Bom Waktu Ketidakpuasan Masyarakat Halangi Penanganan Pandemi Covid-19
Meningkatnya kembali kasus baru yang dipicu penyebaran varian Delta membuat banyak negara kembali menerapkan pembatasan. Organisasi Kesehatan Dunia pun mendorong untuk waspada.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
GENEVA, JUMAT — Gejolak di masyarakat global akibat berbagai krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 semakin mempersulit penanganan penyebaran virus SARS-Cov-2 di skala dunia. Padahal, risiko penularan semakin meningkat dengan perkiraan kemunculan galur-galur baru serta kemungkinan adanya wabah penyakit lainnya.
”Dunia dalam kondisi yang tidak seimbang. Ada negara yang sudah percaya diri melonggarkan pembatasan dan memulihkan ekonomi. Namun, untuk negara-negara berkembang, penularan sangat tinggi dan tanpa perlindungan vaksin,” kata Ketua Komisi Darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Didier Houssin di Geneva, Swiss, Kamis (15/7/2021).
Ia menuturkan, benang merah di semua negara ialah menurunnya kepercayaan publik kepada pemerintah masing-masing. Hal ini mengakibatkan proses penanganan pandemi di dalam negeri tidak maksimal dan akan berimbas pada keajekan penanganan pandemi global. Pekan ini, WHO mencatat ada 540.000 kasus positif baru di seluruh dunia. Angka total kematian akibat Covid-19 kini menjadi 4 juta jiwa.
Pasalnya, ada negara yang telah membuka kembali penerbangan internasional, tetapi banyak negara yang mengalami kenaikan kasus, sementara pilihan untuk penutupan atau karantina wilayah (lockdown) kian sulit dilakukan oleh sejumlah negara karena ingin menghindari pecahnya protes ataupun kekerasan oleh masyarakat. Akibatnya, terjadi kebijakan buka-tutup wilayah serta masih bisa menyusupnya virus korona ke negara-negara yang selama ini tampak mumpuni mencegah terjadinya menularan, seperti di Australia dan Taiwan.
Saat ini, ada empat galur utama penyebab pandemi Covid-19, yaitu Alfa, Beta, Gamma, dan Delta. Galur Delta yang berasal dari India kini merupakan galur penginfeksi nomor satu di dunia. Akan tetapi, Houssin mengingatkan, bahwa mutasi virus korona tidak akan berhenti dan seluruh dunia harus bersiap menghadapi munculnya tipe-tipe baru Covid-19.
”Protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun serta air mengalir tetap merupakan kunci pencegahan. Rutin melakukan pengetesan masyarakat, pelacakan kontak erat secara mendalam, dan vaksinasi adalah kunci penanganan. Setiap aspek tidak bisa berdiri sendiri,” tutur Houssin.
WHO menganalisis, setidaknya 10 persen penduduk di setiap negara harus bisa diimunisasi Covid-19 per akhir tahun 2021. Oleh sebab itu, produksi vaksin harus digenjot. Negara-negara kaya tidak boleh lagi menimbun vaksin, melainkan agar lekas disebarkan ke tempat-tempat yang membutuhkan.
Salah satu contoh benua yang kekurangan vaksin adalah Afrika. Di 21 negara benua ini, angka kematian naik 43 persen dalam satu pekan dari 4.384 kematian menjadi 6.273 kematian. Tercatat di seluruh Afrika ada 6 juta kasus positif, angka ini adalah puncak gunung es karena ada banyak wilayah yang belum mampu melakukan pelacakan kasus.
”Proses imunisasi Covid-19 lama sekali. Baru 3 persen penduduk Benua Afrika yang sudah disuntik vaksin. Rumah sakit dan tenaga kesehatan ambruk, kekurangan oksigen terjadi di mana-mana,” kata Ketua Perwakilan WHO di Afrika Matshidiso Moeti dari Brazzaville, Kongo.
Ekonomi
Masalah kian pelik karena Covid-19 menyebabkan krisis ekonomi di seantero Afrika. Sebanyak 25-30 juta penduduknya kini menganggur dan 40 juta orang terperosok ke dalam jurang kemiskinan. Tanpa penanganan yang cepat dan komprehensif, situasi ini akan menjadi bom waktu.
Bahkan, di negara maju, seperti Australia, juga kewalahan. Saat ini, kota Sydney dan Melbourne menerapkan penguncian wilayah. Sebanyak 12 juta penduduk diperintahkan tetap di rumah, jumlah ini setara dengan 40 persen penduduk Benua Kanguru. Menteri Utama Negara Bagian Victoria Daniel Andrews mengatakan kepada BBC, karantina wilayah memang membuat beban ekonomi, tetapi menyelamatkan nyawa manusia lebih penting, apalagi proses imunisasi di Australia lamban dan baru 12 persen penduduknya yang telah disuntik.
Di Brasil, tempat Covid-19 telah memakan korban 538.942 jiwa dan menginfeksi 19 juta penduduknya sejak awal pandemi, proses imunisasi terus dikebut. Kepada harian The Rio Times, Menteri Kesehatan Marcelo Queiroga menjanjikan Brasil memiliki cukup vaksin untuk mengimunisasi semua penduduk berusia 18 tahun ke atas per akhir 2021. (AFP/DNE)