Bapak Hukum Internasional Indonesia Itu Telah Tiada
Mochtar Kusumaatmadja akan selalu dikenang, salah satunya, berkat keberhasilan diplomasinya mengembangkan konsep negara kepulauan dalam Deklarasi Juanda 1957 dan memasukkannya dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Menteri Luar Negeri RI dan Menteri Kehakiman RI Mochtar Kusumaatmadja meninggal dalam usia 92 tahun pada Minggu (6/6/2021) sekitar pukul 09.00 WIB di kediaman karena sakit. Menurut rencana, almarhum dimakamkan pada Minggu, di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Selain menjabat menteri dalam periode 1973-1988, termasuk menteri luar negeri selama dua periode (1978-1988), Mochtar juga merupakan tokoh yang berperan penting dalam pengembangan pemikiran hukum dan pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Dikenal sebagai pemikir hukum internasional, Mochtar dijuluki Bapak Hukum Internasional Indonesia. Salah satu gagasan Mochtar adalah negara kepulauan yang menjadi landasan awal lahirnya konsep wawasan nusantara.
”Prof Kusumaatmadja adalah penyusun utama konsep negara kepulauan melalui Deklarasi Juanda 1957, yang sebelumnya dikritik sebagai ”pelanggaran hukum internasional”. Dia mengembangkan konsep itu, yang pada akhirnya membuat Indonesia sebagai salah satu (negara) yang membuat hukum internasional, bukan (pihak) yang melanggar,” kata Damos Dumoli Agusman, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, dalam cuitan di akun Twitter-nya.
Dalam situs Universitas Padjajaran disebutkan, wawasan nusantara berawal dari gagasan batas teritorial laut Indonesia pada 1957 melalui Deklarasi Djuanda. Konsep ini akhirnya diakui oleh konstitusi internasional tahun 1982 setelah Mochtar berjuang selama hampir 25 tahun di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sampai sekarang, wawasan nusantara tetap menjadi landasan Indonesia dalam menentukan batas teritorial wilayah.
Berkat keuletannya menjalankan diplomasi dan mengembangkan gagasan wawasan nusantara tersebut, pada 2011 Mochtar Kusumaatmadja dianugerahi penghargaan Pahlawan Nasional Dr Ide Anak Agung Gde Agung untuk keunggulan dalam Diplomasi oleh Kementerian Luar Negeri RI. Tokoh nasional lain yang memperoleh penghargaan yang sama adalah Proklamator dan Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta (2014).
Mochtar, penerima tanda jasa Bintang Mahaputra Utama dan Bintang Mahaputra Adipradana, lahir di Jakarta, 17 Februari 1929. Ia adalah putra dari pasangan R Taslim Kusumaatmadja dan Sulmini. Mochtar menamatkan pendidikan hukumnya dengan spesialisasi hukum internasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1955. Ia kemudian mendapatkan gelar Master of Laws (LL.M.) dari Yale Law School Amerika Serikat pada 1956.
Sejak tahun 1959, Mochtar mengajar di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, lalu mendapatkan gelar doktor pada 1962. Pada tahun yang sama, Mochtar diangkat menjadi Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum Unpad. Kemudian, tahun 1972, ia diangkat menjadi Rektor Unpad.
Pada 1974, Mochtar kemudian ditunjuk menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Pembangunan II oleh Presiden Soeharto. Setelah itu, ia menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Pembangunan III dan IV (1978-1988).
Saat menjabat sebagai menlu, salah satu keberhasilannya adalah pada saat konsep negara kepulauan diterima dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982. Setelah tak lagi menjabat sebagai menlu, Mochtar pernah menjadi anggota Komisi Hukum Internasional di PBB selama dua tahun.
Sebagai menteri luar negeri, Mochtar dikenal sebagai diplomat yang ahli bernegosiasi. Dikutip dari buku Biografi Rektor-rektor Universitas Padjadjaran tahun 2019, selama menjadi diplomat, Mochtar mencetuskan perlunya diplomasi kebudayaan.
Ia berpandangan, diplomasi kebudayaan bertujuan memperkenalkan citra budaya Indonesia di luar negeri agar tercipta pemahaman yang lebih baik mengenai masyarakat Indonesia. Harapannya, akan tercipta kerja sama pembangunan melalui hubungan pariwisata, penanaman modal, dan ekspor nonmigas.