Dua Bulan Berunding, Kepercayaan AS dan Iran Mulai Luntur
Kepercayaan para pihak dalam perundingan program nuklir Iran luntur karena Teheran tidak bisa menjelaskan soal temuan IAEA. Sebaliknya, Iran menegaskan tidak akan membuka data rekaman sebelum AS mencabut semua sanksi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
AP PHOTO/LISA LEUTNER
Gubernur Iran pada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Kazem Gharib Abadi (ketiga dari kiri), Deputi Bidang Politik Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Araghchi (tengah), dan Deputi Sekretaris Jenderal dan Direktur Politik Badan Urusan Eksternal Eropa (EEAS) Enrique Mora (ketiga dari kanan) berdiri di depan Hotel Grand Hotel, Vienna, Austria, tempat pertemuan tertutup soal perundingan nuklir Iran, 2 Juni 2021.
VIENNA, SELASA â Kepercayaan para pihak dalam perundingan program nuklir Iran mulai luntur setelah mereka bertahan pada posisi masing-masing. Temuan Badan Energi Atom Internasional tentang adanya bahan dan peralatan yang terkontaminasi nuklir dan tidak bisa dijelaskan oleh Pemerintah Iran meningkatkan ketidakpercayaan itu.
Selama dua bulan terakhir, Pemerintah Amerika Serikat dan Iran menggelar perundingan tidak langsung yang difasilitasi beberapa negara penanda tangan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015ânama resmi kesepakatan nuklir Iran 2015âdi Vienna, Austria. Perundingan telah berlangsung lima putaran.
Namun, Pemerintah AS kini menyatakan ketidakyakinannya kepada Iran. âMasih belum jelas, apakah Iran bersedia dan siap untuk melakukan apa yang perlu dilakukan untuk kembali patuh. Sementara itu, programnya berjalan cepat,â kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di hadapan anggota Komite Urusan Luar Negeri DPR AS di Washington, AS, Senin (7/6/2021) waktu setempat atau Selasa pagi WIB.
Kesepakatan nuklir Iran ditandatangani pada 2015 oleh Iran dan enam negara yang kerap disebut dengan Kelompok P5+1, yakni AS, Inggris, China, Perancis, Rusia, dan Jerman. Dengan kesepakatan itu, Iran setuju membatasi program nuklirnya. Sebagai imbalan, AS dan negara-negara Barat lainnya sepakat melepaskan sanksi-sanksi ekonomi yang dijatuhkan terhadap Iran.
Pada 2018, AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trumpâyang terpilih pada pemilu tahun 2016âmenarik diri dari kesepakatan tersebut. Sejak itu, Washington kembali menjatuhkan sanksi terhadap Teheran. Iran membalas tindakan AS dengan kembali meningkatkan aktivitas program nuklirnya.
IRIB VIA AP, FILE
Dalam foto yang diambil dari tayangan video yang dirilis pada 17 April 2021 oleh Penyiaran Republik Islam Iran (IRIB), televisi milik Pemerintah Iran, terlihat deretan mesin sentrifugal di bagian ruangan yang rusak pada Fasilitas Pengayaan Uranium Natanz, sekitar 322 kilometer selatan Teheran, Iran, 11 April 2021.
Presiden Joe Biden, yang mengalahkan Trump dalam pemilu tahun 2020, menyatakan bahwa AS kembali bergabung dalam kesepakatan nuklir Iran jika Iran kembali memenuhi komitmennya membatasi program nuklirnya. Melalui mediasi Kelompok P5+1 selain dirinya, AS kembali berunding dengan Iran di Vienna, Austria, sejak April lalu. Perundingan akan kembali bergulir, pekan ini.
âKami bahkan belum berada pada tahap kembali pada kepatuhan untuk taat,â ujar Blinken di hadapan sidang Komite Urusan Luar Negeri DPR AS di Washington, Senin. âKami tidak tahu apakah (kepatuhan) itu akan benar-benar terjadi atau tidak.â
Melalui cuitan di Twitter, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif membalas pernyataan Blinken. âMasih belum jelas apakah (Biden dan Blinken) siap untuk mengubur kebijakan âtekanan maksimumâ yang sudah gagal oleh Trump itu... dan berhenti menggunakan âterorisme ekonomi sebagai upaya ambil untungâ dalam negosiasi,â cuit Zarif.
