Swiss Kemungkinan Larang Pemakaian Pestisida Sintetis
Swiss akan menggelar referendum terkait pelarangan pestisida sintetis dalam pertanian. Jika kebijakan ini disahkan, Swiss menjadi negara pertama di Eropa yang agrikulturnya murni organik.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
BERN, SENIN — Suasana di Swiss kian memanas menjelang diadakannya referendum atau pemungutan suara nasional terkait pemakaian pestisida sintetis untuk pertanian dan peternakan negara di Pegunungan Alpen. Apabila mayoritas penduduk memutuskan agar pemerintah menghentikan penggunaan pestisida sintetis, akan ada masa transisi selama 10 tahun. Akan tetapi, hal ini diperkirakan alot dilakukan karena komunitas pertanian dan peternakan opininya terbelah mengenai isu tersebut.
Referendum ini merupakan tindak lanjut dari petisi yang dikeluarkan oleh Universitas Neuchatel bekerja sama dengan sejumlah pakar biologi, kimia, dan komunitas petani organik pada awal 2021. Mereka mengunggah petisi daring yang meminta agar pemerintah melakukan pemungutan suara terkait pemakaian pestisida sintetis yang dinilai mencemari tanah dan air negara tersebut. Petisi ini memperoleh 121.307 tanda tangan. Dalam hukum demokrasi Swiss, petisi yang memperoleh dukungan di atas 100.000 tanda tangan wajib diikuti oleh referendum.
Jadwal referendum telah ditetapkan pada 13 Juni pagi waktu setempat. Dalam pemungutan suara itu akan ditentukan masa depan pertanian dan peternakan Swiss. Pakar lingkungan mengatakan, pemakaian pestisida sintetis mengancam kelestarian alam, terutama tanah dan air.
Kelompok antipestisida sintetis meminta agar pemerintah berhenti memberi subsidi biaya dan air kepada lahan pertanian dan peternakan yang memakai pestisida sintetis. Larangan penggunaan pestisida sintetis juga mencakup taman-taman pribadi dan fasilitas umum, termasuk jalur hijau di jalanan maupun sepanjang rel kereta.
Di samping itu, usulan kebijakan ini juga meminta Pemerintah Swiss menghentikan impor buah dan sayur dari negara-negara yang memakai pestisida sintetis. Apabila rakyat menyetujui, akan ada masa transisi selama sepuluh tahun bagi semua pertanian, peternakan, dan perusahaan ekspor-impor pangan untuk beradaptasi.
Selain pemakaian pestisida, juga ada klausul mengenai pemakaian antibiotik untuk hewan ternak. Menurut kelompok antipestisida sintetis, antibiotik hanya boleh diberikan kepada hewan untuk mengobati penyakit, bukan sebagai tindakan pencegahan. Pemakaian antibiotik secara masif turut mencemari lingkungan.
Lebih lanjut, mereka menghendaki agar Pemerintah Swiss mengeluarkan aturan membatasi jumlah sapi, ayam, dan babi yang boleh diternakkan di negara itu. Pasalnya, jika jumlah ternak terlalu banyak, kotoran mereka akan mencemari tanah dan air. Peternak juga dilarang mengimpor pakan yang tidak organik.
Pertama di Eropa
Jika kebijakan ini disahkan, Swiss menjadi negara pertama di Eropa yang agrikulturnya murni organik. Media Swiss Info menulis, sebenarnya di antara semua negara di dunia, pemakaian pestisida di Swiss tidak terlalu parah. Data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2018 mengungkapkan pemakaian pestisida di negara ini ialah 4,9 kilogram per hektare. Skor ini serupa dengan Perancis dan Inggris.
Namun, ketika dikaji lebih lanjut, negara sekelas Swiss pun masih memakai pestisida yang dikategorikan berbahaya oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ada 360 zat yang dinyatakan WHO berbahaya untuk pestisida. Produk-produk racun hama di Swiss ternyata mengandung 170 zat yang masuk daftar ini, antara lain adalah bromadiolene, abamektin, dan methomyl.
Pada tahun 2017, lembaga riset dalam negeri, Public Eye, menerbitkan laporan bahwa 60 persen buah dan sayur yang dikonsumsi masyarakat merupakan impor dari negara-negara lain di Eropa, bahkan benua lain. Terungkap, 10 persen dari sayur dan buah impor ini mengandung residu zat pestisida yang dilarang oleh Pemerintah Swiss.
Di Swiss, merek pestisida yang lazim dipakai oleh petani dan peternak adalah Syngenta buatan dalam negeri serta Bayer dan BASF dari Jerman. Syngenta melalui pernyataan resmi perusahaan menjamin bahwa produk pestisida mereka aman digunakan dan tidak menghasilkan residu yang membahayakan alam untuk jangka panjang. Apabila petani dan peternak dipaksa berhenti memakai pestisida sintetis, mereka bisa mengalami gagal panen hingga 40 persen.
Terbelah
Sejauh ini, pendapat masyarakat Swiss terbelah mengenai kemungkinan pelarangan pestisida sintetis. Jajak pendapat yang dilakukan oleh Tamedia di awal Juni menunjukkan 49 persen responden setuju dengan pelarangan pestisida sintetis dan 48 persen setuju dengan gagasan membatasi antibiotik ataupun jumlah hewan ternak demi mencegah kerusakan ekosistem. Mayoritas pendukung petisi adalah kalangan kelas menengah.
“Pertanian tetap bisa berjalan dengan metode organik. Kita bisa mengembangkan sayur dan buah berkulit tebal yang tahan terhadap serangan jamur,” kata Roland Lentz, petani anggur sekaligus anggota komunitas pertanian organik. Di Swiss, jumlah petani organik mencapai 15 persen dari keseluruhan petani.
Pihak yang menentang gagasan tersebut adalah Asosiasi Petani Swiss dan Asosiasi Produsen Sayur. Menurut mereka, pestisida organik terlalu mahal dan tidak akan bisa untuk pertanian berskala besar yang merupakan sumber pangan negara itu.
“Ini usulan yang tidak masuk akal karena nanti akan mengurangi panen buah, sayur, dan hewan potong. Rakyat bisa kelaparan. Hanya karena orang kota hobi menanam tomat di balkon, tidak berarti mereka mengerti cara bertani untuk asupan rakyat,” kata Ketua Asosiasi Petani Zurich, Martin Haab.
Adu pendapat ini juga mulai merambah ke saling mengancam. Kepolisian Swiss semakin sering menerima aduan dari para petani, baik pendukung maupun penentang pelarangan pestisida sintetis, bahwa tanah pertanian mereka dipasangi spanduk maupun papan yang mengancam pendapat mereka. (AFP/Reuters)