RI dan Kanada sepakat dengan potensi kemitraan ekonomi secara menyeluruh. Kelindannya bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berarti dan berkelanjutan bagi kedua negara.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Momen peringatan hubungan bilateral Indonesia-Kanada yang tahun ini memasuki 69 tahun ditandai salah satunya dengan dimulainya perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada atau ICA-CEPA. Kesepakatan ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan investasi, termasuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat kedua negara.
Peluncuran rencana dimulainya perundingan ICA-CEPA itu dilakukan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bersama Menteri Usaha Kecil, Promosi Ekspor, dan Perdagangan Internasional Kanada Mary Ng secara virtual pada 21 Juni 2021. Bagi Indonesia, perjanjian ini merupakan upaya strategis untuk membuka peluang penetrasi produk Indonesia semakin besar di Amerika Utara mengingat Indonesia saat ini baru memiliki satu perjanjian dagang di Benua Amerika, yaitu dengan Chile di Amerika Selatan.
Kedua pemerintah menyetujui pernyataan bersama yang menyoroti potensi kemitraan ekonomi secara menyeluruh. Kelindannya bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berarti dan berkelanjutan serta membantu memfasilitasi peningkatan perdagangan dan investasi. Tujuan lain ialah memperkuat komitmen bersama kedua negara atas pasar terbuka dan perdagangan yang berbasis aturan.
Sebagaimana dinyatakan Mary Ng lewat keterangan tertulis Kedutaan Besar Kanada di Jakarta, hubungan komersial antara Kanada dan Indonesia memiliki potensi perkembangan yang signifikan. Dari sisi Kanada, sebuah perjanjian yang komprehensif akan memberikan tingkat akses yang lebih luas ke rantai pasokan di Asia Tenggara. Seiring dengan hal itu terbuka peluang bagi Kanada untuk masuknya barang dan jasa dari negaranya. Kemitraan juga mendorong penciptaan lapangan kerja jangka panjang dan pertumbuhan berkelanjutan yang inklusif untuk generasi yang akan datang.
Peluang ekonomi yang lebih besar bagi kedua negara lewat kemitraan juga digambarkan oleh Duta Besar Kanada untuk Indonesia Cameron MacKay. Dalam perbincangan khusus dengan harian Kompas pada Jumat (25/6/2021), ia menekankan salah satunya tentang Asia yang dinilai menjadi masa depan perdagangan global dan Asia Tenggara yang terus tumbuh. ”Jika keterbukaan ekonomi Indonesia berlanjut dalam tahun-tahun mendatang, kami melihat peluang pertumbuhan yang besar di sana, baik dari sisi Indonesia maupun dalam hubungan Kanada-Indonesia secara timbal balik,” kata MacKay.
Kanada adalah satu-satunya negara anggota Kelompok Tujuh (G-7) yang mempunyai akses perdagangan bebas ke semua negara anggota G-7. Kanada mempunyai perjanjian perdagangan bebas dengan lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Di kawasan Asia, jalinan perjanjian perdagangan bebas Kanada adalah dengan Korea Selatan, Jepang, Vietnam, dan Singapura.
Kanada mempunyai perjanjian perdagangan bebas dengan lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Di kawasan Asia, jalinan perjanjian perdagangan bebas Kanada adalah dengan Korea Selatan, Jepang, Vietnam, dan Singapura.
Pada ]2020, perdagangan barang dua arah antara Kanada dan Indonesia total mencapai Rp 39,3 triliun. Indonesia adalah pasar ekspor terbesar bagi Kanada, mencakup gandum, pupuk, bubur kayu, kacang kedelai, dan aneka permesinan. Dalam hal investasi, Indonesia merupakan negara kedua terbesar di Asia Tenggara yang menjadi tujuan investasi langsung Kanada di luar negeri. Total investasi itu mencapai Rp 44 triliun tahun 2019. Pada tahun yang sama, investasi asing langsung dari Indonesia di Kanada senilai Rp 1,3 triliun.
Pandemi Covid-19, khususnya di awal-awal pandemi, memberi pelajaran perihal betapa pentingnya semua negara untuk taat aturan dan menjaga perdagangan internasional tetap terbuka. Hal itu, kata MacKay, juga ditekankan dalam hubungan Kanada-Indonesia, yakni untuk tetap memastikan berjalannya rantai pasokan. ”Kami melihat negosiasi perdagangan bilateral Kanada-Indonesia sebagai sebuah kesempatan untuk mengembalikan sekaligus memperkuat jaringan kerja sama bisnis kedua negara,” kata MacKay. ”Kami yakin akan terciptanya lebih banyak lapangan kerja, peluang-peluang ekonomi, dan memastikan perdagangan kedua negara semakin terbuka.”
MacKay mengatakan, Kanada bukanlah Amerika Serikat dan Indonesia juga tidak seperti China. AS dan China adalah negara-negara adidaya, adapun Kanada dan Indonesia sama-sama sebagai negara dengan kekuatan menengah. Ia menekankan pentingnya sistem dan aturan internasional—multilateral dan regional—yang baik dan kuat untuk memastikan semua negara dengan aneka latar belakang diperlakukan dengan adil dalam sistem internasional. Di situ juga dipastikan negara-negara adidaya juga mengikuti aturan.
Ia berbagi pengalaman bagaimana dinamika negosiasi perjanjian perdagangan bebas Kanada dengan sejumlah negara. Salah satu yang membekas tentu saja dengan AS pada era 1980-an. Awalnya banyak warga Kanada ragu dengan langkah untuk membuka ekonomi negaranya. Aneka penyesuaian kemudian harus dilakukan ketika negosiasi dilanjutkan dan perjanjian ditandatangani.
Dalam kurun waktu 10 tahun, warga Kanada secara luas akhirnya dapat menerima hal itu dan yakin pilihan itu baik bagi warga. ”Ekonomi kami lebih kuat saat ini. Kami lebih makmur, lapangan kerja tercipta, basis-basis produksi lama tutup digantikan dengan basis produksi yang lebih modern dan lebih efisien,” kata MacKay. ”Kami jadi benar-benar percaya secara mendasar dengan perdagangan dan investasi, di mana liberalisasi adalah sarana bagi pertumbuhan.” (BENNY D KOESTANTO)