Pfizer mengajukan otorisasi vaksin dosis ketiga untuk membantu peningkatan kekebalan tubuh atas virus SARS-CoV-2 varian Delta yang kini mendominasi penularan di AS. Namun, masih banyak warga AS yang belum divaksin.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Perusahaan farmasi Pfizer-BioNTech tengah mencoba mendapatkan otorisasi dari Pemerintah Amerika Serikat agar bisa memberikan dosis ketiga vaksin mereka untuk meningkatkan imunitas tubuh penggunanya. Suntikan ketiga dalam jangka waktu 12 bulan diyakini akan memberikan tambahan imunitas penggunanya menghadapi virus SARS-CoV-2 yang terus bermutasi dan menjadikannya lebih berbahaya.
Mikael Dolsten, Presiden Divisi Penelitian dan Pengembangan Pfizer, Kamis (9/7/2021), mengatakan, data awal dari penelitian mereka memperlihatkan tingkat antibodi para sukarelawan melonjak 5-10 kali lipat setelah mendapat suntikan vaksin untuk ketiga kalinya dibandingkan dengan pengguna yang hanya mendapatkan dua dosis vaksin. Dolsten berharap, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) bisa mengeluarkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk dosis ketiga pada Agustus mendatang.
Data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menyebutkan, kasus infeksi baru Covid-19 yang terjadi di AS saat ini didominasi varian Delta yang pertama kali terdeteksi di India pada Desember 2020. Lebih dari 51,7 persen kasus baru disebabkan varian ini dan 28,7 persen disebabkan oleh varian Alpha yang terdeteksi pertama kali di Inggris.
Saat ini baru sekitar 48 persen dari populasi AS yang sepenuhnya divaksin. Beberapa wilayah dan negara bagian yang memiliki tingkat imunisasi rendah menjadi pusat penularan baru, terutama yang disebabkan oleh varian Delta.
”Peningkatan pesat ini meresahkan. Beberapa pekan lalu, varian Delta menyumbang lebih dari 25 persen kasus dan kini telah lebih dari 50 persen. Bahkan, di beberapa tempat melebihi angka 80 persen, seperti di wilayah Midwest,” kata Dr Rochelle Walensky, Direktur CDC.
Dolsten mengatakan, data studi awal yang dilakukan di Inggris dan Israel menunjukkan, vaksin yang mereka kembangkan dengan perusahan bioteknologi Jerman, BioNTech, memiliki kemampuan menetralisasi varian Delta dengan sangat baik. Asumsi dari hasil penelitian awal itu, kata Dolsten, saat antibodi turun cukup rendah, varian Delta bisa kembali menyebabkan infeksi ringan sebelum sistem kekebalan menyerang kembali virus tersebut di dalam tubuh, menetralisasinya.
Namun, otorisasi dari FDA nantinya dinilai hanya sebagai langkah pertama karena tidak semua warga AS akan mendapatkan vaksin dosis ke tiga. Ahli vaksin dari Pusat Medis Universitas Vanderbilt, Dr William Schaffner, mengatakan, otoritas kesehatan harus memutuskan apakah seseorang bisa mendapatkan penguat (booster) atau tidak karena jutaan warga AS masih belum mendapatkan perlindungan.
Dia menyatakan, vaksinasi dirancang untuk menjauhkan seseorang dari rumah sakit. Pemerintah dan otoritas kesehatan harus terus melakukannya meski varian Delta merebak. Memberikan dosis ketiga dinilainya akan mengorbankan upaya lain yang tengah dijalani, terutama karena pemerintah dan otoritas kesehatan tengah berupaya agar seluruh warga AS mendapatkan dosis pertama vaksin.
Beberapa jam setelah pengumuman Pfizer, pejabat kesehatan AS mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa orang Amerika yang divaksinasi sepenuhnya belum membutuhkan booster. Dalam pernyataan bersama, FDA dan CDC mengatakan, badan-badan kesehatan AS terlibat dalam proses ketat berbasis ilmu pengetahuan/sains untuk mempertimbangkan apakah atau kapan booster mungkin diperlukan.
Pekerjaan itu akan mencakup pengolahan data dari perusahaan obat. Namun, tidak bergantung sepenuhnya pada data dari perusahaan saja. ”Keputusan apa pun tentang suntikan booster hanya akan terjadi ketika ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa itu diperlukan,” kata badan tersebut.
Perlindungan oleh vaksin
Para ahli kesehatan kembali menekankan pentingnya vaksinasi bagi setiap penduduk dunia untuk menghadapi virus SARS-CoV-2 yang kini bermutasi menjadi beberapa varian atau galur. Penelitian terbaru Institut Pasteur, Perancis, memperlihatkan dua dosis vaksin memberikan perlindungan yang memadai untuk menetralisasi virus di dalam tubuh.
Dalam tes laboratorium, darah dari beberapa lusin orang yang hanya mendapatkan satu dosis vaksin, yaitu Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca-Universitas Oxford, hampir tidak menahan laju varian Delta untuk menyerang fungsi internal organ tubuh. Namun, dalam hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature itu, setelah berminggu-minggu mendapatkan suntikan dosis kedua, hampir semua sampel darah para sukarelawan memperlihatkan adanya kekebalan yang cukup kuat untuk menetralisasi virus varian Delta.
Para peneliti Perancis juga melakukan pengujian terhadap orang-orang yang tidak divaksinasi dan selamat dari serangan virus SARS-CoV-2. Di dalam diri mereka ditemukan adanya antibodi dalam jumlah dan kekuatan empat kali lipat lebih kuat menghadapi mutasi virus yang baru.
Meski begitu, penyuntikan satu dosis vaksin telah secara dramatis meningkatkan tingkat antibodi mereka yang memicu perlindungan silang terhadap varian delta dan dua mutan lainnya. Vaksinasi terhadap para penyintas Covid-19 mendukung rekomendasi ahli kesehatan masyarakat agar mereka divaksinasi daripada hanya mengandalkan kekebalan alami.
Eksperimen laboratorium menambah data riil bahwa mutasi varian Delta tidak menghindari vaksin yang paling banyak digunakan di negara-negara Barat tersebut. Akan tetapi, eksperimen itu menggarisbawahi pentingnya vaksinasi secara masif di seluruh dunia sebelum virus berkembang lebih jauh.
Penelitian para ahli di Inggris juga menemukan tingginya tingkat perlindungan vaksin terhadap penggunanya setelah mendapatkan dua dosis vaksin Pfizer. Mereka menemukan bahwa dua kali vaksinasi telah memberikan perlindungan hingga 96 persen terhadap warga yang terinfeksi varian Delta yang dirawat dan 88 persen efektif menghadapi infeksi simptomatik. Hasil serupa digaungkan oleh para peneliti di Kanada.
Namun, sebuah penelitian di Israel menunjukkan perlindungan dua dosis vaksin terhadap infeksi varian Delta hanya 64 persen.
Di AS, tingkat kasus telah meningkat selama berminggu-minggu dan tingkat rawat inap mulai naik, meningkat 7 persen dibandingkan dengan rata-rata tujuh hari sebelumnya. Namun, kematian rata-rata tetap turun yang menurut beberapa ahli setidaknya sebagian karena tingkat vaksinasi yang tinggi pada orang berusia 65 tahun ke atas, yang termasuk di antara warga yang paling rentan. (AP)