya pasokan vaksin membuat Afrika baru mampu memvaksin 18 juta warga atau hanya 1,5 persen dari total populasi Afrika.
AS, melalui mekanisme Covax, mengumumkan pengiriman 25 juta dosis vaksin ke Afrika mulai Jumat (16/7/2021). Tiga negara, yaitu Burkina Faso, Djibbouti, dan Etiopia, akan menerima dosis vaksin pertama yang terdiri dari vaksin Moderna, Pfizer, dan Johnshon & Johnson. Untuk tahap pertama, Djibouti dan Burkina Faso akan menerima 151.200 dosis Johnson & Johnson. Sementara Etiopia akan menerima 453.600 dosis.
”Dalam kemitraan dengan Uni Afrika dan Covax, Amerika Serikat menyumbangkan 25 juta vaksin Covid-19,” kata Gayle Smith, koordinator Departemen Luar Negeri AS untuk Covid-19 dan kesehatan global.
AS juga membeli 500 juta vaksin Pfizer-BioNTech untuk didistribusikan ke Uni Afrika dan 92 negara miskin. Pada KTT G7 baru-baru ini di Inggris, mitra AS setuju untuk menyumbangkan 500 juta dosis lagi. (AFP/REUTERS)