Israel Ingin Tambah Mitra Diplomatik di Timur Tengah
Setelah Uni Emirat Arab, Israel berharap bisa memperluas hubungan diplomatik dengan negara Timur Tengah lain. Menlu UEA meminta Israel dan Palestina segera menuntaskan krisis dalam hubungan mereka.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
DUBAI, KAMIS — Israel berharap bisa menambah mitra diplomatik dan kedutaan di Timur Tengah. Kerja sama dengan Israel dinyatakan akan menguntungkan semua pihak. Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengatakan, lawatan ke Uni Emirat Arab adalah langkah awal.
”Tangan kami terbuka. Saya harap lawatan ini adalah yang pertama dari yang sejenis. Bersama teman baru, kami akan terus membuat sejarah untuk kawasan,” ujarnya di sela-sela peresmian Konsulat Jenderal Israel di Dubai, Rabu (30/6/2021).
Lapid bertandang ke Abu Dhabi dan Dubai untuk meresmikan kedutaan besar dan konsulat jenderal Israel di UEA. Kedutaan Israel di Abu Dhabi menjadi yang ketiga di tanah Arab setelah Jordania dan Mesir.
Israel masih menanti pembukaan kedutaan di Bahrain, Maroko, dan Sudan. Bersama UEA, tiga negara itu juga sudah menyepakati perdamaian dengan Israel dan setuju membuka hubungan diplomatik.
Sejak Israel-UEA resmi membuka hubungan diplomatik, hubungan dagang keduanya diklaim telah bernilai 675 juta dollar AS. Israel-UEA kini sedang merundingkan kesepakatan perdagangan bebas dengan cakupan lebih luas.
Sebelumnya, Israel-UEA telah meneken kesepakatan terkait pariwisata, investasi, dan kerja sama teknologi. ”Kami akan menandatangani lebih banyak kesepakatan pada Juli. Akan berkembang. Visinya adalah (hubungan) ini akan berkembang dari pemerintah menjadi (hubungan) bisnis dan antaranggota masyarakat,” katanya.
Israel-UEA, antara lain, telah bekerja sama di bidang kecerdasan buatan, energi terbarukan, keamanan dunia maya, dan pengolahan air bersih. Semua kerja sama itu diteken di antara perusahaan-perusahaan kedua negara.
Palestina
Secara terpisah, Menlu UEA Abdullah bin Zayed meminta Israel dan Palestina segera menuntaskan krisis dalam hubungan mereka. ”Cepat atau lambat, Israel harus menyelesaikan masalah Palestina. Masalah ini tidak hanya mengancam citra Israel, tetapi juga menjadi penyebab keraguan di masa depan. Ini tantangan besar,” ujarnya.
Sementara Hamas kembali mengecam keputusan UEA untuk berdamai dengan Israel. ”Normalisasi (hubungan Israel-UEA) hanya akan mendorong kekuatan pendudukan (Israel) meningkatkan agresinya pada warga kami,” demikian pernyataan Hamas yang dikeluarkan di tengah lawatan Lapid ke UEA.
Di tengah lawatan Lapid, pasukan Israel menggusur sejumlah bangunan milik warga Palestina di Jerusalem Timur. Rangkaian penggusuran itu diprotes warga Palestina di Tepi Barat dan warga Israel keturunan Arab.
Kala Lapid melawat ke UEA, Israel juga berkomunikasi dengan Amerika Serikat soal rencana Washington membuka lagi konsulat untuk Palestina di Jerusalem Timur. AS menutup konsulat di sana setelah kedutaan besar dipindah dari Tel Aviv ke Jerusalem. Seluruh urusan terkait Palestina diurus dari kedutaan di Jerusalem.
Dalam lawatan ke Jerusalem pada Juni, Menlu AS Antony Blinken mengumumkan bahwa konsulat untuk Palestina akan dibuka lagi. Walakin, tidak diungkap kapan dan di mana konsulat akan dibuka.
Konsulat lama berada di Jalan Argon dan mungkin akan kembali dipakai. Sementara warga Palestina berharap konsulat dibuka di wilayah Jerusalem Timur. Tidak seperti pemerintahan Barack Obama, pemerintahan Joe Biden belum menyatakan secara terbuka soal posisi Jerusalem Timur sebagai calon ibu kota Palestina. Bagi Obama, Jerusalem Timur adalah calon ibu kota Palestina. Bagi Donald Trump, seluruh Jerusalem adalah ibu kota Israel.
Dalam komunikasi dengan AS pekan ini, Israel berharap Washington menunda pembukaan konsulat. Sebab, pembukaan dalam waktu dekat bisa melemahkan koalisi pembentuk pemerintahan Naftali Bennett yang kini berkuasa di Israel.
Pemerintahan Biden memang berharap bisa memberi waktu untuk pemerintahan Bennett menata diri dan berharap segera ada perkembangan. Mantan pejabat AS yang memahami masalah itu menyebut, pemerintahan Biden terus menekankan kepada Israel tentang pentingnya pembukaan kembali konsulat untuk Palestina. Pembukaan semakin penting setelah Pertempuran 11 Hari antara Palestina dan Israel pada Mei 2021.
AS tidak mau mengulangi kesalahan di Pertempuran 11 Hari. Kala itu, AS merasa terlambat bertindak karena tidak punya misi diplomatik untuk Palestina. (AFP/REUTERS)