NATO Dekati Qatar untuk Dijadikan Pangkalan Latihan Pasukan Afghanistan
NATO melirik Qatar dan ingin menjadikan negara Teluk itu pangkalan latihan pasukan senior Afghanistan. Sementara Taliban memiliki kantor perwakilannya di Doha, Qatar.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
DOHA, SENIN — Para pejabat keamanan di bawah komando Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah mendekati Qatar untuk menjadikan negara Teluk itu pangkalan barunya. Pangkalan akan digunakan untuk melatih pasukan khusus Afghanistan sebagai bagian komitmen strategis setelah pasukan asing keluar dari negara yang kini kembali menyaksikan kebangkitan Taliban itu.
Setelah dua dekade perang, pasukan dari 36 negara yang terlibat dalam Misi Dukungan Tegas yang dipimpin NATO di Afghanistan akan ditarik keluar dari negara itu. Penarikan tersebut dilakukan menyusul penarikan pasukan AS sejak awal Mei lalu dengan batas akhir penarikan penuh pada 11 September 2021.
”Kami telah mengadakan pembicaraan untuk membuka pangkalan di Qatar demi menciptakan tempat pelatihan yang eksklusif bagi anggota senior pasukan Afghanistan,” kata seorang pejabat senior keamanan Barat di Kabul.
Pejabat, yang negaranya merupakan bagian dari aliansi NATO pimpinan AS di Afghanistan, itu meminta agar namanya tidak disebutkan karena dia tidak berwenang berbicara kepada wartawan.
Bagian integral dari Misi Dukungan Tegas NATO adalah melatih dan memperlengkapi pasukan keamanan Afghanistan untuk memerangi kelompok garis keras Taliban. Kelompok ini digulingkan dari kekuasaan pada tahun 2001 dan sejak itu melancarkan pemberontakan kepada pemerintahan.
”Kami sudah mengajukan tawaran, tetapi otoritas Qatar memutuskan apakah mereka nyaman dengan NATO yang akan menggunakan wilayah mereka sebagai tempat pelatihan,” kata sumber keamanan kedua yang berbasis di Washington DC.
Sumber ketiga, seorang diplomat yang berbasis di Kabul, mengatakan bahwa rencana untuk membawa ”anggota pasukan khusus Afghanistan ke Qatar selama empat hingga enam minggu pelatihan yang keras” sedang dibahas.
Pemerintah Qatar dan kantor komunikasi NATO tidak menanggapi pertanyaan tentang proposal untuk menggunakan negara Teluk itu sebagai pangkalan untuk melatih pasukan Afghanistan. Pemerintah Afghanistan juga tidak menanggapi permintaan komentar dari wartawan.
Bangkit dalam perang
Sekitar 7.000 pasukan asing di luar AS, terutama dari negara-negara NATO juga dari Australia, Selandia Baru, dan Georgia, jelas terbilang sangat banyak jika dibandingkan dengan 2.500 tentara AS yang tersisa di Afghanistan. Rencana keluarnya pasukan asing justru terjadi di tengah gelombang pertempuran antara pejuang Taliban dan pasukan Afghanistan di beberapa provinsi.
Ada kekhawatiran bahwa Taliban dapat mengalahkan pasukan keamanan Afghanistan yang selama ini sangat bergantung pada dukungan intelijen dan logistik NATO, terutama dukungan udara dari AS. Kekhawatiran itu semakin meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Kelompok Taliban telah melancarkan serangan besar, merebut sejumlah distrik, dan menguasai pangkalan militer.
Awal bulan ini, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa aliansi itu ”mencari tahu bagaimana kami dapat memberikan pelatihan di luar negeri kepada pasukan keamanan Afghanistan, terutama pasukan operasi khusus”.
Qatar, negara Teluk yang kaya energi, telah menjadi rumah bagi kantor politik Taliban sejak 2013. Dalam beberapa tahun terakhir, Qatar telah menjadi satu-satunya tempat resmi bagi perwakilan kelompok pemberontak garis keras Taliban. Doha telah menjadi tuan rumah pertemuan dengan pejabat AS, perwakilan NATO, kelompok HAM internasional, dan pejabat pemerintah Afghanistan.
Dilaporkan bahwa Amerika Serikat, Inggris, dan Turki termasuk di antara negara-negara NATO yang siap mengirim pasukan untuk melatih warga Afghanistan di Qatar.
Seorang juru bicara Taliban mengatakan kelompok itu tidak mengetahui tentang rencana NATO untuk melatih pasukan Afghanistan di Qatar.
”Dalam kasus tentara Afghanistan menerima pelatihan militer di luar negeri, jika perdamaian ditegakkan, mungkin yang terlatih harus dipekerjakan untuk melayani warga Afghanistan. Tetapi, jika mereka datang dan berperang melawan kami dan bangsanya, tentu saja mereka tidak akan menjadi tentara Afghanistan yang bisa kami percayai,” ujar Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban. (REUTERS/AFP)