Negara-negara kaya yang tergabung dalam G-7 berjanji menyumbang 1 miliar dosis vaksin Covid-19 untuk negara miskin dan berkembang. Namun angka ini masih jauh dari kebutuhan global, yakni 11 miliar dosis.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
CORNWALL, SENIN — Para pemimpin negara kaya yang tergabung dalam G-7 berjanji untuk mengirimkan satu miliar dosis vaksin kepada negara-negara miskin dan berkembang sebagai bagian dari kampanye mereka untuk menyaingi diplomasi vaksin China. Sementara kebutuhan global atas dasar penghitungan satu orang butuh dua dosis dan tambahan dosis lagi untuk mengatasi varian baru, mencapai 11 miliar dosis.
Rencana itu disampaikan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G-7 yang berlangsung di Cornwall, Minggu (13/6/2021) waktu setempat, sebagai bagian dari upaya mengatasi ketidaksetaraan global yang mencolok dalam vaksinasi.
”Saya senang mengumumkan bahwa para pemimpin akhir pekan ini telah menjanjikan lebih dari satu miliar dosis, baik secara langsung atau melalui pendanaan ke COVAX,” katanya, merujuk pada fasilitas berbagi vaksin internasional. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing menyumbang 500 juta dan 100 juta dosis vaksin.
Kanada diperkirakan akan berkomitmen untuk berbagi hingga 100 juta dosis. Sisanya dibagi untuk negara-negara G-7 lainnya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyambut baik sumbangan vaksin dari negara-negara kaya itu. Namun, ia yang akan memimpin organisasi multilateral untuk masa jabatan kedua kalinya itu juga mengingatkan bahwa dunia global tengah berkejaran dengan waktu dalam hal vaksinasi. Keterlambatan melakukan vaksinasi terhadap warga di negara berkembang dan miskin akan berdampak pada mutasi lanjutan virus SARS-CoV-2. Dengan demikian, kekebalan virus tersebut terhadap vaksin-vaksin yang ada di pasaran juga akan meningkat.
”Kita membutuhkan rencana vaksinasi global. Kita perlu bertindak dengan logika, dengan rasa urgensi, dan dengan prioritas ekonomi perang, dan kita masih jauh dari itu,” katanya.
Disparitas
Namun, sumbangan vaksin negara-negara maju masih jauh dari kebutuhan global yang diperkirakan mencapai 11 miliar dosis untuk membantu mengurangi laju infeksi, mengakhiri pandemi yang telah merenggut hampir empat juta jiwa di seluruh dunia serta menghancurkan perekonomian global. India dan Afrika Selatan yang hadir dalam pertemuan tersebut sebagai tamu juga mendesak industri farmasi untuk melepaskan hak atas kekayaan intelektual vaksin mereka. Inggris dan Jerman tidak menyetujui hal itu.
Ketidaksetaraan akses global terhadap vaksin, yang telah diingatkan jauh-jauh hari, menjadi kenyataan. Di Eropa dan Amerika Serikat, cakupan vaksinasi telah mencapai angka 20 persen dan 40 persen dari total warga yang bisa mendapatkan vaksinasi.
Sebaliknya di Afrika, angka cakupan vaksinasi sangat mencemaskan. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO bahkan mengeluarkan pernyataan bahwa pengiriman vaksin ke Afrika hampir terhenti.
Memasuki tahun kedua pandemi Covid-19, dari total penduduk 1,3 miliar, baru 7 juta warga benua tersebut yang telah menerima vaksinasi atau hanya 0,005 persen. Sejumlah negara di Afrika dengan kondisi perekonomian yang kuat sekalipun, tidak mendapatkan cukup jatah vaksin, misalnya adalah Afrika Selatan dan Nigeria yang cakupan vaksinasinya belum menyentuh angka satu persen dari keseluruhan populasi.
Mantan PM Inggris, Gordon Brown, mengatakan, janji para pemimpin negara maju untuk menyumbangkan vaksin kepada negara berkembang dan miskin bukan langkah riil yang diharapkan untuk mengatasi kondisi itu. ”Adalah kegagalan dan malapetaka besar jika dalam satu atau dua pekan ke depan kita tidak memiliki rencana yang benar-benar bisa menghilangkan penyakit ini,” kata Brown.
Alex Harris, pengelola Wellcome, sebuah yayasan amal sains dan kesehatan yang berbasis di London, menantang para pemimpin G-7 menunjukkan kepemimpinan politiknya di masa krisis ini. ”Yang dibutuhkan dunia adalah ketersediaan vaksin untuk saat ini. Sekarang. Bukan akhir tahun ini,” kata Harris.
Upaya vaksinasi sejauh ini sangat berkorelasi dengan tingkat kekayaan negara. Amerika Serikat, Eropa, Israel, dan Bahrain jauh di depan negara-negara lain dalam realisasi vaksinasinya. Berdasarkan data Universitas Johns Hopkins, 2,2 miliar orang telah divaksinasi.
Setiap orang membutuhkan dua dosis vaksin Covid-19. Adapun untuk mengatasi varian baru, kemungkinan warga dunia masih membutuhkan dosis tambahan lagi. Dengan dasar penghitungan itu, badan amal Oxfam menyebutkan, dunia membutuhkan 11 miliar dosis untuk mengakhiri pandemi. Manajer Kebijakan Kesehatan Oxfam Anna Marriott mengatakan, jika para pemimpin G-7 tidak bisa menyumbangkan 11 miliar dosis vaksin, pertemuan itu bisa diartikan sebuah kegagalan. (AFP/Reuters)