Israel akhirnya tetap menggelar pawai bendera di Kota Lama Jerusalem. Semua pihak didesak untuk menahan diri agar tidak muncul konfrontasi.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Kaum ekstremis Yahudi dari sejumlah partai politik dan organisasi berkumpul di dekat Kota Lama Jerusalem, Selasa (15/6/2021), untuk pawai bendera. Pawai ini menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan baru pimpinan Perdana Menteri Naftali Bennett yang baru mendapat pengesahan parlemen Israel atau Knesset, Minggu.
Situasi Jerusalem Timur secara umum dilaporkan sepi dan tegang. Media Palestina, seperti dikutip The Jerusalem Post, melaporkan, beberapa jam sebelum pawai dimulai, terjadi keributan antara aparat keamanan Israel dan warga Palestina di dekat Pintu Gerbang Damaskus.
Polisi terlihat membubarkan warga Palestina dari area itu dan menahan setidaknya dua orang. Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan, sedikitnya lima orang terluka setelah keributan dengan polisi. Beberapa saat sebelumnya, sejumlah balon berbahan bakar diterbangkan dari wilayah Jalur Gaza melintasi perbatasan dengan Israel.
Pawai bendera dimulai pukul 18.30 waktu setempat atau pukul 22.30 WIB. Aparat keamanan Israel menginstruksikan agar semua toko dan restoran milik warga Arab Palestina di area Kota Lama harus ditutup mulai pukul 16.00.
Area Pintu Gerbang Damaskus juga ditetapkan sebagai area tertutup bagi warga Palestina. Upaya tersebut dilakukan guna mencegah terjadinya bentrok besar antara warga Arab Palestina dan kaum ekstremis Yahudi saat pawai bendera berlangsung.
Optimisme pawai berlangsung aman menguat setelah aparat keamanan Israel mengizinkan pawai bendera bertolak dari Jerusalem Barat hanya melalui depan Pintu Gerbang Damaskus tanpa masuk atau melalui area Kota Lama yang berpenduduk mayoritas Arab Muslim. Dari depan Pintu Gerbang Damaskus, pawai bendera langsung menuju Pintu Gerbang Jaffa, kemudian menuju Tembok Ratapan melalui area Kota Lama yang berpenduduk kaum Kristen Armenia dan Yahudi.
Stasiun televisi Alarabiya yang berbasis di Dubai memberitakan, faksi Hamas dan Jihad Islami telah menyampaikan kepada Mesir bahwa mereka tidak berniat melakukan eskalasi dan tetap ingin menjaga gencatan senjata selama pawai berjalan damai.
Alarabiya, mengutip pejabat keamanan Israel, menyebutkan, sedikitnya 2.000 personel aparat keamanan Israel dikerahkan untuk mengamankan pawai bendera. Militer Israel juga mengumumkan, sistem antiserangan rudal Iron Dome dalam keadaan siaga penuh untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, yakni penembakan roket ke arah wilayah Israel saat pawai berlangsung.
Kisah pawai bendera
Israel menggelar pawai bendera sejak tahun 1968 untuk menghormati tentara Israel yang gugur dalam Perang Arab-Israel tahun 1967. Saat perang tersebut, kota Jerusalem Timur jatuh ke tangan Israel. Pawai bendera digelar untuk memperingati jatuhnya Jerusalem Timur atau penyatuan Jerusalem Barat dan Jerusalem Timur setiap tanggal 28 bulan kedelapan menurut kalender Yahudi (Ibrani). Hari pelaksanaan pawai ditetapkan sebagai hari perayaan nasional.
Sejak tahun 1968 hingga tahun 2000, pawai bendera digelar secara resmi dengan pergelaran militer Israel dari Jerusalem Barat sampai Jerusalem Timur. Namun, setelah tahun 2000, pawai bendera mulai digelar dalam bentuk pawai kerakyatan yang melibatkan sebagian besar kaum ekstremis Yahudi dari berbagai latar belakang partai dan organisasi.
Peserta pawai bisa lebih dari 30.000 orang. Mereka membawa bendera Israel dan meneriakkan yel-yel anti-Arab.
Penggerak dan tulang punggung pawai bendera adalah aktivis gerakan Gush Emunim, yakni gerakan yang diinisasi tahun 1974 dan membidani proyek pembangunan permukiman Yahudi di Jerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Dataran Tinggi Golan.
Mulai tahun 2019, kaum ekstremis Yahudi dalam pawai itu sering mencoba mendobrak kompleks Masjid Al Aqsa. Inilah awal meletusnya bentrok antara peserta pawai dan warga Arab Palestina yang melawan upaya pendobrakan tersebut.
Puncak ketegangan terjadi tahun 2021 karena pawai bendera yang dijadwalkan pada 10 Mei bertepatan dengan tanggal 27 Ramadhan, yang dikenal sebagai malam Lailatul Qadar menurut kepercayaan umat Islam. Ini membuat kaum Arab Muslim Palestina berbondong-bondong menuju kompleks Masjid Al Aqsa untuk mencegah aksi ekstremis Yahudi mendobrak kompleks Masjid Al Aqsa.
Hari itu terjadi bentrok besar antara kaum Arab Muslim Palestina dan aparat keamanan Israel, yang lantas menyebabkan meletusnya Perang Gaza pada 10-25 Mei. Pemerintah Israel saat itu langsung membatalkan pawai bendera. Izin sempat diberikan kembali untuk pawai pada 10 Juni, tetapi ditunda pada Selasa.
Tantangan
Pawai bendera memunculkan tantangan bagi PM Bennett dan aliansi yang dipimpinnya. Bennett memimpin partai berhaluan ekstrem kanan. Pengalihan pawai itu bisa memicu kemarahan basis pendukung religiusnya. Mereka menuding Bennett lebih berpihak kepada Palestina dan Hamas daripada warga Israel.
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz telah bertemu kepala kepolisian, militer, dan intelijen. Dia menggarisbawahi perlunya menghindari perpecahan dan melindungi keselamatan penduduk Israel, baik Yahudi maupun Arab.
Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Timur Tengah Toe Wennesland lewat Twitter mendesak semua pihak untuk bertindak secara bertanggung jawab dan menghindari provokasi apa pun yang bisa memicu konfrontasi. ”Ketegangan sedang meningkat lagi di Jerusalem dalam waktu politik dan keamanan yang rentan dan sensitif, saat PBB dan Mesir aktif terlibat untuk menjaga gencatan senjata,” katanya. (AP/REUTERS)