Lima petinggi surat kabar pro-demokrasi di Hong Kong ditangkap polisi. Tindakan itu memicu kekhawatiran akan masa depan kebebasan pers di teritori tersebut.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·3 menit baca
HONG KONG, KAMIS — Kepolisian Hong Kong menangkap pemimpin redaksi dan empat eksekutif surat kabar Apple Daily, Kamis (17/6/2021), dan menggeledah ruang redaksi untuk kedua kalinya. Pemilik surat kabar tersebut, Jimmy Lai, sudah lebih dahulu ditahan.
The South China Morning Post dan media lokal lainnya melaporkan, pemimpin redaksi Apple Daily Ryan Law, CEO Next Digital (perusahaan induk Apple Daily) Cheung Kim-hung, ditangkap bersama chief operating officer perusahaan penerbit dan dua editor lainnya. Polisi menyatakan, kelima petinggi Apple Daily ditangkap karena berkolusi dengan negara asing atau elemen asing untuk membahayakan keamanan nasional.
Surat kabar itu menyiarkan secara langsung di akun Facebook ketika penangkapan berlangsung. Ratusan polisi terlihat mengepung kompleks gedung dan masuk ke dalamnya.
”Mereka tiba sekitar pukul 07.00 tadi, gedung kami dikepung. Sekarang kami bisa melihat mereka memindahkan kotak-kotak material ke dalam truk,” demikian laporan reporter yang terdengar dari siaran langsung.
”Polisi melarang kami menggunakan peralatan kami. Tepi kami masih bisa menyalakan kamera dan situs kami akan terus memperbarui informasinya,” kata laporan tersebut.
Penangkapan dan penggeledahan Apple Daily ini merupakan yang kedua dalam waktu kurang dari setahun. Sebelumnya, pada Agustus tahun lalu, ratusan polisi menggeledah kantor surat kabar itu dan menangkap pemiliknya. Lai (73) kini mendekam di penjara setelah didakwa menghadiri berbagai unjuk rasa pro-demokrasi yang mengguncang Hong Kong dua tahun lalu.
Surat kabar Apple Daily sangat tegas mendukung isu pro-demokrasi di Hong Kong, termasuk demonstrasi besar-besaran yang mengguncang negara itu tahun 2019. Bulan lalu, polisi menggunakan undang-undang keamanan nasional untuk membekukan rekening Lai di bank dan mayoritas sahamnya di Next Digital.
Ini pertama kalinya otoritas Hong Kong menggunakan undang-undang tersebut untuk menyita saham milik pemegang saham mayoritas di sebuah perusahaan terdaftar. Undang-undang ini pertama kali diberlakukan pada Juni tahun lalu dan langsung menjadi ujung tombak untuk memadamkan kritik atas kebijakan China di Hong Kong sejak protes besar tahun 2019.
Lebih dari 100 orang sudah ditahan berdasarkan undang-undang tersebut, sebagian besar dari mereka dikenal sebagai aktivis pro-demokrasi. Sebagian lainnya sudah melarikan diri ke luar negeri. Mereka yang ditahan menghadapi hukuman hingga seumur hidup dan sering kali tidak bisa bebas dengan membayar jaminan.
Ketakutan
Sejak penangkapan Lai, ketakutan telah membayangi ruang redaksi. Reporter dan petinggi surat kabar itu khawatir kepolisian akan melakukan langkah lebih jauh.
Dalam wawancara dengan kantor berita AFP bulan lalu, Pemred Law tetap bersuara keras. Dia mengakui korannya berada dalam krisis sejak penangkapan Lai, tetapi para reporter tetap bertekad untuk terus terbit. Dalam pertemuan dengan awak redaksi, Law meminta mereka untuk melakukan sesuatu jika dia ditangkap. ”Siarkan langsung,” katanya singkat.
Penangkapan para editor Apple Daily memantik kekhawatiran tentang masa depan kebebasan pers di Hong Kong. Ketika Hong Kong diserahkan kepada China oleh Inggris tahun 1997, Beijing menjanjikan teritori itu bisa tetap menjalankan kebebasannya. Namun, kritikus kini melihat bahwa kebebasan itu mulai menguap karena China memperketat genggamannya atas Hong Kong. (AP/AFP)