Alat Pengunci Rahang dari Selandia Baru Dianggap Menyiksa Orang dengan Obesitas
Para ahli dari Selandia Baru menemukan alat berupa pengunci rahang untuk mengatasi obesitas. Namun, alat ini dikritik karena dianggap terlalu menggampangkan masalah obesitas.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
WELLINGTON, SELASA — Tim peneliti dari sebuah perguruan tinggi di Selandia Baru menciptakan alat pengunci rahang yang bertujuan mengatur nafsu makan pasien dengan obesitas. Namun, sejumlah kritik mengatakan, penemuan tersebut alih-alih membantu dan mengobati malah menyiksa pasien dan mempromosikan hubungan tidak sehat antara manusia dan makanan.
Penemuan bernama Dentalslim ini dikembangkan oleh tim dari Universitas Otago, Selandia Baru, bekerja sama dengan sejumlah pakar kesehatan dan gizi dari Inggris. Bentuknya berupa sepasang magnet yang dicetak khusus agar bisa diletakkan di gigi geraham atas dan bawah pasien. Pemasangan hanya boleh dilakukan oleh dokter gigi.
Magnet ini kemudian mengunci mulut pasien sehingga hanya bisa dibuka selebar 2 milimeter. Ukuran ini membuat pasien cuma bisa mengonsumsi makanan dan minuman melalui sedotan. Artinya, makanan harus berwujud cair, seperti bubur dan sup.
Alat ini diujicobakan ke sejumlah pasien dengan obesitas, tetapi tanpa penyakit bawaan. Hasilnya, dalam dua pekan mereka rata-rata mengalami penurunan berat badan 6,36 kilogram. Semua peserta uji coba hanya mengonsumsi diet sebesar 1.200 kalori setiap hari.
”Perlu dicatat bahwa Dentalslim bukan solusi permanen untuk obesitas. Ini adalah alat bantu bagi pasien yang membutuhkan dorongan tambahan untuk mengubah pola makan mereka. Selama masa pemakaian, pasien ada di bawah pengawasan khusus pakar,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Otago sekaligus ketua tim peneliti, Paul Brunton, dalam laman resmi universitas, Senin (28/6/2021).
Ia menerangkan, latar belakang mereka melakukan riset adalah karena pasien obesitas memiliki kesulitan mengurangi berat badan. Umumnya mereka mendambakan prosedur operasi bariatrik atau pengecilan lambung, tetapi harganya mahal. Operasi ini biaya minimalnya adalah 24.000 dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 348 juta).
”Memakai Dentalslim adalah alternatif yang lebih murah dan aman karena tidak butuh operasi. Pasien juga bisa meminta alat dilepas kapan pun mereka mau,” kata Brunton.
Menggampangkan masalah
Penemuan Dentalslim ini tidak disambut positif oleh kalangan ahli gizi ataupun pendamping orang-orang dengan gangguan pola makan. Justru, mereka menilai tim dari Universitas Otago terlalu menggampangkan masalah obesitas.
Dalam wawancara dengan harian The Independent, Direktur Pusat Gangguan Pola Makan Nasional Inggris Deanne Jade menjelaskan bahwa obesitas bukan sebatas jumlah makanan yang masuk ke mulut. ”Obesitas adalah persoalan yang rumit. Ada sisi kesehatan mental, trauma psikologis, sampai relasi dengan orang-orang di sekitar. Mayoritas orang dengan gangguan pola makan bahkan tidak menyadari kalau mereka memiliki masalah,” ujarnya.
Menurut Jade, pendekatan penanganan obesitas tidak bisa dengan mengurangi makan dan minum saja. Serangkaian terapi fisik, emosi, dan komunikasi juga harus dijalankan. Ini bukan penyakit yang bisa diselesaikan oleh pasien sendirian. Keterlibatan anggota keluarga dan teman dalam memastikan lingkungan yang sehat secara psikologis juga menentukan hasilnya.
Alat pengunci mulut sejatinya bukan barang baru di dunia penanganan gangguan pola makan. Pada periode 1970-1980 telah ditemukan alat kawat mulut. Bentuknya ialah memasang pagar kawat di atas mulut sehingga pasien tidak bisa membuka mulut lebar-lebar dan hanya bisa makan sedikit-sedikit. Efek samping alat ini ialah menimbulkan radang gusi, bau mulut, pasien tersedak, dan muntah-muntah.
Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Vanderbilt, AS, dalam jurnal General Hospital Psychiatry edisi Juni 1980 memaparkan, pengunci mulut sama sekali tidak manjur untuk menangani obesitas. Semua pasien yang mereka teliti kembali ke pola makan semula begitu alat dilepas. Walhasil, hanya dalam beberapa pekan berat badan mereka malah membubung lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum terapi.
Obesitas adalah masalah kesehatan global yang serius. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019 mencatat bahwa 1,9 miliar orang dewasa di dunia kelebihan berat badan dan 650 juta di antaranya mengalami obesitas. Bahkan, diperkirakan pada 2030 sebanyak 57 persen orang dewasa akan kelebihan bobot. Dari sisi angka kematian, setiap tahun obesitas menyumbang mortalitas 2,8 juta jiwa. (REUTERS)