Taliban Tolak Keinginan Turki untuk Jaga Keamanan Bandara Kabul
Bandara Hamid Karzai di Kabul dinilai strategis jika Afghanistan jatuh dalam krisis. Kelompok Taliban menolak proposal Turki yang mengajukan diri menjaga keamanan bandara Kabul karena menjadi bagian dari NATO.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
DOHA, JUMAT — Kelompok Taliban menolak proposal pemerintah Turki yang menginginkan anggota militernya menjaga dan mengelola bandara Kabul setelah pasukan koalisi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Amerika Serikat keluar dari Afghanistan. Proposal Turki itu menjadi perhatian serius bagi koalisi dan sejumlah organisasi internasional yang ingin mengevakuasi personel mereka dengan aman dari Afghanistan jika pertempuran mengancam ibu kota.
Sementara bagi Turki, penolakan proposal itu juga membuat upaya mereka mendekatkan diri dengan AS terhadang. Juru bicara kelompok Taliban, Suhail Shaheen, di Doha, Qatar, Kamis (11/6/2021), mengatakan bahwa sebagai bagian dari NATO dan koalisi, militer Turki harus hengkang dari Afghanistan. Tidak ada pengecualian.
”Turki adalah bagian dari pasukan NATO dalam 20 tahun terakhir, jadi mereka harus mundur dari Afghanistan berdasarkan perjanjian yang kami tandatangani dengan AS pada 29 Februari 2020,” kata Shaheen.
Para pejabat Turki mengatakan, mereka membuat proposal kepada sekutu-sekutu mereka saat bertemu pada Mei lalu. Apabila proposal ini diterima para pihak, terutama kelompok Taliban, hal itu akan mengangkat posisi Ankara di mata sekutunya, terutama AS, setelah mereka bersitegang akibat memilih menggunakan peralatan militer Rusia untuk sistem pertahanan Turki.
Apabila proposal itu berhasil, pertemuan Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan dan Presiden AS Joe Biden yang akan berlangsung pada Senin mendatang diharapkan akan berlangsung lebih cair.
Sebagai pendahuluan, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bertemu dengan Menhan Turki Hulusi Akar untuk membahas kerja sama bilateral dan masalah regional. Pentagon tidak secara khusus menyebutkan apakah persoalan Afghanistan menjadi salah satu topik yang dibahas oleh keduanya dalam pertemuan itu.
Di bawah Nota Kesepahaman Damai Doha yang ditandatangani Februari 2020, semua pasukan AS akan keluar dari Afghanistan pada 1 Mei. Namun, setelah pergantian pemerintahan dan pengajuan proposal baru perdamaian, Biden menginstruksikan penarikan mundur pasukan AS selesai pada 11 September 2021 bersamaan dengan 20 tahun peringatan serangan Al Qaeda terhadap menara kembar WTC (World Trade Center). Peristiwa serangan itu mendorong AS menginvasi Afghanistan dan menggulingkan pemerintahan Taliban yang melindungi kelompok Al Qaeda.
Pentagon mengatakan, kini penarikan pasukan AS telah dijalankan lebih dari 50 persen. Turki, dengan lebih dari 500 anggota militernya yang masih berada di Afghanistan untuk melatih pasukan keamanan Afghanistan, kini menjadi kontingen militer asing terbesar di sana.
Magdalena Kirchner, Direktur Yayasan Friedrich Ebert di Kabul, seperti dikutip dari Arab News mengatakan bahwa Turki memiliki kepentingan keamanan dan ekonomi di Afghanistan. Stabilitas keamanan di Afghanistan, menurut Kirchner, akan memengaruhi kondisi Turki dan kesiagaan NATO.
Sejumlah ahli menggarisbawahi pentingnya Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul sebagai kunci penting untuk memastikan terbukanya akses Afghanistan dari dan ke dunia luar. Bantuan keamanan, penerbangan militer, dan bantuan kemanusiaan selama ini selalu melewati bandara tersebut.
Obyek vital
Keamanan bandara, dalam hal ini penguasaan bandara, dalam pandangan para ahli adalah untuk mencegah Taliban menguasai sepenuhnya obyek vital Afghanistan. Bagi Turki, menurut Kirchner, perjalanan udara komersial antara Afghanistan dan negara-negara lain yang menggunakan maskapai Turkish Airlines dengan muatan yang banyak adalah salah satu hal yang dijaga.
”Gangguan perjalanan udara bisa mengganggu dukungan terhadap warga sipil dan sangat berisiko jika terjadi krisis,” kata Kirchner.
Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan Turki tidak berkomentar apa pun saat diminta tanggapannya soal ini. Namun, dikutip dari kantor berita Turki, Anadolu, Direktur Jenderal Asia Selatan pada Kemenlu Turki Hakan Tekin saat ini tengah berada di Doha, Qatar, untuk menemui juru runding Pemerintah Afghanistan dan kelompok Taliban.
Shaheen mengatakan, jika Turki bukan bagian dari NATO, tidak ada halangan bagi mereka untuk bekerja sama dengan Ankara. Apalagi, kedua negara memiliki hubungan historis.
”Jika tidak (atau bukan bagian dari NATO), Turki adalah negara Islam yang besar. Kami berharap dapat menjalin hubungan yang erat dan baik dengan mereka saat pemerintahan Islam baru didirikan di negara ini di masa depan,” tuturnya.
Kekerasan terus terjadi
Dengan kekerasan yang terus berkecamuk, banyak anggota parlemen AS, pejabat, dan mantan pejabat khawatir kepergian pasukan asing serta pembicaraan damai yang macet mendorong Afghanistan ke dalam perang saudara. Kondisi ini juga bisa membuat Taliban kembali berkuasa.
Perkembangan itu juga menimbulkan kebingungan bagi pemerintahan Biden. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berjanji akan mempertahankan kehadiran diplomatik AS di Kabul.
Kekerasan demi kekerasan terus terjadi. Dalam kekerasan terbaru, anggota kelompok Taliban diduga menembak mati 10 warga Afghanistan yang bekerja untuk sebuah lembaga yang tengah mengerjakan pembersihan ranjau darat sisa perang di Provinsi Baghlan, wilayah utara Afghanistan.
”Taliban membawa mereka ke satu ruangan dan menembaki mereka," kata Jawed Basharat, juru bicara Kepolisian Provinsi Baghlan.
Halo Trust, lembaga yang tengah membantu Pemerintah Afghanistan membersihkan ranjau darat sisa perang, dalam sebuah pernyataan menyatakan bahwa kelompok bersenjata tak dikenal menyerang kamp dan membunuh 10 anggota stafnya. Sebanyak 16 orang terluka dalam peristiwa itu. Halo Trust juga menyebutkan, ada 110 pekerja di kamp saat serangan itu terjadi.
Seorang pejabat di daerah itu mengatakan, sebagian besar pekerja yang selamat melarikan diri ke desa-desa terdekat setelah serangan itu dan polisi bekerja untuk membantu mereka.
Seorang juru bicara Taliban membantah terlibat dalam pembunuhan itu. Namun, seorang pejabat senior pemerintah Afghanistan menepisnya dengan mengatakan, ”Ini jelas merupakan eksekusi oleh Taliban."
Taliban sering menyerang pekerja yang membersihkan sisa ranjau. Para pekerja itu sering membantu menjinakkan bom pinggir jalan yang telah ditanam kelompok-kelompok perlawanan. (REUTERS)