Program vaksinasi di Afrika berkejaran dengan laju infeksi Covid-19 yang semakin ganas di Benua Afrika. Ketersediaan vaksin secepatnya dan vaksinasi menjadi syarat mutlak mencegah malapetaka di benua itu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
NAIROBI, JUMAT — Vaksinasi untuk jutaan, bahkan ratusan juta penduduk Benua Afrika berkejaran dengan laju infeksi virus SARS-CoV-2 varian Delta yang semakin ganas. Varian itu telah menjangkau 16 negara dan membuat jumlah kematian meningkat hingga 15 persen. Tanpa tindakan pencegahan yang cepat, termasuk pengadaan vaksin dan penyuntikannya, Afrika akan menghadapi bahaya baru.
WHO pada Kamis (1/7/2021) mengeluarkan peringatan soal peningkatan jumlah infeksi di Afrika yang telah terjadi selama enam pekan berturut-turut. Setidaknya dalam sepekan terakhir ada 202.000 kasus baru. Angka kematian akibat Covid-19 di benua ini mencapai 3.000 orang dalam sepekan terakhir.
”Kecepatan dan skala gelombang ketiga di Afrika tidak seperti yang pernah kita lihat sebelumnya. Lebih banyak penularan berarti lebih banyak kematian. Semua orang harus bertindak sekarang dan meningkatkan upaya pencegahan agar bisa menghentikan keadaan darurat ini (dan tidak) menjadi tragedi kemanusiaan,” kata Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika, dalam sebuah pernyataan.
Peningkatan jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19 di Afrika tidak terlepas dari rendahnya vaksinasi di benua yang populasi penduduknya mencapai 1,3 miliar jiwa. Strive Masiyiwa, Utusan Khusus Uni Afrika, yang ditugaskan memimpin upaya pengadaan vaksin ke benua tersebut menyalahkan negara-negara produsen vaksin yang dianggapnya tidak memedulikan kondisi warga Afrika, yang kini mengarah pada malapetaka.
”Tidak ada satu dosis pun, tidak satu botol pun yang telah keluar dari pabrik vaksin Eropa ke Afrika. Situasinya bisa sangat berbeda jika kami sudah tahu pada bulan Desember lalu yang menyatakan bantuan tidak akan datang,” kata Masiyiwa. Mewakili warga Afrika, Masiyiwa mengaku kecewa berat.
Selain menuding soal ketidakpedulian negara-negara produsen vaksin di Eropa, Masiyiwa juga menuding Covax menahan informasi penting soal ketersediaan vaksin, termasuk informasi sejumlah donor utama belum memenuhi janji mereka untuk mendanai platform pengadaan vaksin multilateral ini.
Kritik Masiyiwa merupakan bagian dari kejengkelan sejumlah pemimpin negara-negara Afrika terhadap kesenjangan pengadaan dan distribusi vaksin yang sangat jelas. Apalagi pada saat yang sama, di Eropa tengah dihelat laga sepak bola Piala Eropa 2020 dengan protokol kesehatan yang sangat longgar. Sementara di Afrika, vaksinasi baru mencakup sekitar 1 persen dari total populasi, terendah di dunia.
Masiyiwa mengatakan, Covax berjanji mengirimkan 700 juta dosis vaksin ke Afrika pada Desember. Namun, hingga pertengahan tahun, Afrika baru menerima 65 juta dosis vaksin secara keseluruhan. Dari angka tersebut, kurang dari 50 juta berasal dari Covax.
”Kami sangat jauh dari target. Kami tidak ingin dilihat sebagai benua Covid-19, sementara di Eropa, stadion penuh dengan anak muda yang berteriak dan berpelukan. Kami tidak bisa melakukan hal itu di Afrika,” ujar Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika John Nkengasong.
Juru bicara Covax, platform pengadaan vaksin yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa, GAVI, dan Aliansi Vaksin, tidak menanggapi kritik Masiyiwa. Dia mengatakan, produksi vaksin Covax berdasarkan informasi terbaik yang tersedia dan kekurangan vaksin adalah karena Serum Institute of India, pemasok utama Covax, lebih mendahulukan produksi mereka untuk keperluan di dalam negeri karena laju infeksi yang meningkat.
Gugus Tugas Afrika Komisi Covid-19 Lancet menyerukan agar setidaknya ada 300 juta dosis vaksin yang ditujukan khusus bagi negara-negara di benua ini sehingga target vaksinasi 20 persen populasi bisa tercapai. Benua Afrika membutuhkan sekitar 1,6 miliar dosis vaksin untuk vaksinasi lengkap dan sekitar 800 juta dosis vaksin tunggal untuk bisa memvaksin 60 persen populasi.
Pemerintah Amerika Serikat memastikan akan mulai mengirimkan kloter pertama bantuan vaksin ke Afrika pada akhir pekan ini. Ini adalah bagian pertama dari total 500 juta dosis vaksin yang dijanjikan Presiden AS Joe Biden kepada 100 negara berpenghasilan rendah dan negara miskin di seluruh dunia.
Masiyiwa mengatakan, kloter pertama vaksin yang akan dikirim oleh Pemerintah AS adalah vaksin Pfizer dan Johson&Johnson. (AP/REUTERS)