Helikopter Presiden Kolombia Ditembaki di Dekat Perbatasan Venezuela
Penembakan terhadap helikopter yang dinaiki Presiden Kolombia Ivan Duque merupakan insiden serangan pertama terhadap kepala negara Kolombia dalam hampir 20 tahun.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
BOGOTA, SABTU — Presiden Kolombia Ivan Duque mengungkapkan, helikopter kepresidenan yang dinaikinya bersama beberapa menteri dan pejabat daerah ditembak dengan peluru di dekat perbatasan dengan Venezuela, Jumat (25/6/2021) waktu setempat. Seluruh anggota rombongan kepresidenan selamat, tidak ada yang terluka. Begitu juga helikopter kepresidenan terhindar dari kerusakan parah.
Insiden tersebut terjadi saat Duque terbang dengan helikopter kepresidenan melalui wilayah Catatumbo menuju kota Cucuta, ibu kota Provinsi Norte de Santander. Helikopter rombongan presiden itu baru meninggalkan kota Sardinata dan tengah dalam penerbangan menuju kota perbatasan, Cucuta. Rombongan presiden baru menghadiri acara bertajuk ”Perdamaian dengan Legalitas, Babak Catatumbo yang Berkelanjutan”.
Selain dinaiki Presiden Duque, helikopter itu juga mengangkut sejumlah pejabat, termasuk Menteri Pertahanan Diego Molano, Menteri Dalam Negeri Daniel Palacios, dan Gubernur Norte de Santander Silvano Serrano.
”Saya ingin memberitahu warga negeri ini bahwa setelah menjalankan komitmen di Sardinata, di Catatumbo mendekati kota Cucuta, helikopter kepresidenan menjadi sasaran serangan,” kata Duque melalui pernyataan.
Duque tidak menjelaskan waktu serangan terhadap helikopternya atau menyebut pihak yang diyakininya berada di balik serangan itu. Sejumlah kelompok bersenjata diketahui beroperasi di wilayah lokasi serangan. ”Yang jelas adalah bahwa ini adalah serangan pengecut. Lubang-lubang peluru dapat dilihat di helikopter kepresidenan,” ujar Duque.
Foto yang dirilis oleh kantor Kepresidenan Kolombia memperlihatkan lubang dan goresan bekas penembakan pada bagian ekor dan baling-baling utama. Duque mengatakan, ”perlengkapan keselamatan” di helikopternya telah mencegah terjadinya serangan ”mematikan”.
”Saya sudah menginstruksikan kepada seluruh anggota tim keamanan untuk mencari orang yang menembak helikopter,” ujar Duque.
Wilayah Catatumbo, yang dihadiri Duque, merupakan salah satu area utama peredaran kokain. Kolombia adalah produsen kokain terbesar di dunia. Adapun Cucuta, daerah tujuan Duque dalam penerbangan itu, sudah berada dalam status siaga keamanan setelah serangan bom di sebuah pangkalan militer pada 14 Juni lalu. Sebanyak 36 anggota militer dan warga sipil mengalami luka-luka dalam serangan itu. Bogota menuding kelompok perlawanan Tentara Pembebasan Nasional (ELN) berada di balik serangan tersebut.
Penembakan terhadap helikopter Presiden Duque tersebut merupakan insiden serangan pertama terhadap kepala negara Kolombia dalam hampir 20 tahun. Otoritas setempat tidak menyebutkan dari sisi wilayah perbatasan yang mana serangan terhadap helikopter kepresidenan itu berasal. Kolombia kerap menuding Venezuela menampung para pemberontak Kolombia yang beroperasi di wilayahnya.
Sebelumnya, terakhir kali serangan terhadap presiden Kolombia terjadi pada tahun 2003 berupa serangan bom pada Presiden Alvaro Uribe. Kala itu bom seberat 20 kilogram disembunyikan di sebuah bangunan dekat bandar udara di kota Neiva, Kolombia barat daya. Bom tersebut meledak tidak lama sebelum pesawat yang ditumpangi Uribe—mentor politik Duque—mendarat. Sebanyak 15 orang tewas dan 66 orang luka-luka. Pemerintah menuding kelompok pemberontak FARC sebagai otak di balik serangan bom itu.
