Duka menyelimuti Filipina saat mantan Presiden Benigno Aquino III meninggal. Putra mendiang pemimpin ”People Power”, Corazon Aquino, ini masih menyimpan luka tembak dari upaya kudeta militer saat ibunya berkuasa.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·2 menit baca
MANILA, KAMIS — Mantan Presiden Filipina Benigno Aquino III meninggal dalam usia 61 tahun, Kamis (24/6/2021), setelah dirawat di rumah sakit di Manila. Aquino menjabat presiden Filipina pada 2010-2016.
”Dengan duka cita mendalam, saya mendengar kabar wafatnya mantan Presiden Benigno Aquino. Sebuah kehormatan saya bisa bekerja bersamanya. Dia akan selalu dirindukan,” kata Hakim Agung Marvic Leonen dalam sebuah pernyataan.
”Saya mengenalnya sebagai orang yang baik, didorong oleh tekadnya melayani rakyat, rajin dalam tugas-tugasnya, serta punya rasa keingintahuan tinggi terhadap pengetahuan dan dunia,” ujar Leonen.
Penyebab kematian presiden yang akrab disapa Noynoy ini belum diketahui dengan jelas. Namun, diketahui bahwa dia dirawat di rumah sakit pada Kamis pagi.
Bendera setengah tiang dikibarkan di gedung senat di Manila. Dalam sebuah pernyataan, Senator Imee Marcos, putri mendiang Ferdinand Marcos, mengenang Noynoy sebagai pribadi yang baik hati dan sederhana.
Noynoy mendapat gelombang besar dukungan publik saat maju ke kursi kepresidenan tahun 2009 menyusul meninggalnya sang ibu, Corazon Aquino, yang dikenal sebagai pemimpin ”People Power” di Filipina. Corazon merupakan presiden Filipina periode 1986-1992.
Ayah Noynoy, Benigno ”Ninoy” Aquino, tewas dibunuh saat kembali ke Filipina setelah masa pembuangan politik tahun 1983. Ninoy merupakan penentang keras pemerintahan Ferdinand Marcos. Pembunuhan ini mengguncang Filipina dan melengserkan Marcos dari kursi kepresidenan lewat gerakan ”People Power”.
Noynoy masih menyimpan bekas luka dari sebuah tembakan peluru saat percobaan kudeta militer atas pemerintahan ibunya tahun 1987. Dia ditembak lima kali dan ketiga pengawalnya tewas.
Noynoy digantikan oleh Presiden Rodrigo Duterte. (AFP/REUTERS)