Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin tak bisa menyembunyikan wajah tegangnya saat keduanya bertemu di Villa La Grange, Geneva, Swiss. Suasana permusuhan masih terlihat.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Setelah empat bulan saling bertukar retorika, termasuk yang bernada nyelekit, hingga menarik pulang duta besar masing-masing, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin menggelar pertemuan tatap muka langsung, Rabu (16/6/2021) siang waktu setempat, di Villa La Grange, Geneva, Swiss.
Meski keduanya berharap pertemuan itu mengarah pada hubungan yang lebih stabil dan dapat terprediksi, momen diplomasi tingkat tinggi itu diyakini tidak akan menghasilkan terobosan penting.
Dalam pertemuan langsung untuk pertama kali sebagai kepala negara, Biden dan Putin digambarkan oleh sejumlah media terlihat sangat canggung. Kedua pemimpin negara adidaya itu saling menghindari memandang satu sama lain secara langsung selama sesi foto di depan ratusan pewarta foto.
Keduanya memang berjabat tangan. Biden mengulurkan tangannya terlebih dulu dan tersenyum kepada Putin yang dingin sebelum keduanya berpose dengan tuan rumah, Presiden Swiss Guy Parmelin.
”Bapak Presiden, saya ingin menyampaikan terima kasih atas inisiatif Anda untuk bertemu hari ini,” kata Putin (68) saat duduk di dekat Biden (78). ”Ada sekumpulan isu dalam relasi AS dan Rusia yang butuh pertemuan level tinggi.”
Biden mengatakan, mereka berusaha menentukan area kerja sama dan kepentingan bersama. ”Selalu lebih baik bertatap muka,” ujarnya.
Biden mengangguk ketika seorang jurnalis bertanya, apakah Putin sebagai sosok yang bisa dipercaya. Namun, dengan cepat Gedung Putih memperbaiki situasinya dengan mencuit di Twitter yang menyatakan bahwa isyarat anggukan Biden itu tidak menanggapi satu pertanyaan secara khusus. Anggukannya lebih sebagai pengakuan kepada pers secara umum.
Sementara Putin mengabaikan teriakan pertanyaan dari sejumlah jurnalis yang hadir, termasuk pertanyaan soal apakah dia takut dengan tokoh oposisi Alexei Navalny yang sekarang telah berada di bui.
Pada pertemuan awal, Biden dan Putin didampingi menlu masing-masing, Menlu AS Antony Blinken dan Menlu Rusia Sergey Lavrov. Kedua belah pihak sama-sama membawa penerjemah. Pertemuan ini berlangsung sekitar 1,5 jam.
Setelah jeda istirahat sekitar 40 menit, pertemuan dijadwalkan dilanjutkan dengan melibatkan para pejabat senior masing-masing. Pertemuan itu diperkirakan berlangsung empat atau lima jam membahas berbagai isu.
Seusai pertemuan, tidak ada jadwal konferensi pers. Putin akan menggelar jumpa pers sendiri, demikian pula Biden. Gedung Putih menolak konferensi pers bersama karena tak ingin terkesan memberi panggung dan mengangkat Putin ketika Biden baru saja mendesak para mitranya di Eropa agar menekan Putin.
Hubungan AS-Rusia memburuk dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah AS menilai Rusia mencaplok Crimea dari Ukraina tahun 2014, menjalankan intervensi militer di Suriah, dan campur tangan intelijen Rusia dalam proses pemilihan presiden 2016 yang menjungkalkan calon Partai Demokrat, Hillary Clinton, dan mengantarkan Donald Trump yang didukung Partai Republik ke Gedung Putih.
Hubungan kedua negara berada di titik terendah setelah Maret lalu Biden mengeluarkan pernyataan keras yang menyatakan bahwa dirinya berpikir bahwa Putin adalah seorang pembunuh. Gara-gara pernyataan itu, Kremlin memanggil duta besarnya di AS, disusul AS kemudian juga memanggil duta besarnya di Rusia, bulan April.
Ragu ada terobosan
Sejumlah pihak tidak yakin pertemuan itu akan mencapai terobosan penting. Hal ini disuarakan oleh para pejabat senior di tiap-tiap pemerintahan. ”Saya tidak yakin kesepakatan akan tercapai,” kata Yuri Ushakov, Penasihat Kebijakan Luar Negeri Putin.
Hal senada disampaikan seorang pejabat senior di kabinet Biden kepada wartawan yang ikut dalam penerbangan pesawat kepresidenan, Air Force One, dari Inggris ke Geneva. ”Kami memperkirakan tidak ada sesuatu yang besar terjadi pada pertemuan nanti,” kata pejabat senior tersebut.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan, keputusan mengirimkan kembali dubes Rusia ke Washington atau tidak bergantung pada pembicaraan yang tengah berlangsung. ”Hari ini para presiden perlu menentukan bagaimana melanjutkan dengan kepala misi diplomatik,” kata Peskov, seperti dikutip oleh kantor berita Rusia, TASS.
Vladimir Frolov, mantan diplomat Rusia, mengatakan, Putin menginginkan hubungan yang saling menghormati dan diperlakukan seperti anggota Politbiro Soviet era 1960-1980-an, dengan ”pengakuan simbolis atas kesetaraan geopolitik Rusia dengan AS”.
”Sebagai gantinya, mereka (Moskwa) akan bersedia mengurangi beberapa hal gila,” kata Frolov, mengacu pada tidak ada upaya penghilangan nyawa menggunakan racun, tidak ada kekerasan fisik, tak ada penangkapan atau penculikan warga AS dan Rusia. Juga tidak ada ada campur tangan dalam urusan politik dalam negeri. (AP/REUTERS)