Keamanan Memburuk, China Minta Warganya Segera Tinggalkan Afghanistan
Semua warga dan organisasi China di Afghanistan pun diminta memperkuat kesiagaan darurat menghadapi situasi terburuk di negara itu.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KABUL, SELASA — Pemerintah China memperingatkan semua warganya untuk segera meninggalkan Afghanistan karena situasi keamanan yang ”semakin gawat dan ruwet”. Semua warga dan organisasi China di Afghanistan pun diminta memperkuat kesiagaan darurat menghadapi situasi terburuk.
Situs berita South China Morning Post (SCMP), Senin (21/6/2021), menyebutkan, Beijing telah memperingatkan semua warga China untuk sesegera mungkin meninggalkan Afghanistan. Kekerasan meningkat tajam saat Taliban terus meraih kemajuan dengan merebut sebagian besar wilayah Afghanistan menjelang penarikan penuh pasukan AS dan sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Media berbasis di Hong Kong itu mengutip penjelasan resmi dari Kedutaan Besar China di Kabul, ibu kota Afghanistan, yang dirilis akhir pekan lalu. Menurut kedutaan, semua warga China agar segera keluar dari Afghanistan. Semua organisasi China di Afghanistan juga harus mengambil tindakan pencegahan tambahan dan memperkuat kesiapsiagaan darurat jika keamanan memburuk.
”Tahun ini, konflik di Afghanistan konstan. Serangan teroris sering terjadi membuat situasi keamanan menjadi lebih parah dan ruwet,” kata Kedubes China di Kabul. Pihak kedutaan juga mengingatkan semua warga China untuk ”lebih berhati-hati” dan ”segera meninggalkan negara ini (Afghanistan) dengan menggunakan penerbangan komersial internasional”.
Beijing belum memutuskan untuk mengikuti langkah Canberra yang telah menutup secara resmi kantor perwakilan diplomatiknya di Kabul pada 28 Mei 2021. Kedubes Australia menjadi perwakilan asing pertama di Kabul yang tutup sejak AS mulai menarik pasukannya dari Afghanistan, 1 Mei lalu.
Peringatan Pemerintah China terhadap warganya di Afghanistan kali ini jelas bisa berdampak serupa dengan langkah penutupan kantor Kedubes Australia di Kabul. Situasi keamanan Afghanistan yang memburuk bisa mendorong banyak negara untuk menilai kembali keberadaan kantor perwakilan mereka di negara yang dilanda perang sejak tahun 2001 itu, meski Taliban menjamin aman.
China menyebut penarikan pasukan AS dan pasukan asing lainnya secara tiba-tiba dari Afghanistan telah memicu peningkatan serangan oleh Taliban.
Sementara dari Kabul dilaporkan, pasukan Afghanistan berusah payah melawan serangan Taliban yang telah menguasai 28 dari 34 provinsi. Taliban mengklaim telah merebut lebih banyak wilayah dalam beberapa pekan terakhir.
Kekhawatiran Beijing
Menurut SCMP, meningkatnya kekerasan di Afghanistan telah menimbulkan kekhawatiran bagi Beijing bahwa ketidakstabilan dan terorisme dapat menyeberang perbatasan dan masuk wilayahnya, termasuk ke Xinjiang. China telah dituduh oleh banyak pihak, termasuk Eropa dan AS, melakukan penindasan terhadap Uighur dan kelompok etnis minoritas Muslim lainnya di Xinjiang.
Ketidakstabilan keamanan di perbatasan dengan Afghanistan dilaporkan dapat mengancam proyek-proyek pembangunan China di bawah strategi investasi infrastruktur Beijing yang disebut Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI). Beijing mengindikasikan bulan ini bahwa mereka ingin ”secara substansial memperluas” proyek-proyek BRI-nya, termasuk di Afghanistan.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan pada Juni lalu selama pertemuan tripartit dengan Afghanistan dan Pakistan bahwa penarikan pasukan AS yang dipercepat membawa ”tantangan” baru bagi Afghanistan. Namun, hal itu juga dapat bermanfaat bagi keamanan jangka panjang negara itu.
Wang mengatakan, China mendukung pembicaraan damai intra-Afghanistan, yakni antara pemerintah Afghanistan dan negosiator Taliban. Dia menekankan bahwa harus ada ”penarikan secara tertib” pasukan AS untuk mencegah kebangkitan pasukan teroris. Dia juga mengatakan bahwa Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) yang dipimpin Beijing dapat memainkan peran penting yang lebih besar dalam proses perdamaian Afghanistan.
Sementara itu Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), dalam sebuah wawancara dengan AFP, mengatakan, dia memahami bahwa operasi militer internasional seperti yang terjadi di Afghanistan ”tidak dapat dipertahankan selamanya”. Namun, dia memperingatkan, ”penarikan pasukan AS dan pasukan asing lainnya dari Afghanistan juga membuat kekerasan mungkin meningkat setelah (penarikan pasukan asing) itu”, katanya.
Taliban telah membuat kemajuan besar di Afghanistan saat AS dan NATO bersiap menarik pasukan dari Afghanistan. Pasukan terakhir mereka diharapkan sudah ditarik paling lambat pada 11 September 2021. Mereka sudah menghabiskan waktu dua dekade berperang. Banyak warga Afghanistan, terutama wanita, telah lama takut akan kembalinya rezim Taliban yang represif jika pasukan asing seluruhnya telah meninggalkan Afghanistan.
Para analis juga khawatir akan terjadi perang saudara jika Kabul dibiarkan menghadapi Taliban sendirian. Situasinya saat ini sudah semakin mengerikan. Akhir pekan lalu, sebanyak 24 anggota pasukan khusus Afghanistan tewas dan puluhan lainnya terluka dalam pertempuran untuk merebut kembali sebuah distrik yang dikuasai Taliban di Provinsi Faryab.
UNHCR pun mencatat bahwa sekitar 2,6 juta warga Afghanistan sudah mengungsi ke luar negeri pada akhir 2020.
Para petinggi keamanan AS di Pentagon menyebutkan, kelompok ekstremis seperti Al Qaeda mungkin dapat beregenerasi di Afghanistan dan menimbulkan ancaman bagi AS dalam waktu dua tahun pascapenarikan pasukan AS. Itu adalah perkiraan publik paling spesifik tentang prospek ancaman teroris internasional baru dari Afghanistan sejak Presiden Joe Biden mengumumkan pada April bahwa semua pasukan AS akan ditarik penuh pada 11 September.
AS kini sedang menilai ancaman yang lebih spesifik, yang mungkin akan timbul sebagai dampak penarikan penuh tanpa syarat pasukannya dari Afghanistan. Para pemimpin militer AS selama beberapa tahun terakhir telah menentang upaya pemerintah untuk menarik pasukan dari Afghanistan. (AFP/AP/REUTERS)