Tidak keder
AS, Uni Eropa, dan Misi PBB di Kolombia mengecam keras serangan tersebut. Duque menegaskan, insiden itu tidak menghentikan langkahnya dalam memerangi perdagangan obat-obat terlarang, terorisme, dan kejahatan terorganisasi.
”Pesannya adalah bahwa Kolombia selalu kuat dalam menghadapi kejahatan, dan lembaga-lembaga kami berada di atas ancaman apa pun,” ujar Duque.
Kelompok-kelompok sempalan dari pemberontak FARC, yang telah dibubarkan, kelompok perlawanan Tentara Pembebasan Nasional (ELN), dan kelompok-kelompok peredaran obat-obatan terlarang kerap mengobarkan perang di sepanjang perbatasan dengan Venezuela. Sebagian kelompok itu mengonsolidasikan kekuatan mereka dengan bersembunyi di dekat Venezuela. Pemerintah Venezuela dituding kadang-kadang menoleransi kehadiran kelompok-kelompok tersebut di wilayah mereka.
Kolombia dan Venezuela memutuskan hubungan setelah Duque, seorang konservatif, naik ke pucuk kekuasaan di Kolombia pada tahun 2018. Adapun Venezuela dipimpin Presiden Nicolas Maduro yang berhaluan sosialis. Pemerintahan Duque kerap menuding Venezuela memberi perlindungan para anggota ELN.
”Kami tidak takut pada kekerasan atau tindak terorisme. Negara kami kuat, dan Kolombia kuat menghadapi jenis ancaman ini,” ujar Duque setelah serangan pada helikopternya itu.
Sejak Duque naik ke pucuk kekuasaan di negaranya, Kolombia mengalami berbagai kekerasan setelah pemerintah negara itu menjalin perjanjian damai dengan kelompok pemberontak Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (Revolutionary Armed Forces of Colombia atau FARC) tahun 2016. Bogota menuding kelompok-kelompok bersenjata di negaranya, yang dibiayai dengan uang hasil penjualan obat-obat terlarang, melancarkan pembunuhan di wilayah-wilayah penghasil kokain.
Popularitas merosot
Popularitas Duque belakangan merosot. Dalam jajak pendapat akhir-akhir ini, yang digelar perusahaan Datexco, seperti dikutip harian The New York Times, popularitas Duque merosot hingga 16 persen. Ini angka dukungan terendah pada Duque sejak ia memimpin tahun 2018. Kendati Pemerintah Kolombia telah menjalin kesepakatan damai dengan FARC, berbagai kekerasan, seperti pembunuhan massal dan pembunuhan tokoh-tokoh setempat, terus terjadi.
Para pengkritik Duque menyebut pemerintah belum cukup berbuat untuk melaksanakan kesepakatan damai dengan FARC, antara lain, berupa program-program bantuan ekonomi yang akan memperkuat perdamaian di wilayah-wilayah pedesaan. Pemerintahan Duque menyatakan sedang mengimplementasikan program-program itu. Namun, lanjut Bogota, kesepakatan damai yang dibuat hanya dengan FARC. Sementara masih ada konflik dengan kelompok-kelompok lain.
Pemerintahan Duque juga tengah digoyang oleh aksi-aksi unjuk rasa jalanan. Pada 28 April lalu, puluhan ribu warga turun ke jalan untuk menolak rencana kenaikan pajak. Rencana ini dianggap membuat kelompok kelas menengah, yang sudah terpukul akibat pandemi Covid-19, bakal menderita.
Pemerintah Kolombia membatalkan rencana kenaikan pajak itu, tetapi unjuk rasa meluas pada isu-isu lain dan melibatkan massa akar rumput dengan isu beragam, termasuk masalah ketidakadilan, pendidikan, dan lain-lain. Lebih dari 60 orang tewas dalam sejumlah unjuk rasa tersebut.