Kepercayaan pada ASEAN Menipis, DK PBB Bahas Langkah ASEAN di Myanmar
Para pengamat mempertanyakan pengaruh diplomatik ASEAN bagi penyelesaian krisis di Myanmar. ASEAN memimpin upaya diplomatik untuk meredam krisis di Myanmar, tetapi tidak bertaring menekan junta militer di negara itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
NEW YORK, SELASA — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menggelar pertemuan tertutup untuk membahas langkah Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN dalam menangani krisis di Myanmar. Pengaruh diplomatik dan efektivitas ASEAN mencari solusi atas krisis yang berlarut-larut di Myanmar pascakudeta militer terhadap pemerintahan sipil yang sah pada 1 Februari 2021 menjadi agenda utama pembahasan itu.
DK PBB pada Jumat (18/6/2021) waktu New York, Amerika Serikat, dijadwalkan mendengarkan presentasi Erywan Pehin Yusof, Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam. Erywan adalah salah satu dari dua perwakilan ASEAN yang bertemu dengan pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, pada awal bulan ini. Erywan, mewakili Brunei selaku Ketua ASEAN tahun ini, ke Myanmar kala itu bersama Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi.
ASEAN memimpin upaya diplomatik untuk meredam krisis di Myanmar, tetapi tidak bertaring menekan junta militer yang kini berkuasa di negara itu. Para pengamat mempertanyakan pengaruh diplomatik ASEAN dan seberapa efektif kunjungan dua perwakilan ASEAN itu bagi penyelesaian krisis di Myanmar. China disebut telah berulang kali menunda pembahasan DK PBB mengenai Myanmar.
Pertemuan DK PBB dengan agenda pembahasan soal Myanmar terakhir kalinya berlangsung pada 30 April lalu. Dalam sebuah pernyataan bulat, 15 anggota DK PBB menyerukan diakhirinya segera kekerasan di Myanmar, sebagaimana dinyatakan dalam konsensus para pemimpin ASEAN. Rencana itu juga menyerukan penunjukan utusan ASEAN yang bertugas menangani krisis, tetapi sejauh ini belum ada yang ditunjuk untuk posisi itu.
Konsensus ASEAN itu dihasilkan pada pertemuan kepala pemerintahan atau kepala negara ASEAN (ASEAN Leaders’ Meeting/ALM) pada 24 April 2021 di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Saat itu ASEAN antara lain meminta agar kekerasan segera dihentikan dan para pihak di Myanmar berdialog. Utusan khusus ASEAN akan memediasi dialog itu dengan bantuan Sekretariat ASEAN.
Utusan khusus ASEAN juga harus bertemu semua pihak di Myanmar. Namun, kala dua utusan ASEAN itu ke Myanmar, keduanya tidak bertemu dengan anggota pemerintahan ”bayangan” pascakudeta. Pemerintahan bayangan itu terdiri dari mantan anggota parlemen, kebanyakan dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi.
Dalam pertemuan itu nanti DK PBB diharapkan juga mendengar keterangan Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener. Ia baru saja kembali dari perjalanan panjang ke wilayah tersebut, tetapi belum bisa masuk Myanmar. Junta militer Myanmar masih melarang kehadirannya di Myanmar.
Dubes Myanmar di PBB
Terkait persiapan pertemuan DK PBB itu, Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun telah menyerukan ”langkah-langkah kolektif yang efektif” terhadap junta. Kyaw adalah sosok telah menolak untuk meninggalkan jabatannya meskipun dipecat oleh junta setelah kudeta Februari lalu. Kyaw menolak kudeta 1 Februari dan menepis klaim junta bahwa dia tidak lagi mewakili Myanmar. PBB masih menganggapnya sebagai utusan yang sah.
”Sangat mendesak bagi masyarakat internasional untuk mengambil langkah-langkah kolektif yang efektif untuk mencegah kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi dan munculnya potensi krisis kemanusiaan regional,” tulis Kyaw Moe Tun dalam sebuah surat kepada PBB tertanggal 28 Mei dan dirilis PBB pada Senin (14/6/2021). ”Langkah-langkah yang kuat, tegas, dan terpadu sangat penting dan dibutuhkan segera.”
Kyaw Moe Tun menyoroti kurangnya tindakan oleh masyarakat internasional. Kondisi itu, jika berlarut-larut, akan semakin mendorong militer untuk terus melakukan tindakan tidak manusiawi dan brutal terhadap warga sipil. Taruhannya adalah hilangnya semakin banyak nyawa warga sipil tak berdosa di Myanmar.
”Jika komunitas internasional, termasuk PBB, telah mengambil tindakan tegas dan tepat waktu terhadap militer, hal itu akan mencegah hilangnya lebih dari 800 nyawa tak berdosa,” tulis Kyaw Moe Tun.
Persidangan Suu Kyi
Dari Naypyidaw dilaporkan, pada Selasa (15/6/2021) ini dijadwalkan kembali sidang dalam kasus yang didakwakan terhadap Aung San Suu Kyi. Suu Kyi, bersama Presiden terguling Myanmar Win Myint dan para anggota senior partai NLD lainnya, menghadapi tuduhan penghasutan. Sehari sebelumnya, Suu Kyi hadir dalam kasus lain yang juga mendakwanya.
Jika terbukti bersalah atas semua tuduhan, Suu Kyi menghadapi hukuman lebih dari satu dekade penjara. Suu Kyi menghabiskan lebih dari 15 tahun di bawah tahanan rumah selama pemerintahan junta sebelum pembebasannya tahun 2010.
Sidang pada Senin beragendakan mendengarkan keterangan saksi dalam kasus tuduhan Suu Kyi melanggar protokol kesehatan pembatasan pandemi Covid-19 dan kepemilikan pesawat walkie-talkie yang diimpor secara ilegal. Kasus lain yang disangkakan terhadap Suu Kyi adalah dirinya dituduh menerima pembayaran emas secara ilegal dan melanggar undang-undang kerahasiaan era kolonial.
Pada sidang kemarin, pengadilan memperdengarkan kesaksian sejumlah pejabat kepolisian Myanmar. Hal itu diungkapkan pengacara Suu Kyi, Min Min Soe. Suu Kyi ”memperhatikan dengan saksama” selama persidangan, kata anggota tim hukumnya yang lain, Khin Maung Zaw, dalam sebuah pernyataan. Proses persidangan yang digelar di pengadilan khusus di ibu kota Naypyidaw itu tertutup bagi wartawan dan dijaga ketat aparat kepolisian setempat.
Pengacara Suu Kyi, yang notabene harus berjuang keras untuk sekadar mendapatkan akses ke klien mereka, mengatakan, mereka mengharapkan persidangan selesai pada 26 Juli mendatang. ”Saya yakin Daw Aung San Suu Kyi akan mengatasi persidangan ini,” kata Khin Maung Zaw setelah sidang. ”Dia tampaknya cukup tegas menyatakan haknya, apa pun hasilnya.” (AFP/REUTERS)