Jerman tak mau ketinggalan dalam persaingan antariksa dan meresmikan pusat komando sendiri. Tujuan komando antariksa untuk melindungi satelit-satelit militer maupun sipil Jerman dari segala bentuk serangan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
UEDEM, SELASA — Jerman menyusul sekutunya, Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis, membuka komando antariksa yang berada di bawah militer negara tersebut. Tujuannya ialah memastikan keamanan antariksa, terutama dari dominasi Rusia dan China yang dicemaskan oleh negara-negara Barat.
Komando itu berada di kota Uedem, di dekat perbatasan dengan Belanda. Sama seperti Inggris dan Perancis, komando antariksa Jerman berada di bawah naungan angkatan udara. AS adalah satu-satunya negara yang memiliki komando antariksa sendiri, setara dengan angkatan udara, angkatan laut, dan angkatan darat.
”Diskusi soal pengembangan komando antariksa sudah cukup lama. Kini, rencana kita untuk memastikan keamanan luar angkasa bisa diwujudkan,” kata Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer ketika meresmikan komando itu, Selasa (13/7/2021) pagi waktu setempat.
Kramp-Karrenbauer merujuk kepada pertemuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tahun 2019. Di sana, NATO menyepakati ada lima bidang operasional keamanan zaman sekarang, yaitu darat, air, udara, siber, dan luar angkasa.
Uni Eropa (UE) sebagai kawasan menolak untuk membuat komando antariksa kolektif karena UE bukan kesatuan militer. Akan tetapi, negara-negara anggotanya bebas untuk mengembangkan sendiri komando antariksa sebagai unit militer tersendiri ataupun masih di bawah naungan angkatan udara masing-masing.
”Khusus untuk Jerman, tujuan komando antariksa ialah melindungi satelit-satelit militer maupun sipil Jerman dari segala bentuk serangan, baik fisik maupun peretasan,” tutur Kramp-Karrenbauer.
Selain itu, Jerman juga akan proaktif mengelola antariksa, terutama wilayah orbit Bumi rendah (LEO) atau setara ketinggian 2.000 kilometer dari permukaan laut. LEO kini dipadati oleh satelit.
Lembaga pengolahan data antariksa, Seradata, melaporkan bahwa di LEO saat ini ada 5.000 satelit aktif dan 3.400 bangkai satelit, yaitu satelit-satelit yang sudah habis masa pakainya. Kemunculan berbagai perusahaan swasta yang mampu membuat satelit sendiri kian memenuhi LEO.
Perkiraannya, dalam tiga tahun LEO akan terlalu sesak dan satelit-satelit bisa bertabrakan. Bulan lalu, tercatat ada dua satelit yang lewat dengan selisih jarak hanya 10 meter. Komando antariksa Jerman sendiri kini tengah memetakan 30.000 puing satelit. Meskipun rata-rata puing ini diameternya hanya 10 sentimeter, bisa mengakibatkan kerusakan parah di satelit aktif apabila berbenturan.
Kemunculan pusat-pusat komando militer antariksa di negara-negara Barat dalam dua tahun ini akibat kecemasan terhadap Rusia dan China. Kedua negara tersebut memiliki komando antariksa masing-masing. Pada 2018, Pemerintah Perancis menuduh Rusia berupaya meretas satelit militer milik Perancis.
Oleh sebab itu, pada 2019, AS, Inggris, dan Perancis meresmikan pusat komando masing-masing. Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly, saat meresmikan komando milik negaranya, mengungkapkan bahwa militer bersama perusahaan aeronautika Thales tengah mengembangkan satelit-satelit kecil bersenjatakan laser.
”Rencananya akan diluncurkan di tahun 2023 untuk berpatroli melindungi satelit-satelit Perancis ataupun pihak yang membutuhkan,” ujar Parly.
Insiden kedua terjadi pada Juli 2020 ketika AS dan Inggris menuduh Rusia mengujicobakan peluru kendali di antariksa. Rudal itu ditembakkan dari satelit ke ruang kosong. Namun, AS dan Inggris mengatakan Rusia sengaja pamer kekuatan bahwa mereka memiliki senjata yang bisa menghancurkan satelit negara lain.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menanggapi tuduhan itu dengan pernyataan bahwa Rusia mendukung demiliterisasi antariksa. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh China yang sedang gencar-gencarnya membangun Stasiun Luar Angkasa Tiangong serta mengirim astronot mereka ke luar angkasa. (AP/REURTERS)