Asal-muasal virus SARS-CoV-2 terus ditelusuri. Temuan terbaru menunjukkan virus tersebut sudah jauh lebih lama menyebar dibandingkan dengan waktu yang dipublikasikan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
LONDON, JUMAT — Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kemungkinan besar virus korona jenis baru atau SARS-CoV-2 sudah menyebar di China sejak Oktober 2019. Bahkan, apabila ditarik perkiraan yang lebih jauh, sejak Maret 2019. Penemuan ini penting untuk terus menguak asal-muasal Covid-19 guna menyiapkan dunia terhadap risiko berbagai penyakit baru akibat perubahan iklim.
Makalah ilmiah itu ditulis oleh tiga ilmuwan dari Universitas Kent, Inggris, yaitu David L Roberts, Jeremy S Rossman, dan Ivan Jaric. Penemuan mereka diterbitkan di jurnal PLOS Pathogens, Kamis (24/6/2021). Meskipun begitu, para peneliti mencantumkan catatan bahwa belum ada penemuan mengenai asal-usul Covid-19. Teori yang beredar sejauh ini salah satunya ialah Covid-19 merupakan akibat kebocoran laboratorium di Institut Virologi Wuhan. Ada pula yang mengatakan bahwa virus tersebut beredar alami dari kelelawar.
”Di Perancis, kasus pertama Covid-19 dilaporkan pada 25 Januari 2020. Akan tetapi, ketika para peneliti mendalami lagi catatan medis laporan penyakit dengan gejala seperti influenza, radang paru-paru, dan membutuhkan perawatan intensif, catatannya mencapai tanggal 2 Desember 2019 dan 16 Januari 2020. Di Amerika Serikat ada perempuan yang dites reaksi berantai polimerase (PCR) pada 31 Januari 2020 dengan hasil positif mengidap SARS-Cov-2 dan meninggal pada 6 Februari 2020. Padahal, Pemerintah AS mengumumkan kasus pertama adalah tanggal 26 Februari 2020,” demikian kutipan dari makalah tersebut.
Penelitian itu kemudian menggunakan metode Estimasi Linear Optimal (OLE) yang dikembangkan oleh Roberts. Variabel penentu mencakup geografi, arkeologi spesies, filogenetika, dan kajian fenologikal. Semuanya disilangkan dengan data penemuan kasus Covid-19 secara global. Mereka menggunakan catatan Covid-19 dari basis data Worldometer. Laman ini pertama kali mencatat kasus Covid-19 pada 5 Mei 2020 dengan 203 negara memiliki lebih dari lima kasus positif.
Berdasarkan perhitungan OLE, kasus pertama Covid-19 di China kemungkinan terjadi pada 17 November 2019. Bahkan, ada interval kepercayaan atau probabilitas sebesar 95 persen bahwa kasus positif sudah ada sejak 4 Oktober 2019. Setelah itu, virus korona jenis baru ini menyebar keluar China pada Januari 2020 karena di Jepang perhitungannya Covid-19 muncul pada 3 Januari 2020 dan di Thailand pada 7 Januari 2020. Di luar Asia, Covid-19 diperkirakan muncul di Spanyol pada 12 Januari 2020 dan di AS tanggal 16 Januari 2020.
Meskipun demikian, penelitian ini mengemukakan bahwa virus SARS-CoV-2 sudah menyebar jauh lebih awal. Argumentasi ini juga diperkuat penelitian kolaborasi China dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menemukan bukti-bukti molekuler bahwa ada kemungkinan virus sudah menjangkiti manusia sejak akhir September 2019.
Sementara itu, di AS, Jesse Bloom, peneliti dari Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson, Seattle, menemukan bahwa pendataan kasus Covid-19 dari Wuhan banyak dimanipulasi. Kepada CNN, ia menjelaskan, kasus positif di Pasar Huinan, Wuhan, yang oleh Pemerintah China diklaim sebagai kemunculan perdana Covid-19 ternyata tidak terbukti. Perlu digarisbawahi bahwa penelitian Bloom ini baru dimasukkan ke jurnal BioRxiv dan belum diulas oleh mitra bestari.
”Ada sejumlah bukti genetik yang mengungkapkan virus SARS-CoV-2 Wuhan sudah mengalami mutasi. Jika dihitung dari kecepatan normal mutasi, kemungkinan besar virus yang asli sudah muncul beberapa bulan sebelumnya, sekitar Maret 2019 dan beredar di luar Wuhan,” ujar Bloom.
Jurnal Scientific Reports juga menerbitkan makalah dari Australia yang menyebutkan, berdasarkan studi genom, virus korona jenis baru ini lebih cepat menempel di manusia daripada hewan. Oleh sebab itu, patut diperhitungkan kemungkinan bahwa Covid-19 pertama kali memang terjadi pada manusia, baru menyebar ke hewan.
”Kita harus terus mengambil sampel serum dari semua negara untuk menguatkan bukti asal-usul Covid-19,” kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kirby, Australia, Stuart Turville. Menurut dia, studi ini mengalami kendala karena dipolitisasi oleh sejumlah pihak sehingga para ilmuwan sulit memperoleh data yang jujur.
Bulan lalu dalam wawancara dengan Deutsche Welles, pakar penyakit menular dari Universitas Vanderbilt, William Schaffner, mengatakan bahwa polemik asal-usul Covid-19 harus diurai. Mengetahui apabila penyakit ini akibat kebocoran laboratorium ataupun terjadi secara alami sangat penting, bukan untuk menjelek-jelekkan suatu pemerintahan.
”Di AS juga banyak kejadian laboratorium yang paling canggih sekalipun mengalami kebocoran. Ada karena kekhilafan manusia, ada juga karena teknologi bermasalah. Alam berubah, pergerakan manusia berubah, makhluk-makhluk hidup beradaptasi pada krisis iklim. Penyakit-penyakit baru bermunculan dan kita harus menyiapkan diri,” ujarnya. (REUTERS)