Jika terpilih, Ebrahim Raisi menjadi presiden pertama Iran yang saat menjabat—bahkan, sebelum ia menjabat—dikenai sanksi oleh Pemerintah AS.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD DAN MH SAMSUL HADI
·3 menit baca
TEHERAN, JUMAT -- Rakyat Iran, Jumat (18/6/2021), mendatangi tempat-tempat pemungutan suara untuk memilih pengganti Presiden Hassan Rouhani yang masa jabatannya segera berakhir. Kandidat konservatif, yang juga Kepala Badan Kehakiman, Ebrahim Raisi, difavoritkan menang, menandai pergeseran haluan kepresidenan Iran dari sosok moderat-pragmatis menjadi garis keras-konservatif.
Raisi (60) bersaing dengan empat kandidat lain, termasuk kandidat kubu moderat, yang juga mantan Kepala Bank Sentral Iran Abdolnasser Hemmati. Lebih dari 59 juta warga Iran berhak memilih. Pemungutan suara ditutup Sabtu pukul 01.30 WIB, tetapi dapat diperpanjang hingga dua jam. Hasil penghitungan suara diperkirakan bisa diketahui Sabtu siang ini.
Jika terpilih, Raisi menjadi presiden pertama Iran yang saat menjabat—bahkan, sebelum ia menjabat—dikenai sanksi oleh Pemerintah AS. Ia dikenai sanksi atas keterlibatannya pada eksekusi massal tahanan politik di Iran tahun 1988 ataupun saat ia menjabat Kepala Badan Kehakiman.
Selain itu, bila Raisi terpilih, hal ini akan menempatkan posisi Iran makin mengeras dalam perundingan tak langsung program nuklir Iran di Vienna, Austria, yang sudah memasuki putaran keenam. Keberlanjutan perundingan itu dalam tanda tanya besar, akan mengakibatkan ketegangan tetap tinggi di kawasan, terutama dengan AS dan Israel. Iran menuding Israel berada di belakang pembunuhan beberapa ahli nuklir Iran, para petinggi militer, serta sabotase di salah satu fasilitas nuklir Iran di Natanz.
Tak hanya berada di atas angin menjabat presiden, Raisi juga digadang-gadang menjadi pengganti Pemimpin Spiritual Ayatollah Ali Khamenei (82).
Khamenei memberikan suara di TPS 110 di kota Teheran, Jumat pagi. Setelah menggunakan hak pilih, ia menyerukan kepada para pemilih di seluruh negeri untuk menggunakan hak pilih. ”Semakin cepat Anda melakukan tugas ini, semakin baik. Semua yang dilakukan rakyat Iran pagi ini hingga malam ini, dengan pergi ke tempat pemungutan suara dan memberikan suara, berfungsi untuk membangun masa depan negara,” kata Khamenei.
Ia menambahkan, adanya partisipasi rakyat pada pemilihan kali ini, Iran akan memiliki posisi tersendiri di mata dunia internasional.
Namun, dorongan untuk memilih di kalangan sebagian warga tampak rendah. Kelesuan ekonomi yang mendalam hingga memicu inflasi dan banyak warga kehilangan pekerjaan telah mengurangi kepercayaan warga terhadap pemerintah.
Penerapan kembali sanksi AS, yang dijatuhkan pada era kepresidenan Donald Trump, telah memangkas ekspor minyak Iran—sumber pemasukan utama negeri itu—dari 2,8 juta barel menjadi sekitar 200.000 barel per hari. Nilai mata uang Iran, rial, terhadap dollar AS anjlok 70 persen sejak 2018.
”Saya bukan politisi, saya tidak tahu apa-apa tentang politik. Bagaimana kami bisa memilih orang-orang yang menyebabkan kami mengalami seperti ini? Ini tidak benar,” kata Nasrollah, seorang mekanik pada sebuah bengkel di Teheran.
Sejumlah jajak pendapat resmi memperkirakan tingkat partisipasi pemilih kali ini bisa serendah 44 persen. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan pemilu 2017, yang mencatat partisipasi pemilih 73,3 persen. Sejak 1980, angka partisipasi tertinggi tercatat pada pemilu presiden 2009 (85,2 persen), sedangkan terendah di pemilu 1993 (50,6 persen). (AP/AFP/REUTERS)