Tandingi Ambisi Teknologi China, AS Siapkan Subsidi Rp 2.400 Triliun
Presiden Joe Biden menyebut RUU Inovasi dan Kompetisi akan memperkuat AS dalam membangun teknologi masa depan. RUU itu juga menyoroti China yang mengalokasikan 150 miliar dollar AS untuk pengembangan semikonduktor.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Senat Amerika Serikat mengusulkan subsidi sekitar 176,5 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 2.400 triliun untuk periode 2022-2026 guna menghadapi kemajuan teknologi China. Dalam tanggapannya di Beijing, Pemerintah China menyatakan keberatan dijadikan sebagai musuh ”imajiner” AS.
Dalam rapat, Selasa (8/6/ 2021) siang waktu Washington DC atau Rabu (9/6/2021) dini hari WIB, 68 dari 100 senator AS mendukung Rancangan Undang-Undang Inovasi dan Kompetisi (USICA) itu. ”RUU ini akan memacu inovasi AS dan menjaga keunggulan daya saing generasi masa depan,” kata Chuck Schumer, Ketua Fraksi Demokrat di Senat AS.
Dari senat, RUU itu akan dibawa ke DPR untuk dibahas. Perlu dukungan sekurangnya 218 anggota DPR yang menyetujui RUU itu sebelum dibawa ke Kongres untuk disahkan. Selepas pengesahan Kongres, Presiden AS mempunyai waktu sepuluh hari kerja untuk mengesahkan atau menolak RUU.
Di meja Presiden AS Joe Biden, USICA berpeluang mudah lolos. Selepas pengesahan di Senat, Biden menyebut USICA akan memperkuat AS dalam menemukan, membangun, dan meningkatkan teknologi masa depan. Ia secara spesifik menyebut kecerdasan buatan, semikonduktor, serta baterai litium untuk gawai dan kendaraan.
”Dengan memperkuat infrastruktur inovasi, kita bisa meletakkan fondasi bagi generasi pekerja dan kepemimpinan Amerika dalam manufaktur dan teknologi,” kata Biden.
Dalam USICA, Senat menyoroti penurunan porsi AS dalam industri semikonduktor global: dari 37 persen pada 1990 menjadi 12 persen pada 2020. Padahal, semikonduktor sangat diperlukan dalam aneka industri manufaktur dan teknologi masa kini.
Industri AS gagal mendapatkan penghasilan potensial bernilai sedikitnya Rp 3 triliun per hari karena harus memangkas produksi. Pemangkasan dilakukan karena pabrik-pabrik tidak bisa mendapatkan semikonduktor yang mayoritas diproduksi di luar AS.
Faktor China
Selain penurunan porsi semikonduktor, USICA juga secara spesifik menyoroti China. Senat menyebut, sangat penting untuk mendanai sejumlah program dengan keamanan nasional AS. Senat menyorot subsidi 150 miliar dollar AS yang dikucurkan Beijing untuk pengembangan semikonduktor China.
Karena itu, dalam USICA, Senat AS mengusulkan pembatasan ekspor yang berpeluang membuka transfer pengetahuan dan teknologi ke China. Setiap ekspor yang membuka peluang itu harus diperiksa paling cepat enam bulan sebelum disetujui.
Selain itu, ada pula usulan membatasi akuisisi oleh perusahaan China terhadap perusahaan AS atau badan hukum yang mengoperasikan hak paten milik warga atau badan hukum AS. Juga diusulkan pembatasan kerja sama pendidikan yang dapat membuka peluang alih teknologi dan pengetahuan ke China. Ke depan, kerja sama lembaga pendidikan atau lembaga riset AS dengan China akan diatur lebih ketat.
Dari sisi anggaran, setelah mengecam subsidi oleh China, Senat AS mengusulkan subsidi 176,5 miliar dollar AS untuk pengembangan teknologi AS. Dengan asumsi kurs Rp 14.000 per dollar AS, subsidi yang diusulkan AS itu setara dengan Rp 2.471 triliun atau lebih besar dari APBN Indonesia 2021.
Dana itu digunakan untuk pengembangan aneka program di Departemen Perdagangan, Departemen Pertahanan, Departemen Energi, Yayasan Ilmu Pengetahuan Nasional (NSF) hingga Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA).
NSF mendapat paling besar, yakni 83,9 miliar dollar AS. Sementara Dephan mendapatkan tambahan 52 miliar dollar AS untuk pengembangan industri semikonduktor. Adapun Departemen Energi dan Departemen Perdagangan mendapat masing-masing 16,9 miliar dollar AS dan 13,6 miliar dollar AS.
NASA mendapatkan 10 miliar dollar AS untuk program pendaratan ke bulan dan planet lain. Beberapa ratus juta dollar AS juga dikucurkan ke sejumlah lembaga untuk pengembangan keterampilan dan pengetahuan terkait teknologi.
Senator asal Vermont, Bernie Sanders, menolak mendukung RUU itu. Ia terutama gusar dengan alokasi 10 miliar dollar AS untuk NASA. Sebab, anggaran itu dinilainya akan menguntungkan perusahaan antariksa milik Jeff Bezos. Pendiri Amazon dan pemilik koran Washington Post itu dikenal salah satu penentang Donald Trump yang berhadapan dengan Biden di pemilu AS 2020. Sanders juga gusar dengan alokasi puluhan miliar dollar AS untuk semikonduktor.
Menanggapi RUU tersebut dari Beijing, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyatakan, ”Kami dengan tegas keberatan pada AS yang melihat China sebagai musuh imajiner.”
Adapun Kongres Rakyat Nasional (NPC) atau parlemen China mengungkapkan ”kemarahan besar dan penolakan tegas” terhadap RUU tersebut. NPG menyebut RUU itu sebagai upaya menghambat hak China untuk mengembangkan diri. NPC juga menyebut penyusunan USICA dilatari mental perang dingin.
”RUU itu penuh mental dan prasangka ideologi perang dingin, memfitnah pembangunan China serta kebijakan dalam dan luar negeri China. Dalam slogan inovasi dan kompetisi, RUU itu mencampuri urusan dalam negeri China dan mencoba menghambat pembangunan China,” demikian pernyataan NPC pada Rabu. (AFP/REUTERS)