Menyambut Peluang Baru di Kenya
Meski dianggap suram, Kenya sejatinya adalah negeri yang indah, potensial, terbuka, dan memiliki jalinan kerja sama yang baik dengan Indonesia.
Ketika menyebut Kenya, negara di Tanduk Afrika, selalu terbayang wajah suram kawasan itu. Namun, Kenya sejatinya negeri yang indah, potensial, terbuka, dan memiliki jalinan kerja sama yang baik dengan Indonesia. Bahkan Kenya kini bersiap membuka kedutaan besar di Jakarta.
Hubungan diplomatik Indonesia-Kenya telah dimulai 42 tahun lalu, tepatnya sejak Juli 1979. Namun, hingga tahun 1982, hubungan atau kerja sama dengan Kenya masih diemban KBRI Dar Es Salaam, Tanzania. Kedutaan Besar Indonesia di Nairobi, ibu kota Kenya, baru beroperasi pada April 1982.
M Hery Saripudin, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Kenya, Somalia, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo yang berkedudukan di Nairobi, Kamis (1/7/2021), mengatakan, posisinya secara diplomatik sangat unik. Selain menangai isu-isu bilateral, dia juga menangani isu multilateral. Hery merangkap sebagai Wakil Tetap RI untuk UNEP dan UN Habitat, dua lembaga internasional yang berbasis di Nairobi.
Ada sejumlah aset diplomasi penting Indonesia yang bisa dieksplorasi lebih lanjut untuk peningkatan hubungan bilateral dengan Kenya. ”Kedua negara ini sejatinya bertetangga karena disatukan, bukan dipisahkan, oleh Samudera Hindia. Itu berpulang pada beberapa abad lalu, saat musafir Muslim dari Maroko, Ibnu Batutah, mengunjungi Mombasa,” kata Dubes Hery memulai sejarah kedekatan hubungan Indonesia-Kenya.
Ibnu Batutah pada 1331 pernah berkunjung ke Mombasa, kota pelabuhan terbesar di Afrika Timur di Kenya, lalu ke Asia Selatan, Asia Tenggara dan akhirnya tiba di Kerajaan Samudera Pasai, pesisir utara Sumatera.
”Saat itu kapur barus Indonesia pun diimpor hingga dikenal di Kenya. Hal yang mengejutkan, dari travel log Ibnu Batutah diketahui Islam di bagian timur Kenya, dari Mombasa ke utara hingga Lamu, mempunyai karakteristik yang sama dengan Islam di Samudera Pasai,” katanya.
Aset yang lain, menurut Hery, adalah para misionaris asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka sangat dikenal di Kenya. Saat ini ada 23 misionaris, terdiri dari 20 suster, frater, dan romo yang mengabdi untuk karya-karya kemanusiaan, seperti kesehatan dan pendidikan.
Para misionaris Katolik itu mengabdi dari perbatasan dengan Sudan Selatan di utara hingga perbatasan Tanzania di selatan, Somalia di timur, dan Uganda di barat. Selain sebagai sebuah karya kegamaan, juga mengharumkan nama Indonesia di Kenya.
”Saya sebagai duta besar sangat bangga. Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim memiliki para pejuang kemanusiaan yang sudah lebih dari 20 tahun mengabdi di Kenya,” kata Dubes yang sudah menemui semua misionaris Indonesia itu dalam tujuh bulan pertama tugasnya di Kenya.
”Ketika jalan bareng, waktu mengunjungi sebuah daerah, warga setempat tidak mengenal saya sebagai duta besar. Warga lebih mengenal para suster itu dengan menyapa mereka ’sister Indonesia’. Saya bilang kepada para suster, Andalah para duta besar sesungguhnya. Anda telah menancapkan Merah Putih ke pelosok Kenya,” kata Hery.
Hubungan politik selama 42 tahun, baik di forum multilateral maupun bilateral, yang selalu saling mendukung dan menghormat juga merupakan aset yang lain. Namun, hingga kini Kenya belum memiliki kedutaan besar di Jakarta, masih dirangkap Kedutaan Besar Kenya di Kuala Lumpur, Malaysia.
Tumbuh dinamis
Jakarta penting bukan saja sebagai ibu kota Indonesia, melainkan juga ibu kota ASEAN. Nairobi merasa perlu membuka kantor perwakilan diplomatiknya di Jakarta dan rencananya akan dibentuk tahun ini.
