Afrika Tak Sampai 1 Persen, AS-Eropa Timbun Vaksin
Dalam upaya negara-negara berpacu melakukan vaksinasi terhadap rakyatnya, negara-negara di Afrika adalah yang terbelakang. Sementara negara-negara kaya jauh di depan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
(AP PHOTO/TSVANGIRAYI MUKWAZHI)
Petugas menghalau seorang pria yang berusaha mendapatkan vaksinasi di Harare, Zimbabwe, Selasa (8/6/2021). Dalam perlombaan negara-negara di dunia melakukan vaksinasi Covid-19 secepat-cepatnya, Benua Afrika adalah yang terbelakang.
CAPE TOWN, RABU — Saat negara-negara maju dan berkembang mulai membuka kembali perbatasannya ataupun mengizinkan warganya kembali beraktivitas setelah mendapatkan vaksinasi Covid-19 yang komplet, negara-negara di Afrika masih berjuang untuk mendapatkan jatah vaksin. Sebagian negara bahkan baru menjadwalkan program vaksinasi warganya di awal tahun depan atau di akhir tahun depan karena terbatasnya vaksin.
Memasuki tahun kedua pandemi Covid-19, baru 7 juta warga yang telah menerima vaksinasi lengkap dari total 1,3 miliar penduduk benua tersebut. ”Orang-orang sekarat. Ini gila,” kata pengacara sekaligus aktivis hak asasi manusia Afrika Selatan, Fatima Hasan, Rabu (9/6/2021).
Berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Uni Afrika, kasus Covid-19 di benua itu nyaris menyentuh angka 4 juta kasus dengan jumlah kematian mencapai 115.796 jiwa. Wilayah selatan Afrika menjadi episentrum kasus Covid-19 di benua ini dengan total 2,1 juta kasus. Menyusul kemudian wilayah utara dengan 1,5 juta kasus.
Jumlah kasus Covid-19 di wilayah timur, tengah, dan barat Afrika berada di bawah 1 juta kasus. Meski begitu, penularan virus korona baru (SARS-CoV-2) di wilayah ini terus berlangsung cepat.
Afrika Selatan, negara dengan ekonomi terkuat dan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Afrika sebanyak 1,7 juta kasus, baru memvaksinasi 0,8 persen dari total populasinya. Bukan hanya warga biasa yang masih menanti kedatangan vaksin, ratusan ribu petugas kesehatan di negara itu, yang langsung berhadapan dengan virus setiap hari, masih menanti jatah vaksin.
(AP PHOTO/SUNDAY ALAMBA)
Kepadatan lalu lintas dan deretan pedagang kaki lima di salah satu kawasan pasar di Lagos, Nigeria, Senin (7/6/2021).
Kondisi di Nigeria juga sama. Negara terbesar di Afrika dengan penduduk lebih dari 200 juta orang tersebut, sejauh ini baru memvaksin 0,1 persen warganya. Kenya, negara dengan penduduk 50 juta orang, bahkan lebih rendah. Sementara di Uganda, pemerintah memilih menarik vaksin bagi warga perdesaan dan daerah terpencil untuk memprioritaskan vaksinasi bagi warga kota karena dinilai lebih rentan.
Angka cakupan vaksinasi di Afrika berbeda jauh dengan neara-negara kaya dan memiliki akses vaksin yang nyaris tidak terbatas. Di Amerika Serikat dan Inggris, misalnya, angka cakupan vaksinasi penuh (dua kali vaksinasi) telah mencapai lebih dari 40 persen populasi mereka, terutama untuk orang dewasa dan orang-orang yang berisiko tinggi.
Di Eropa, cakupan vaksinasi telah mendekati angka 20 persen. Warganya kini telah memikirkan ke mana sertifikat vaksin mereka bisa membawanya pada liburan musim panas ini. Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman bahkan menawarkan vaksinasi kepada anak-anak yang berisiko sangat rendah terkena Covid-19.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Afrika menghadapi kekurangan vaksin yang parah di saat gelombang infeksi baru meningkat. Pekan lalu WHO mengeluarkan pernyataan bahwa pengiriman vaksin ke Afrika hampir terhenti. ”Ini sangat memprihatinkan dan membuat frustrasi,” kata Direktur CDC Afrika Dr John Nkengasong.
AP PHOTO/DENIS FARRELL, FILE
Seorang perempuan lanjut usia baru mendapatkan vaksinasi Covid-19, sedangkan beberapa warga lanjut usia lainnya masih antre di Orange Farm, dekat Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (3/6/2021).
WHO serta pemerintah negara miskin dan berkembang sejak pertengahan tahun lalu telah mengingatkan tentang ketimpangan akses vaksin yang kini terjadi. Kekhawatiran negara-negara kaya menimbun vaksin terjadi.
Kondisi mengkhawatirkan yang tengah dihadapi warga Afrika membuat Nkengasong meminta para pemimpin negara-negara anggota G-7, yang akan bertemu pada minggu ini, untuk berbagi vaksin cadangan. Selain untuk mencegah bencana kesehatan, hal ini sekaligus untuk mencegah bencana moral.
”Saya ingin percaya bahwa negara-negara anggota G-7, sebagian besar dari mereka memiliki kelebihan dosis vaksin, ingin berada di sisi yang benar dari sejarah. Distribusikan vaksin-vaksin itu. Kita harus benar-benar melihat vaksin ini, bukan hanya janji dan niat baik,” kata Nkengasong.
Kekurangan pasokan vaksin
Meski sudah memasukkan vaksin yang diperoleh dengan mekanisme Covax dan kesepakatan dengan Johnson&Johnson, yang akan selesai dua bulan lagi, Afrika masih kekurangan 700 juta dosis vaksin.
Institut Pasteur di Senegal, satu-satunya fasilitas yang memenuhi standar untuk produksi vaksin oleh WHO, masih kesulitan untuk mencari donor untuk produksi vaksinnya. Sejauh ini mereka baru mengumpulkan dana sekitar 10 juta dollar AS dari total kebutuhan hingga 200 juta dollar AS untuk biaya awal produksi sekitar 300 juta dosis vaksin.
Kerentanan Afrika untuk mengamankan pasokan vaksin membuat sejumlah negara meliriknya, bukan untuk mengirimkan vaksin dalam bentuk jadi, melainkan mendirikan pabrik vaksin di benua itu.
Bulan lalu, Uni Eropa menyatakan akan menginvestasikan setidaknya 1 miliar euro untuk membangun pusat manufaktur di Afrika. Beberapa negara, seperti Senegal, Afrika Selatan, Rwanda, Maroko, dan Mesir, menjadi kandidat lokasi pusat manufaktur dari hulu hingga hilir.
Rencana negara-negara kaya ini, menurut Chema Triki dari Tony Blair Institute for Global Change, adalah rencana jangka menengah dan panjang. ”Anda melihatnya bisa terealisasi dalam jangka waktu minimal satu tahun hingga dua tahun,” katanya. (AP/REUTERS)