Situasi yang berkembang di Afrika Selatan karena pemenjaraan mantan Presiden Jacob Zuma menjadi ujian bagi penegakan hukum pascaruntuhnya apartheid.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
JOHANNESBURG, SELASA — Sedikitnya 32 orang tewas akibat kekerasan di pusat ekonomi Afrika Selatan beberapa hari ini. Korban bertambah 22 orang, Selasa (13/7/2021). Tentara diturunkan untuk membantu polisi meredam kerusuhan dan mengakhiri penjarahan di dua pusat ekonomi dan bisnis.
Kerusuhan dan penjarahan memburuk di Provinsi KwaZulu-Natal dan Provinsi Gaunteng saat mantan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma mengajukan banding di pengadilan tinggi di Johannesburg, Senin (12/7). Dia naik banding atas putusan pengadilan pada 29 Juni lalu yang memvonisnya 15 bulan penjara.
Kerusuhan, penjarahan, dan kekerasan yang kini menjalar ke beberapa wilayah Afrika Selatan bermula dari demonstrasi menentang pemenjaraan Zuma tersebut. Dia divonis penjara karena sikapnya dinilai hakim melecehkan pengadilan.
Zuma menjabat presiden selama 9 tahun (2009-2018) sebelum digantikan Cyril Ramaphosa. Zuma kini menghadapi banyak kasus, termasuk dugaan korupsi.
Pemenjaraan Zuma adalah hasil proses hukum yang dilihat sebagai ujian bagi Afrika Selatan pasca-apartheid dalam menegakkan supremasi hukum, termasuk terhadap politisi berpengaruh.
Tewas terinjak
Menteri Besar KwaZulu-Natal Sihle Zikalala, saat konferensi pers, Selasa, mengatakan, kerusuhan yang diwarnai kekerasan di wilayahnya telah menewaskan 26 orang. Sehari sebelumnya, beberapa pejabat juga mengatakan enam orang tewas di Gaunteng. Total menjadi 32 orang tewas.
Zikalala mengatakan, banyak korban tewas karena kekacauan saat sejumlah orang menjarah makanan, peralatan listrik, minuman keras, dan pakaian dari pusat ritel. ”Banyak dari mereka meninggal karena terinjak-injak saat orang menjarah barang-barang,” katanya.
Presiden Ramaphosa telah mengerahkan pasukan sejak Senin (12/7) untuk membantu polisi dalam menghentikan penjarahan. KwaZulu-Natal—wilayah asal Zuma—adalah pusat kerusuhan.
Para pejabat keamanan Afrika Selatan, Selasa, mengatakan, pemerintah sedang berusaha keras untuk memastikan bahwa aksi protes yang diwarnai kekerasan itu tidak menyebar lebih jauh. Penduduk diperingati bahwa mereka tidak diizinkan untuk ”mengolok-olok negara demokrasi kita”.
Para perusuh menjarah toko-toko dan melempari polisi dengan batu pada Selasa. Polisi membalasnya dengan menembakkan peluru karet. Aksi protes yang dipicu oleh pemenjaraan Zuma telah menyebar ke seluruh Afrika Selatan.
Menteri Kepolisian Bheki Cele mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan penjarahan, perusakan, dan melakukan tindakan pidana lainnya. Dia memperingatkan para perusuh akan ditindak jika menghentikan kekerasan dan penjarahan. Sekitar 757 orang telah ditangkap.
Militer pada Selasa juga menurunkan 2.500 tentara karena jumlah personel polisi terbatas di pusat bisnis KwaZulu-Natal dan Gauteng. Johannesburg, kota terbesar di Afrika Selatan, berada di Gaunteng. Pusat bisnis, toko-toko, pompa bensin, dan gedung pemerintah terpaksa ditutup.
Pelibatan tentara dalam mengakhiri kerusuhan dan penjarahan bukan tanpa masalah. Setiap konfrontasi dengan tentara berisiko memicu tuduhan oleh Zuma dan para loyalisnya. Mereka bisa mengklaim sebagai korban tindakan keras bermotif politik oleh Ramaphosa, pengganti Zuma.
Menurut Reuters, aksi protes tidak saja dipicu oleh pemenjaraan Zuma. Protes juga dipicu oleh frustrasi atas kemiskinan, ketidaksetaraan, dan krisis ekonomi akibat pembatasan Covid-19.
Krisis telah memperlebar jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Meningkatnya pengangguran telah membuat orang semakin putus asa. Angka pengangguran naik ke rekor tertinggi baru, 32,6 persen, di kuartal pertama tahun 2021.
”Apa yang kita saksikan saat ini adalah tindakan kriminalitas oportunistik. Ada sekelompok orang yang memicu kekacauan hanya sebagai kedok untuk penjarahan dan pencurian,” kata Ramaphosa.
Meski kerusuhan meluas dan telah memakan korban, Menteri Pertahanan Nosiviwe Mapisa-Ngakula mengatakan belum akan memberlakukan keadaan darurat. (AP/AFP/REUTERS)