Api Semangat Perjuangan Tiananmen Tidak Akan Padam
Aktivis demokrasi dan warga Hong Kong dengan beragam cara mereka masing-masing tetap memperingati Tragedi Tiananmen. Semangat itu menunjukkan gerakan demokrasi di Hong Kong tidak pernah padam.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
HONG KONG, JUMAT - Di tengah segala upaya Pemerintah China melarang peringatan 32 tahun Peristiwa Tiananmen di Hong Kong, sejumlah pihak, mulai dari warga sipil sampai dengan tokoh-tokoh politik internasional menyuarakan dukungan mereka terhadap demokrasi yang berkeadilan. Tantangan semakin sulit karena Hong Kong yang dulu dianggap sebagai garda demokrasi di China kini semakin terkungkung.
Berdiri sendirian di Taman Victoria, Hong Kong, Han Dongfang (58) menyalakan lilin. Ia tidak gentar dengan sejumlah petugas polisi yang lalu lalang. Laki-laki berkaus hitam itu menundukkan kepala sejenak dan tampak mengheningkan cipta.
"Hong Kong belum kalah. Jangan putus asa karena kita semua masih bisa berjuang untuk demokrasi," katanya kepada Reuters.
Han adalah salah satu mahasiswa yang mengikuti unjuk rasa pro demokrasi di Alun-Alun Tiananmen, Bejing, China pada tanggal 4 Juni 1989. Lapangan yang namanya berarti Gerbang Kedamaian Nirwana ini menjadi lokasi pembantaian para mahasiswa serta warga sipil yang berunjuk rasa.
Setelah tujuh pekan melakukan demonstrasi, para pengunjuk rasa ditembaki oleh tentara China. Hingga sekarang tidak ada data yang jernih mengenai jumlah korban. Pemerintah China mengatakan ada 300 korban tewas, tetapi berbagai lembaga hak asasi manusia menduga korban tewas mencapai 1.000 orang, bahkan lebih.
Selama 32 tahun Pemerintah China dan media arus utamanya tidak pernah membahas peristiwa ini. Sekolah-sekolah tidak memasukkan pembantaian di gerbang surga itu ke dalam kurikulum. Hanya satu kali Peristiwa Tiananmen disebut, yaitu dalam tajuk rencana surat kabar Global Times milik Pemerintah China. Artikel itu mengatakan Peristiwa Tiananmen adalah bukti kesuksesan pemerintah menjaga kedaulatan Partai Komunis China.
Sama seperti banyak rekan sesama aktivis Tiananmen, Han kini tinggal di Hong Kong setelah melarikan diri dari Beijing pada tahun 1990-an. Mereka pula yang menjaga api semangat Tiananmen tetap menyala dengan melangsungkan upara peringatan setiap tahun di Taman Victoria.
Sejak tahun 2020, Pemerintah China di Hong Kong secara tidak langsung melarang upacara peringatan Tiananmen. Pandemi Covid-19 dijadikan alasan pelarangan keramaian. Padahal, panitia acara telah mengeluarkan panduan penyalaan lilin dan mengheningkan cipta dengan memerhatikan protokol kesehatan.
Alasan yang sama juga diutarakan Otoritas Hong Kong tahun ini. Mereka juga menahan Chow Hang Tung (36), salah wakil ketua panitia penyelenggara Upacara Peringatan Tiananmen 2021. Dasar penangkapannya ialah Chow bersikeras mengadakan acara meskipun tidak mendapat izin dari otoritas. Museum sejarah Tiananmen yang disiapkan khusus untuk upacara tahun ini juga ditutup.
"Pemerintah China terus berusaha memutihkan sejarah sehingga generasi muda China mayoritas tidak tahu soal Tiananmen. Tapi, dari Hong Kong, Makau, dan tempat pengasingan lainnya kami menjaga narasi itu tetap hidup," tutur Han.
Menurut dia, perjuangan demi menegakkan demokrasi di China tidak hanya melalui kegiatan yang melibatkan massa. Perjuangan secara individual juga sangat penting. Warga Hong Kong misalnya, melalui media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter tetap mengutarakan penghargaan mereka terhadap para aktivis yang tewas 32 tahun lalu.
"Selama menyalakan lilin tidak dilarang, saya akan melakukannya. Kalau dilarang sekalipun, lilin di hati saya takkan padam," tulis seorang warganet.
Di China, pemerintah memblokir segala hal yang berhubungan dengan Peristiwa Tiananmen di media sosial Weibo dan WeChat. Emoji lilin menyala dan angka 64 yang melambangkan tanggal 4 Juni dilarang.
Ibu-ibu Tiananmen, organisasi ibu para korban Peristiwa Tiananmen membuat surat terbuka yang diterbitkan di laman Human Rights in China. Isi surat itu meminta agar Pemerintah China jujur mengenai jumlah korban yang tewas dan terluka pada tanggal 4 Juni 1989. Mereka juga meminta kompensasi atas kerugian emosional yang mereka derita.
"Organisasi Ibu-ibu Tiananmen berdiri di tahun 1990 dan sudah 62 anggota kami meninggal dunia tanpa melihat keadilan ditegakkan. Meskipun begitu, kami tidak putus asa dan terus menuntut Pemerintah China bertanggungjawab kepada rakyat," kata surat itu.
Dukungan internasional
Dari mancanegara, berbagai aktivis Tiananmen yang terusir dari China mengemukakan kesedihan Hong Kong terseret ke dalam arus Pemerintah China yang otoriter. Mereka terus menyemangati warga Hong Kong agar tidak patah arang.
Sejumlah tokoh politik internasional juga menyuarakan dukungan mereka. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dalam siaran pers mengutarakan semangat demokrasi para aktivis Tiananmen sejalan dengan semangat demokrasi Taiwan yang tidak tunduk pada penguasa diktator.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken juga mengatakan negara itu memberi pemghormatan kepada para pejuang demokrasi Tiananmen. Ia juga mengatakan terus mendukung perjuangan hak asasi manusia di Tiongkok.
Menanggapi berbagai dukungan terhadap aktivis Tiananmen sekaligus kritik terhadap Pemerintah China, Beijing mengeluarkan jurus "Pendekar Serigala", yaitu membalas kritik dengan ejekan dan komentar pedas. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menuduh AS munafik.
"Coba AS bercermin dan selesaikan dulu masalah pelanggaran hak asasi manusia di dalam negerinya. Generasi muda China pasti akan belajar sejarah yang benar, sesuai dengan nilai sosialisme China," kata Wang. (AP/AFP/Reuters)