Perhatian dunia kini tertuju pada perundingan di Vienna, Austria, setelah kandidat kubu konservatif terpilih menjadi presiden Iran. Jangan sampai perundingan itu terbengkalai.
Oleh
REDAKSI
ยท2 menit baca
IRANIAN PRESIDENCY OFFICE VIA AP
Presiden Iran Hassan Rouhani (kanan) dan presiden terpilih Ebrahim Raisi berjalan saat keduanya bertemu di Teheran, Sabtu (19/6/2021).
Terpilihnya Ebrahim Raisi, kandidat dari kubu konservatif, sebagai presiden baru Iran tidak mengejutkan. Ia terpilih menggantikan sosok reformis-moderat, Hassan Rouhani, dengan dukungan 17,8 juta suara (62 persen) dari 28,6 juta suara. Angka partisipasi pemilih rendah, 48,8 persen, dari sekitar 59 juta warga yang berhak memilih.
Kemenangan Raisi dan rendahnya partisipasi warga sudah diperkirakan jauh hari. Proses seleksi bakal calon oleh Dewan Garda Konstitusi, yang beranggotakan 12 ulama dan hakim, serta apatisme sebagian warga Iran terhadap pemilu akibat memburuknya ekonomi negara itu setelah jatuhnya kembali sanksi Amerika Serikat turut memuluskan jalan Raisi.
Kedekatan ulama berusia 60 tahun itu dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei seolah jadi garansi keterpilihannya. Bahkan, muncul perkiraan skenario bahwa Raisi (60) disiapkan menggantikan Khamenei (82) sebagai pemimpin tertinggi. Dulu, Khamenei menjabat presiden (1981-1989) sebelum menjabat pemimpin tertinggi, menggantikan pemimpin revolusi 1979, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Bagi Iran, transisi ini sangat vital guna menjaga kontinuitas spirit revolusi, elan vital berdirinya negara itu.
AFP/ATTA KENARE
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei tiba untuk melakukan pemungutan suara dalam pemilu presiden Iran di Teheran, Jumat (18/6/2021).
Setelah Raisi terpilih, perhatian dunia kini tertuju pada perundingan di Vienna, Austria, yang berusaha menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun 2015. Kesepakatan ini kerap disebut sebagai tonggak penting (landmark) kemenangan diplomasi dan multilateralisme atas konfrontasi dan kesewenangan unilateralisme. Kesepakatan itu tak berjalan setelah AS di bawah Presiden Donald Trump pada 2018 keluar dan menjatuhkan sanksi lagi pada Iran. Teheran merespons dengan mengaktifkan lagi pengayaan uranium nuklirnya.
AS berganti presiden. Joe Biden, pengganti Trump, yang menjadi wakil presiden saat kesepakatan nuklir Iran ditandatangani, bertekad memulihkan lagi kesepakatan itu. Perundingan berlangsung sejak April lalu, diikuti Iran dan lima negara penanda tangan, yaitu China, Jerman, Perancis, Rusia, dan Inggris. AS berpartisipasi dalam perundingan itu secara tak langsung dengan perantara delegasi lima negara. Bagaimana kesepakatan dalam perundingan saat ini akan dicapai, menarik untuk dicermati.
AP PHOTO/FLORIAN SCHROETTER
Kamera-kamera televisi dipasang di seberang jalan Grand Hotel Vienna, lokasi perundingan tertutup membahas isu nuklir Iran di Vienna, Austria, Minggu (20/6/2021).
Raisi mulai bekerja sebagai presiden pada Agustus 2021. Banyak pihak memperkirakan presiden baru Iran tak akan menggagalkan perundingan di Vienna. Ia berkepentingan pada pemulihan ekonomi Iran, yang bisa dicapai jika ada pencabutan sanksi internasional sebagai imbalan dari penandatanganan kesepakatan nuklir itu.
Di kawasan Timur Tengah, tercapainya kesepakatan nuklir bakal menghadirkan dinamika baru, terutama dalam relasi Iran dengan negara Arab monarki. Kita berharap hal-hal yang selama ini menjadi ganjalan, seperti isu pengembangan rudal, batas waktu kesepakatan, serta kaitan dengan konflik kawasan, bisa diselesaikan dalam perundingan itu.