Singapura-Australia Kirim Peralatan Kesehatan ke Indonesia
Singapura dan Australia mengirim bantuan peralatan kesehatan untuk penanganan Covid-19 ke Indonesia. Sejumlah negara juga telah menawarkan bantuan serupa ke Indonesia.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
SINGAPURA, JUMAT — Sejumlah peralatan kesehatan untuk penanganan Covid-19 tiba dari Singapura dan Australia, Jumat (9/7/2021). Tambahan kapasitas pelayanan kesehatan ini merupakan bentuk kerja sama bilateral antara Indonesia dan kedua negara tersebut.
Dari Singapura, bantuan dikirim menggunakan dua pesawat Lockheed C-130 Hercules dari Pangkalan Udara Paya Besar. Hadir dalam acara tersebut Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura Suryopratomo.
”Ini merupakan bentuk kesetiakawanan Singapura terhadap Indonesia, tetangga sekaligus sahabat. Selama satu setengah tahun ini kita bersama-sama berjuang melawan pandemi Covid-19,” kata Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan dalam pidatonya seperti dikutip dari laman resmi Kemlu Singapura. Pada tahun 2020, Singapura juga mengirim bantuan alat-alat pengetesan Covid-19.
Bantuan berupa, antara lain. alat pelindung diri, ventilator, konsentrator oksigen, dan silinder oksigen. Pengiriman dilakukan melalui kerja sama antara Angkatan Bersenjata Singapura dan TNI. Selain melalui jalur udara, pengiriman peralatan kesehatan rencananya juga akan dikirim memakai kapal induk Angkatan Laut Singapura.
”Mungkin banyak masyarakat tidak tahu bahwa ketika Singapura membuka berbagai posko kesehatan untuk pengendalian Covid-19, Indonesia mengirim bantuan berupa perabotan dan peralatan kerja. Kerja sama mengatasi pandemi ini wujudnya lebih luas daripada bantuan alat-alat kesehatan,” tutur Balakrishnan.
Mengutip siaran pers Kementerian Luar Negeri RI, bantuan peralatan kesehatan dari Singapura yang sudah tiba Jumat ini adalah 200 ventilator, 256 tabung oksigen kosong kapasitas 50 liter, masker, sarung tangan, alat pelindung diri, tutup kepala, dan alat kesehatan lainnya.
Pemerintah Indonesia juga membeli sejumlah peralatan kesehatan dari Singapura, di antaranya 10.000 unit konsentrator oksigen. Sebanyak 30 unit telah tiba bersama dengan bantuan Pemerintah Singapura pada Jumat ini. Sisanya akan disusulkan kemudian.
Sementara bantuan 1.000 ventilator dari Pemerintah Australia, masih mengutip siaran pers yang sama, dijadwalkan tiba Jumat ini. Hal ini juga merupakan bentuk dukungan kerja sama dari Australia untuk Indonesia.
Indonesia juga telah menerima tawaran bantuan dari sejumlah negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Inggris, Uni Emirat Arab, India, China, dan entitas internasional lainnya. Wujudnya berupa vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan lainnya.
Pemerintah Indonesia mengapresiasi tawaran bantuan tersebut. Kerja sama dan kolaborasi adalah prinsip yang terus dikedepankan agar dunia dapat segera keluar dari pandemi ini secara bersama. ”No one is safe until everyone is,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam berbagai kesempatan.
Pengiriman bantuan tersebut merupakan respons atas permintaan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Awal pekan ini, ia mengungkapkan telah menghubungi China dan Singapura untuk meminta bantuan oksigen. Lonjakan kasus positif Covid-19 di dalam negeri membuat Indonesia kekurangan oksigen.
Sejumlah rumah sakit, misalnya di Jawa Tengah, hanya memiliki stok oksigen cukup untuk tiga hari ke depan. Stok dari produsen kosong karena tingginya permintaan. Data per 1 Juli mengungkapkan, kebutuhan oksigen harian di Indonesia adalah 868.202 meter kubik. Perkiraannya, pada akhir Juli, kebutuhan meningkat hingga 1.700 ton per hari (Kompas.id, 9 Juli 2021).
Data per 9 Juli menunjukkan. ada penambahan 38.391 kasus. Pemerintah tengah menyiapkan skenario darurat apabila kasus harian mencapai 40.000 kasus. Menurut Luhut, hal tersebut tampaknya bisa dihindari karena TNI dan Polri dinilai sudah cukup baik mengawasi pembatasan di Jawa, Bali, dan sejumlah daerah lain.
Permasalahannya, sudah enam hari pembatasan di Jawa dan Bali berlangsung. Namun, penurunan pergerakan masyarakat tidak sampai 50 persen. Pemerintah meramu ulang definisi sektor esensial karena banyak kantor memakai kategori tersebut untuk tidak menerapkan bekerja dari rumah.
Sektor esensial pertama adalah produksi dan pelayanan bidang energi, logistik, pangan, petrokimia, bahan bangunan, obyek vital strategis nasional, proyek strategis nasional, konstruksi, dan utilitas dasar. Bidang-bidang ini boleh menerapkan 100 persen kerja di lapangan. Akan tetapi, di kantor bidang-bidang tersebut hanya boleh maksimal 25 persen.
Kedua adalah sektor keuangan, perbankan, pasar modal, sistem pembayaran teknologi dan komunikasi, dan perhotelan yang diberi kuota 50 persen untuk bekerja dari kantor dengan protokol kesehatan ketat. Industri ekspor dibatasi 10 persen bekerja di kantor.