Tolak Desakan China, Taiwan Tarik Diplomat dari Hong Kong
Sebanyak tujuh diplomat Taiwan yang bekerja di kantor perwakilan Taiwan untuk Hong Kong ditarik pulang setelah mereka menolak menandatangani surat resmi yang menyatakan setuju dengan kebijakan politik “Satu China”.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
HONG KONG, MINGGU — Sebanyak tujuh diplomat Taiwan yang bekerja di kantor perwakilan Taiwan untuk Hong Kong ditarik pulang setelah mereka menolak menandatangani surat resmi yang menyatakan setuju dengan kebijakan politik ”Satu China”. Belakangan hubungan Taiwan dan China semakin memanas. Apalagi setelah Taiwan terang-terangan mendukung protes massa prodemokrasi menentang Partai Komunis China.
”Kantor perwakilan Taiwan di Hong Kong tidak ditutup, tetapi dioperasikan oleh staf lokal dan hanya untuk hal-hal bersifat esensial,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Progresif (Democratic Progressive Party/DPP) Lin Fei-fan, Minggu (20/6/2021). DPP adalah partai politik yang berkuasa saat ini dan partai asal Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen.
Lin melanjutkan, Taiwan tidak akan pernah mengakui kebijakan ”Satu China” ataupun”“Satu Negara, Dua Pemerintahan” seperti yang China terapkan di Hong Kong. Taiwan adalah negara demokrasi dan merdeka, terlepas dari berbagai upaya Pemerintah China dan Partai Komunis China untuk menarik Taiwan bergabung dengan mereka.
Dalam keterangan tertulis, Dewan Urusan China Daratan (Mainland Affairs Council/MAC), lembaga pemerintah Taiwan yang mengurusi hubungan dengan China, mengutarakan, Pemerintah Hong Kong sejak 2018 telah melakukan berbagai upaya untuk mempersulit diplomat Taiwan. Dalam syarat pembuatan ataupun pembaruan visa, misalnya, Hong Kong mencantumkan keharusan pemohon dari Taiwan menyetujui kebijakan ”Satu China”. Bagi Taiwan, hal ini merendahkan kedaulatan mereka sehingga lebih baik menarik pulang para diplomatnya.
Status Taiwan hingga saat ini masih pelik karena mayoritas negara di dunia mengakui kebijakan ”Satu China”. Artinya, Taiwan dianggap sebagai salah satu provinsi China yang memiliki pemerintahan otonom, setara dengan Hong Kong, Makau, dan Tibet. Mayoritas negara, termasuk Indonesia, bahkan Jepang yang merupakan tetangga mereka, tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Oleh sebab itu, negara-negara tersebut tidak memiliki kedutaan besar di Taiwan, tetapi hanya kantor perwakilan perdagangan.
Meskipun demikian, secara de facto, Taiwan terus melawan. Mereka menggaungkan semangat demokrasi dan mendukung aksi unjuk rasa anti-Pemerintah China di Hong Kong yang sejak 2020 telah menahan 100 pengunjuk rasa. Bahkan, Taiwan juga memberi suaka kepada warga yang lari dari Hong Kong karena dianggap Pemerintah China sebagai pembangkang.
Baru-baru ini, ketika Pemerintah Hong Kong menutup harian Apple Daily, menahan jajaran pimpinan redaksi, dan membekukan aset perusahaan sebesar 2,32 juta dollar Amerika Serikat itu, Taiwan mengeluarkan kecaman keras. Mereka menuduh Pemerintah Hong Kong bertindak otoriter dan sewenang-wenang.
Kepala Keamanan Hong Kong John Lee Ka-chiu merespons dengan menyatakan bahwa negara-negara lain, terutama yang pro-Barat dan demokrasi, mengatasnamakan kebebasan pers untuk melakukan fitnah dan penghasutan massa guna melawan pemerintah sebagaimana dilakukan Apple Daily.
Bahkan, partai oposisi Pemerintah Taiwan, Kuomintang, yang sepanjang masa pemerintahan Presiden Ma Ying-jeou (2008-2016) sangat bersahabat dengan China dan mengizinkan investasi dalam jumlah besar di Taiwan, turut melayangkan surat protes kepada Hong Kong. ”Menangkap para aktivis dan pengunjuk rasa serta memberedel media arus utama hanya akan mencederai citra Hong Kong di mata dunia”, demikian isi surat tersebut.
Akibat berbagai protes dari Taiwan, Pemerintah Hong Kong menutup kantor perwakilan mereka di Taipei pada akhir Mei. Pada 16 Juni, giliran kantor perwakilan Pemerintah Makau ikut ditutup. Segala layanan administrasi dilakukan secara daring dan langsung diarahkan ke kantor pusat kedua wilayah.
Pakar ilmu pemerintahan Universitas Makau, Eilo Yu, ketika diwawancara oleh Central News Agency, kantor berita Taiwan, mengatakan, ini adalah strategi Beijing untuk terus menekan dan mengisolasi Taipei dari dilpomasi global. China mengharapkan Taiwan juga ikut menutup kantor-kantor perwakilan mereka di Hong Kong dan Makau sehingga tidak ada pengaruh politiknya di kedua wilayah itu. (Reuters/DNE)