Hery mengaku sangat mendorong pembukaan Kedubes Kenya di Jakarta untuk meningkatkan dan memperkuat kerja sama bilateral, seperti kerja sama ekonomi dan perdagangan serta pendidikan.
Tingkat perdagangan Indonesia-Kenya tumbuh dinamis. Indonesia menikmati surplus perdagangan dengan Kenya pada 2020 di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia.
Menurut Hery, ketika ekspor ke negara lain stagnan, ekspor Indonesia ke Kenya naik hampir 100 persen. Jika pada tahun 2019 nilai ekspor Indonesia ke Kenya hanya 290 juta dollar AS, setahun kemudian meningkat menjadi 415 juta dollar AS. ”Hal ini sangat membanggakan. Ekspor berjalan baik. Pasar Kenya dan sekitarnya sangat potensial, dan kita perlu terus menggalinya,” kata Hery lagi.
Tiga komoditas besar ekspor Indonesia meliputi minyak sawit mentah (CPO), kertas (copy paper), dan tekstil. ”Komoditas CPO Indonesia di sini sangat lucrative, menguasai lebih dari 78 persen pasar Kenya. Tidak ada tarif impor. Selain itu, copy paper seperti kertas A4 dari Indonesia menguasi lebih dari 60 persen pasar Kenya. Sementara tekstil digerakkan pengusaha Somalia yang mengimpor hingga 10 kontainer sarung per bulan untuk Kenya, Somalia, Uganda, Tanzania, Burundi, dan Rawanda.” Kata Hery.
Indonesia-Kenya memiliki hubungan dagang yang baik. Indonesia juga mengimpor teh, kopi, dan produk kulit dari Kenya. Sejauh ini, semua komoditas tersebut diangkut melalui Pelabuhan Mombasa.
Pada Sabtu (2/7), Hery dan tim sempat mengunjungi Pelabuhan Lamu, di utara Mombasa, untuk mencari peluang kerja sama pelabuhan yang baru diresmikan tersebut dengan Indonesia. Dari Lamu, distribusi barang tidak hanya untuk Kenya, tetapi juga bisa dikirim ke Sudan Selatan dan Etiopia.
Isu perlindungan juga menjadi perhatian dalam hubungan Kenya, Somalia, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo. Beberapa waktu lalu, KBRI Nairobi memulangkan dua pekerja migran, yakni anak buah kapal dari Indonesia yang ditelantarkan di kapal China di pantai timur Somalia.
”Pesan saya kepada para pengusaha atau investor Indonesia, ubahlah cara pandang. Datanglah ke Kenya dan Afrika Timur. Semakin besar tantangan, semakin besar keuntungan. Peluang terbuka lebar. KBRI Nairobi berkomitmen penuh membantu pengembangan bisnis di Kenya dan sekitarnya,” kata Hery.
Selain diplomasi ekonomi, KBRI Nairobi juga menyadari pentingnya diplomasi pendidikan. Pemuda dan mahasiswa dari Afrika Timur merupakan sokaguru peningkatan kerja sama bilateral. ”Dalam 15-25 tahun ke depan, mereka akan menjadi pengambil keputusan penting di negaranya,” kata Hery.
Oleh karena itu, Indonesia merasa berkepentingan memberikan banyak beasiswa atau mempromosikan pendidikan Indonesia ke Afrika. ”Pemerintah kita memberikan beasiswa dalam kerangka kemitraan negara berkembang. Tahun ini lonjakan peminat sangat drastis, ada 130 pemohon,” kata Hery.
Indonesia kemudian menyeleksi dan memberikan beasiswa hanya kepada 17 mahasiswa dari Kenya dan tiga negara lain di Afrika Timur. Mereka terdiri dari 15 mahasiswa magister dan dua mahasiswa doktoral.
Bagi yang belum kebagian beasiswa, KBRI Nairobi berusaha keras menghubungi sejumlah perguruan tinggi di Indonesia agar bisa memberikan beasiswa kepada mereka. ”Mereka adalah calon-calon bridge builder antara Indonesia-Kenya,” katanya.
Harapannya, dalam 15 sampai 20 tahun yang akan datang, Indonesia bisa menjadi referensi bagi para pengambil keputusan di negara-negara di Afrika, khususnya di Afrika Timur. Diharapkan pula Indonesia yang memiliki ikatan historis dengan Afrika bisa menjadi rujukan utama Afrika.