Ia menambahkan, Iran patuh pada kesepakatan nuklir, dengan mengutip pasal dalam kesepakatan nuklir 2015 yang menyebutkan bahwa salah satu pihak bisa membatalkan komitmennya atas kesepakatan itu jika pihak lain juga tidak mematuhi kesepakatan tersebut. âSaatnya mengubah arah,â lanjut Zarif.
Laporan IAEA
Dalam laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang diluncurkan pada akhir Mei lalu disebutkan adanya indikasi bahan dan/atau peralatan nuklir yang terkontaminasi bahan nuklir di tiga lokasi yang tidak diumumkan. Sebagian besar aktivitas di lokasi yang dimaksud diketahui berasal dari awal tahun 2000-an.
Dalam laporan itu, IAEA juga mengatakan bahwa Iran tidak dapat menjawab pertanyaan tentang situs pengayaan nuklir keempat yang menjadi lokasi penyimpangan uranium antara tahun 2002 dan 2003.
Dalam laporan terpisah, IAEA menyebutkan, sekarang Iran telah memiliki persediaan uranium yang diperkaya sekitar 16 kali lipat dari batas yang disepakati dalam JCPOA. Diperkirakan, Iran memiliki persediaan uranium sebanyak 3.241 kilogram dari batas 300 kilogram uranium dalam bentuk utuh. Namun, angka itu masih berupa perkiraan karena terbatasnya akses IAEA atas fasilitas nuklir Iran.
IAEA memperkirakan, sebanyak 62,8 kilogram cadangan uranium telah diperkaya hingga 20 persen dan sebanyak 2,4 kilogram telah diperkaya hingga 60 persen. Di bawah kesepakatan JCPOA, tingkat pengayaan uranium yang diizinkan hanya 3,67 persen.
Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi mengatakan, ruang gerak menjadi semakin sempit karena Iran membatasi tim pengawas untuk melakukan inspeksi atas situs-situs nuklir Iran. âKita tidak bisa membatasi dan terus mengekang kemampuan tim pengawas untuk memeriksa dan sekaligus berpura-pura ada kepercayaan,â kata Grossi di sela-sela pertemuan Dewan Gubernur IAEA di Vienna.
AFP PHOTO / HO / ATOMIC ENERGY ORGANIZATION OF IRAN
Foto yang dikeluarkan Badan Energi Atom Iran pada 6 November 2019 memperlihatkan fasilitas konversi nuklir di Qom, Iran utara.
Grossi menekankan, penjelasan Iran tentang situs-situs yang tidak diumumkan dan ditemukannya bahan yang mengandung nuklir akan memberikan jalan bagi para pihak untuk menghidupkan kembali JCPOA. Dia menggarisbawahi soal kepercayaan para pihak sebelum perundingan bisa dilanjutkan.
âDi sinilah semua yang Anda lakukan dengan negara mana pun saling terhubung. Bagi saya, jalan untuk mempercayai adalah melalui informasi, klarifikasi, inspeksi, dan transparansi penuh,â katanya.
Grossi menegaskan kembali pada Senin bahwa situasi di Iran âseriusâ. âKita menghadapi negara yang memiliki program nuklir yang sangat maju dan ambisius, memperkaya nuklirnya pada tingkat yang sangat tinggi. Sangat dekat dengan tingkat senjata,â katanya.
Pada Maret, Iran dan IAEA mencapai kesepakatan bahwa inspeksi terhadap situs nuklir Iran bisa dilakukan melalui data kamera pengawas.
AP PHOTO
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (kiri) berbicara dengan Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional Rafael Grossi (membelakangi kamera) di Teheran, Iran, 21 Februari 2021.
Namun, beberapa pekan lalu, secara sepihak Teheran memutuskan membatalkan kesepakatan tersebut setelah Badan Tenaga Nuklir Iran mengirimkan surat pembatalan sepihak tersebut meski kamera-kamera pengawasan itu akan tetap bekerja. Teheran menyatakan tidak akan mengirimkan rekaman mentah itu ke IAEA sebelum Pemerintah AS mencabut seluruh sanksi terhadap Iran.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, dikutip dari kantor berita IRNA menyatakan, Pemerintah AS harus sepenuhnya kembali pada komitmennya dan berhenti menggunakan sanksi ekonomi untuk memengaruhi negosiasi. (AFP/REUTERS/SAM)