Polisi Hong Kong Tangkap Enam Siswa, Diduga Terkait Terorisme
Sembilan orang, enam di antaranya remaja, dicurigai merencanakan tindak terorisme di Hong Kong. Penangkapan mereka terjadi di tengah perpecahan politik yang membelah wilayah semiotonom China itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
HONG KONG, SELASA — Polisi Hong Kong pada Selasa (6/7/2021) menyatakan telah menangkap sembilan orang yang dicurigai terlibat dalam rencana aksi terorisme, enam di antaranya siswa sekolah menengah. Polisi mengungkap upaya para terduga membuat bahan peledak dan memasang bom di seluruh wilayah Hong Kong.
Inspektur Senior Li Kwai-wah dari Departemen Keamanan Nasional Kepolisian Hong Kong mengungkapkan, mereka yang ditangkap adalah lima pria dan empat perempuan berusia 15-39 tahun. Mereka tergabung dalam sebuah kelompok tertentu. Kelompok itu berusaha membuat bahan peledak triacetone triperoxide (TATP) di laboratorium buatan sendiri di sebuah asrama.
Polisi menyatakan, mereka berencana menggunakan TATP untuk mengebom pengadilan, terowongan lintas pelabuhan, dan rel kereta api. Mereka bahkan berencana meletakkan beberapa bahan peledak ini di tempat sampah di jalan ”untuk memaksimalkan kerusakan yang ditimbulkan pada masyarakat”. Pihak berwenang mengatakan, mereka menyita peralatan dan bahan baku yang digunakan untuk membuat TATP. Polisi juga menemukan buku petunjuk pengoperasian dan uang tunai sekitar 80.000 dollar Hong Kong.
Lebih lanjut polisi juga membekukan aset sekitar 600.000 dollar Hong Kong yang diduga terkait dengan plot teror tersebut. Menurut polisi, semua anggota kelompok itu berencana meninggalkan Hong Kong untuk selamanya. Sabotase dalam bentuk aksi teror itu akan mereka laksanakan di Hong Kong sebelum mereka meninggalkan kota itu.
Kepala eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan pada jumpa pers reguler yang digelar sekitar satu jam sebelum pernyataan penangkapan bahwa dirinya berharap anggota masyarakat akan ”secara terbuka mengutuk ancaman kekerasan”. ”Mereka seharusnya tidak terpengaruh secara keliru oleh gagasan bahwa ada tirani pemerintah dan melanggar hukum adalah sesuatu yang wajar jika Anda mencoba untuk mencapai tujuan tertentu,” katanya. ”Mereka seharusnya tidak terpengaruh untuk berpikir bahwa mereka dapat menemukan alasan untuk melakukan kekerasan.”
Mereka seharusnya tidak terpengaruh secara keliru oleh gagasan bahwa ada tirani pemerintah dan melanggar hukum adalah sesuatu yang wajar jika Anda mencoba untuk mencapai tujuan tertentu,
Penangkapan sekelompok orang itu terjadi di tengah perpecahan politik yang membelah Hong Kong, dua tahun setelah protes besar-besaran kelompok prodemokrasi selama berbulan-bulan mengguncang kota semiotonom China itu. Penangkapan terjadi setahun setelah Beijing memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional.
Pihak berwenang mengatakan, protes itu dipicu oleh pasukan asing dan menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional Hong Kong. Sejak UU Keamanan Nasional diberlakukan, penentang pemerintah yang paling menonjol telah dipenjara atau melarikan diri ke luar negeri. Para kritikus mengatakan, UU itu telah menghancurkan hak dan kebebasan luas kota itu, sementara para pendukungnya mengatakan UU itu justru itu telah memulihkan stabilitas.
TATP digunakan dalam serangan teroris di seluruh dunia. Sejak 2019, polisi Hong Kong telah menangkap banyak orang atas dugaan plot bom dan pembuatan TATP. Pada Desember 2019, pihak berwenang menjinakkan dua bom di sebuah sekolah Katolik setempat. Sebuah bom rakitan yang dikendalikan dari jarak jauh juga diledakkan di dekat mobil polisi pada 2019 ketika protes antipemerintah sedang berlangsung.
Lam mengatakan, ideologi yang salah dapat menimbulkan risiko bagi keamanan nasional. Ia pun mendesak orang tua, guru, dan pemimpin agama untuk mengamati perilaku remaja dan melaporkan mereka yang melanggar hukum kepada pihak berwenang. Lam mengatakan bahwa sebuah amplop berisi ”bubuk putih” telah dikirim ke kantornya. Polisi mengatakan, zat itu masih dianalisis, tetapi sejauh ini mereka menduga bubuk itu tidak berbahaya.
Lam menyatakan kekecewaannya kepada beberapa warga yang berduka atas kematian seorang pria berusia 50 tahun yang menikam seorang polisi sebelum nekat melakukan aksi bunuh diri pada 1 Juli. Tanggal 1 Juli merupakan peringatan kembalinya bekas jajahan Inggris itu ke pemerintahan China dan Ulang Tahun Ke-100 Partai Komunis China. ”Untuk waktu yang lama, warga telah terpapar pada ide-ide yang salah, seperti mencapai keadilan melalui cara-cara ilegal,” kata Lam kepada wartawan seraya menambahkan bahwa risiko keamanan nasional tidak hanya berasal dari tindakan ”ketertiban umum”, tetapi juga dari ideologi.
UU privasi
Terkait dengan UU privasi baru, otoritas Hong Kong menepis peringatan sejumlah perusahaan teknologi besar, termasuk Google, Facebook, dan Twitter, bahwa mereka dapat keluar dari pusat keuangan itu jika pihak berwenang mendorong maju dengan undang-undang privasi baru. Otoritas Hong Kong telah meluncurkan rencana untuk mengesahkan undang-undang baru yang menargetkan ”doxing”—tindakan memublikasikan detail data pribadi seseorang secara daring sehingga mereka dapat dilecehkan oleh orang lain.
Rencana itu telah menimbulkan kekhawatiran para perusahaan teknologi karena mereka dapat dimintai pertanggungjawaban dan karyawan mereka dapat dituntut karena konten pengguna. Mereka merinci keprihatinan mereka dalam sebuah surat yang dikirim ke Pemerintah Hong Kong oleh Koalisi Internet Asia yang mencakup raksasa teknologi, seperti Google, Facebook, Twitter, LinkedIn, dan Apple.
”Memperkenalkan sanksi yang ditujukan pada individu tidak selaras dengan norma dan tren global,” demikian antara lain isi surat tanggal 25 Juni, tetapi baru dipublikasikan pekan ini. ”Satu-satunya cara menghindari sanksi bagi perusahaan teknologi ini adalah menahan diri untuk berinvestasi dan menawarkan layanan mereka di Hong Kong sehingga merampas bisnis dan konsumen Hong Kong. Pada saat yang sama juga menciptakan hambatan baru bagi perdagangan.” (AP/AFP/REUTERS)